Selasa, 18 September 2007

Renungan Harian Bulan Oktober 2007


BERDOA BERSAMA MARIA

Dalam satu tahun, ada dua bulan yang didedikasikan kepada Bunda Maria. Yang pertama adalah Mei sebagai Bulan Maria dan Oktober yang kita sebut sebagai Bulan Rosario. Sungguh terasa istimewa kedudukan Maria dalam Gereja Katolik. Ia menjadi Bunda Pengantara Abadi. Devosi atau penghormatan terhadap perempuan sederhana ini sangat meluas hidup di kalangan umat beriman.
Dalam suatu pertemuan, seorang pastor paroki berkomentar tentang fenomena penghayatan iman umat parokinya. Ia berkata, “Mungkinkah kita salah dalam berkatekese?”
“Maksudnya?” tanya seorang rekan pastor lainnya.
“Ya. Saya bertanya-tanya penuh kekaguman dalam hati menyaksikan banyak umat di paroki saya berbondong-bondong ke bunda Maria setelah misa untuk berdoa pribadi. Tentu saja saya bangga umat kita memiliki devosi yang kuat terhadap bunda Maria. Mengapa yang berdoa di dalam gereja setelah misa di depan Yesus lebih sedikit daripada yang datang ke bunda Maria? Pikir saya, jangan-jangan kita telah salah berkatekese, bahwa bunda Maria lebih penting dan lebih menarik daripada Yesus?” begitu pastor paroki tersebut melontarkan gagasannya.
Tentu saja ungkapan pastor paroki tersebut bukan mempersalahkan orang Katolik yang berdevosi kepada bunda Maria. Di balik pertanyaan itu kita tahu, pastor tersebut bangga pada umatnya yang memiliki kebiasaan baik, berbondong-bondong ke bunda Maria setelah misa.
Memang bunda Maria telah terbukti menolong banyak orang yang datang padanya. Kita tahu, bahwa Tuhan Yesus tak mungkin cemburu pada bunda Maria yang banyak didatangi oleh umat beriman. Tuhan Yesus justru akan marah dan cemburu kalau kita datang pada dewa-dewi lain; datang ke gunung Kawi atau tempat-tempat lain yang menjanjikan penyelesaian persoalan-persoalan duniawi. Daripada datang ke tempat-tempat tersebut, bukankah kita sebaiknya datang dan berdoa bersama Maria?
Di tempat peziarahan Gua Maria Lourdes Poh Sarang Kediri, setiap malam Jumat Legi selalu ramai didatangi peziarah. Ketika masih studi Teologi, kami pernah mengadakan penelitian dan bertanya: mengapa Jumat Legi? Ternyata alasannya sepele. Yakni supaya orang-orang Katolik di Jawa Timur tak datang ke Gunung Kawi karena hari istimewa di sana adalah Jumat Legi juga. Penelitian Teologi Kontekstual kami mendapati kenyataan, bahwa ternyata ritual Gunung Kawi dihadiri ribuan orang setiap Jumat Legi. Ribuan orang itu bermacam-macam agamanya. Dan tentu saja banyak yang mengaku Kristen atau Katolik.
Jadi, mengapa datang ke tempat-tempat seperti itu? Bukankah Bunda Maria selalu dan siap sedia menerima kita, mendengarkan keluh kesah kita dan menghantarkan segala permohonan kita pada Yesus? Semoga kita semakin dekat dengan Bunda Maria. Selamat berziarah dalam iman yang benar.

Pengelola Renungan Harian JPIC SVD Distrik Jakarta


Senin, 1 Oktober 2007
Pesta St. Theresia dari Kanak-kanak Yesus, Perawan dan Pelindung Karya Misi
Yes 66:10-14c; Mat 18:1-5
========================================================

JALAN KECIL MENUJU KESUCIAN

Ada sementara orang berpikir bahwa hanya orang-orang tertentu saja yang bisa mencapai kesucian. Mereka menyangka bahwa untuk menjadi kudus orang harus melakukan karya-karya besar. Padahal karya-karya besar belum tentu menghantar orang kepada kekudusan. St.Theresia dari Kanak-kanak Yesus mengajarkan bahwa semua orang bisa mencapai kesucian melalui jalan atau cara-cara kecil, sederhana dan biasa. Pekerjaan-pekerjaan kecil atau tugas-tugas sederhana jika dilakukan dengan cinta kasih yang murni kepada Tuhan akan lebih bernilai daripada karya-karya besar tanpa cinta kasih.
Selama masa hidupnya St. Theresia melakukan tugas-tugas kecil dan sederhana. Ia suka mengepel lantai, mencuci dan menggosok pakaian, mencuci piring, dan lain-lain. Bukankah Anda dan saya pernah melakukan tugas-tugas kecil itu? Ya, pasti pernah sekali dalam hidup, kalau bukan setiap hari. Tetapi apakah kita telah melakukannya dengan kasih? Atau kita kerjakan semua itu dengan rasa terpaksa, muka muram, dan tanpa sukacita?
St. Theresia mengatakan bahwa jika pekerjaan-pekerjaan kecil itu dilakukan tanpa kasih, maka semuanya hanya akan menjadi beban dan tidak membawa berkat bagi diri sendiri dan sesama. Tetapi jika dilakukan dengan kasih, maka semuanya akan terasa sangat ringan, dan lebih lagi akan menjadi berkat bagi orang lain.
Jadi, bukan besarnya tugas yang menyucikan jiwa seseorang. Melainkan besarnya cinta kasih selama melaksanakan tugas-tugas itulah yang menghantar orang itu pada kesucian. Kesetiaan dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan kecil adalah dasar untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan besar. Sejatinya, karya-karya besar adalah puncak dari karya-karya kecil yang dilakukan dengan kesetiaan dan cinta kasih.
Supaya bisa melakukan tugas-tugas kecil dan sederhana dengan kasih, kita harus memiliki kerendahan hati yang mendalam. Hanya orang yang rendah hati yang bisa melakukan hal-hal kecil dengan kasih. Orang yang tinggi hati akan merasa terhina kalau melakukan hal-hal sederhana dan kecil. Mereka lupa akan kebenaran ini: bukan besarnya tugas yang membuat orang mencapai kesucian. Melainkan kerendahan hati dan kasih dalam melaksanakan tugaslah yang membuat orang mencapai kesucian. Ingatlah kata-kata St. Yohanes dari Salib berikut ini: Di akhir hidup, semua manusia akan diadili berdasarkan cinta kasih.

Marilah berdoa,
Ya Yesus, ajarilah aku untuk menjadi rendah hati dan doronglah aku untuk melaksankan semua tugas dan pekerjaanku dengan kasih. Amin.


Selasa, 2 Oktober 2007
Pw Para Malaikat Pelindung
Za 8:20-23; Luk 9:51-56
=====================

ANDALKAN MALAIKAT PELINDUNGMU

Gereja mengajarkan bahwa ada malaikat. Malaikat adalah makhluk rohani yang diciptakan oleh Allah untuk melayani Allah. Kita tahu ada malaikat Agung (Arch Angels), Kherubim dan Serafim. Setiap malaikat mempunyai tugas khusus. Malaikat Gabriel membawa khabar gembira. Malaikat Mikhael memimpin pasukan tempur; dan malaikat Rafael bertugas untuk menyembuhkan orang sakit dan mengusir roh-roh jahat. Sedangkan para kherubim dan serafim bertugas untuk melayani, memuji dan menyembah Allah. Di samping itu, ada malaikat pelindung yang bertugas untuk melindungi kita.
Dalam Kitab Keluaran Allah berfirman:”Sesungguhnya Aku mengutus seorang malaikat berjalan di depanmu untuk melindungi engkau di jalan dan untuk membawa engkau ke tempat yang telah Kusediakan…” (Keluaran 23:22). Malaikat adalah utusan Allah yang bertugas untuk melindungi, membimbing dan menghantar kita sampai pada tujuan hidup kita.
Kepada setiap orang yang mengandalkan Allah, Ia akan mengutus para malaikatNya. Alkitab berkata: “Sebab malaikat-malaikatNya akan diperintahkanNya kepadamu untuk menjaga engkau di segala jalanmu. Mereka akan menatang engkau di atas tangannya, supaya kakimu jangan terantuk pada batu. Singa dan ular tedung akan kau langkahi, engkau akan menginjak anak singa dan ular naga” (Mzm 90:11).
Yesus juga menegaskan apa yang dikatakan oleh para nabi sebelumnya: ”Jangan menganggap rendah seorang dari anak-anak kecil ini. Karena Aku berkata kepadamu: Ada malaikat mereka di sorga yang selalu memandang wajah BapaKu yang di sorga” (Matius 18:10)
Malaikat Tuhan selalu memberikan kepada kita merasa aman dalam seluruh jalan hidup kita. Mereka akan selalu membentengi kita, kalau kita setia pada tuntunan mereka. Mereka menjauhkan segala sesuatu yang dapat mencelakakan atau membahayakan kita. Sesungguhnya, kita tidak pernah sendirian dalam hidup ini. Bila Anda merasa bahwa hanya Anda yang berjuang dan berjalan sendiri di dunia ini, Anda sebenarnya sangat keliru. Yang benar adalah bahwa Allah tidak pernah meninggalkan Anda. Kapan dan di mana saja, Allah dan para malaikatNya tetap menjaga dan melindungi Anda. Apakah Anda setia kepada bimbingan mereka?


Marilah berdoa,
Malaikat Tuhan, engkau telah diserahi tugas oleh Tuhan untuk melindungi, menghantar dan membimbing aku selama aku di dunia ini sampai kepada hidup yang kekal. Ajarilah aku untuk mendengarkan dan mengikuti bimbinganmu. Amin.




Rabu, 3 Oktober 2007
Neh 2:1-8
Luk 9:57-62
================

IKUTILAH AKU

Iklan-iklan produk makanan dan minuman menawarkan kepada konsumen untuk membeli dan menikmati produknya seperti apa yang dilihat dan ditampilkan dalam iklan. Ternyata ada banyak konsumen membeli produk karena terpengaruh oleh iklan, hal itu dapat dikatakan bahwa pesan “Ikutilah aku” dari iklan telah tercapai.
Kehadiran Yesus dalam karya dan pelayanannya juga membuat banyak orang tertarik untuk mengikutinya. Tentunya ada banyak motivasi yang mereka bawa untuk mengikuti Yesus. Dalam kisah Injil hari ini orang datang kepada Yesus untuk mengikutinya, tetapi Yesus menantang kesungguhan kati dan niat mereka. “Ikutilah Aku” adalah sebuah undangan dan panggilan dari Yesus sendiri bagi setiap orang yang mau membuka diri dan hati untuk turut serta dalam karya keselamatan yang dilaksanakannya. Jawaban yang dituntut Yesus adalah jawaban tegas dan pasti dalam kebebasan dan tanpa pamrih.
Banyak orang mau mengikuti Yesus dengan menerima pembaptisan dan menjadi orang Kristen dan ada banyak yang berjuang sungguh-sungguh untuk mengikuti Yesus secara konsisten dan konsekwen. Namun jika kita jujur dan mau membuka mata pada realitas kehidupan ini ada banyak orang yang sudah berhianat dan meninggalkan Yesus karena merasa kecewa dengan Yesus yang tidak memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka. Ternyata pembaptisan hanya dijadikan kedok untuk “memaksa Yesus’ memenuhi keinginan hati pribadi. Tentu yang ada hanyalah kekecewaan. Karena sejak awal Yesus telah mengatakan bahwa Ia tidak memiliki harta kekayaan duniawi. Yesus dengan tegas juga mengatakan kalau mau mengikti dia harus meninggalkan segalanya dengan konsekwen dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada karya dan penyelenggaraan Allah.
Setiakah anda pada janji pembaptisan anda untuk menjawab undangan Yesus “Ikutilah Aku?” Atau adan telah menghianati Yesus dan “berselingkuh dengan kenikmatan dunia”? Mau mengikuti Yesus harus dengan niat yang tulus untuk mencari keselamatan dalam dia dan turut serta dalam karya penyelamatan Allah di tengah dunia. Kesetiaan pada Kristus dalam suka dan duka adalah panggilan seorang pengikut Kristus. Siapa yang setia akan menerima ganjaran keselamatan abadi.


Marilah berdoa,
Ya Kristus bantulah kami untuk setia mengikuti dikau dalam segala keadaan hidup kami.
Kuatkan kami dalam menghadapi godaan dunia ini
sehingga kami layak menerima keselamatan abadi.
Amin

Kamis, 4 Oktober 2007
Peringatan St. Fransiskus Asisi
Neh 8:1-4,6-7,8b-13; Luk 10:1-12
========================

SALAM DAMAI SEJAHTERA

Ketika merayakan ekaristi kita diundang untuk memberikan salam damai dengan maksud untuk saling mengampuni dan membagi damai sejahtera. Tetapi sayang damai yang disampaikan kerap dilakukan karena formalitas, tanpa ekspresi, kering, tanpa senyum dan tanpa melihat orang yang diberikan salam damai. Inikah damai sejahtera yang Yesus maksudkan untuk kita lakukan dan bawa dalam kehidupan kita sehari-hari??
Yesus mengutus murid-muridnya ketengah-tengah kehidupan masyarakat Yahudi, yang tentunya memiliki sikap-sikap yang berbeda, ada yang menerima dan menolak ajaran Yesus. Yesus meminta para murid untuk memberi dalam damai kepada setiap orang dalam rumah yang mereka masuki. Damai itu menjadi berkat bagi mereka yang menerima para murid. Tentunya ada yang menerima dan menolak kehadiran para murid, tapi tidak menyurutkan para mudir untuk mewartakan kabar keselamatan dan damai sejahtera bagi orang-orang Yahudi. Para murid diutus dalam kepasrahan kepada karya dan penyelenggaraan Allah supaya setiap orang boleh menerima keselamatan dan damai sejahtera.
Kita yang mengimani dan menjadi pengikut Kristus juga menerima tugas dan tanggungjawab perutusan yang sama. Membawa damai sejatera dan keselamatan ditengah kehidupan kita dan bagi dunia. Menjadi pertanyaan besar; bagaimana mungkin kita membawa damai sejatera kepada orang lain kalau kita sendiri tidak mengalami damai sejahtera dalam relasi iman kita dengan Kristus? Para murid telah lebih dahulu mengalami damai sejahtera bersama Yesus dan membuka diri dan hati untuk menerima tugas perutusan membawa damai sejahtera kepada orang lain.
Kini adalah juga tugas kita berusaha dengan sungguh-sungguh membuka diri terhadap karya dan kehendak Allah. Bekerjasama dengan Yesus sendiri untuk menjadi murid yang taat dan setia dalam kehidupan iman dan harian kita. Membiarkan Allah yang menggunakan diri kita sebagai penyalur kasih dan damai sejahteranya ditengah keluarga dan kehidupan bangsa kita. Disisi lain kita juga harus siap untuk mengalami peristiwa penerimaan dan penolakan dari dunia yang saat ini sudah sangat memprihatinakan, yang dipenuhi kebendian, dendam dan dosa. Tugas kita adalah tetap setia membawa damai sejahtera dan keselamatan bagi mereka.
Apakah saya sudah membawa damai sejahtera dan keselamatan dalam keluarga dan lingkungan hidup saya. Bukalah hati, budi dan pikiran anda untuk menjadi alat Kristus dalam karya penyelamatan dunia.

Marilah berdoa,
Ya Allah, kuatkan kami dalam mewartakan damai sejatera dan keselantanMu di tengah kehidupan keluarga dan lingkungan hidup kami. Amin



Jumat, 5 Oktober 2007
Bar 1:15:22
Luk 10:13-16
=================

KECAMAN TERHADAP KOTA-KOTA

Tata perilaku yang berlaku di sebuah kota atau tempat menunjukkan mentalitas orang-orang yang mendiaminya. Kota yang tertata rapi, bersih, tertib dan aman niscaya menunjukkan bahwa aparat dan rakyat kota tersebut juga memiliki kebiasaan yang baik. Sebaliknya kota yang kotor, mencekam dan semrawut menandakan bahwa penduduknya suka membuang sampah sembarangan, tidak berdisiplin dan segala macam perilaku negatif lainnya.
Tak dapat disangkal lagi jika hendak melihat perilaku dan sifat orang-orang yang diam di sebuah tempat, lihatlah cara mereka menata kota mereka. Paradigma semacam ini sering kita jumpai pula dalam Alkitab. Ada kategori kota yang baik dan kota yang jahat. Terdapat kota damai, namun ada pula kota maksiat.
Rupanya seperti itulah yang terjadi ketika Yesus mengucapkan kecaman terhadap kota-kota. “Celakalah Khorazim...Celakalah Betsaida...” Apa yang diucapkan Yesus dengan keras itu merupakan reaksiNya atas penolakan mereka terhadap Dia yang adalah Sang Juru Selamat.
Tentu saja sama seperti manusia, sebuah kota juga dapat bertobat. Keadaan yang semrawut tak tertata sangat mungkin diubah menjadi lebih baik dengan pembangunan. Dengan demikian, ketika Yesus melancarkan kecaman terhadap kota-kota itu sesungguhnya yang Ia kehendaki adalah pembangunan mentalitas manusianya. Dengan kata lain, Ia mengajak orang-orang bertobat dan menerima Kabar Baik dariNya.
Pembangunan mentalitas manusia dapat dimulai dari hal-hal yang kecil dan sederhana. Keuskupan Agung Jakarta saat ini sedang mengadakan sebuah gerakan mencintai lingkungan yang bersih. Dihimbau kepada umat Katolik untuk membiasaka diri membuang sampah pada tempatnya dan kalau perlu berdisiplin memisahkan sampah organik dan non organik. Mungkin kita menilai kebijakan tersebut bukan hal yang baru atau bahkan sepele. Sesungguhnya salah lah penilaian kita. Ajakan mencintai kebersihan bukanlah sesuatu yang sepele, sebab terkait erat dengan penghayatan iman. Mengupayakan lingkungan yang bersih adalah sebagian usaha terlibat dalam karya penciptaan Allah, sebab bukankah pada awalnya Tuhan menciptakan segala sesuatu itu BAIK ADANYA?
Mari kita dukung kebijakan semacam itu dengan niat sungguh-sungguh memperbaiki diri kita. Komitmen kuat perlu dibangun di antara para orang tua supaya mereka senantiasa mengajarkan dan mengingatkan anak-anak untuk membuang sampah pada tempatnya dan mencintai kebersihan. Merombak mentalitas lama yang buruk secara serempak dan bersama-sama niscaya akan menyebabkan kota dan lingkungan hidup kita berubah. Percayalah...

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, semoga kami rela menyumbangkan sesuatu yang baik demi kesejahteraan bersama dengan bersungguh-sungguh mengubah kebiasaan-kebiasaan buruk kami. Amin.





Sabtu, 6 Oktober 2007
Bar 4:5-12,27-29
Luk 10:17-24
===========================================================================

DISEMBUNYIKAN BAGI ORANG BIJAK DAN PANDAI

Tukul Arwana yang menjadi tokoh acara TV Empat Mata pernah diledek oleh bintang tamunya. Tukul dikatakan sebagai orang yang sok pintar. Menanggapi ledekan itu Tukul tidak marah. Ia berkilah, “Gakpapa sok pintar, wong kenyataannya bodo. Itu lebih baik daripada jadi orang pintar tapi kerjaannya mbodohin orang.”
Kehidupan kita sehari-hari seringkali dipenuhi obsesi untuk mengejar kepintaran. Dalam fenomen semacam itu banyak orang tua yang rela mengeluarkan biaya banyak untuk mendapatkan pendidikan yang terbaik bagi anak-anak mereka. Tujuannya tentu saja agar anak-anak menjadi pintar.
Betapa bangganya orang tua yang mendapati anak-anak mereka bertumbuh menjadi cerdas dan pintar. Tentu saja upaya menjadikan anak-anak kita pintar tidak lah salah. Hanya saja seringkali kita lupa bahwa fokus kepintaran itu tidak hanya pada kepintaran intelektual. Seringkali kita menyangka bahwa kepandaian intelektual adalah jaminan untuk menjadi orang sukses dan besar.
Banyak orang pandai dan pintar di negeri kita ini, tapi sayangnya seperti yang dikatakan oleh Tukul itu banyak pula orang pintar itu yang pekerjaannya membodohi orang lain demi keuntungan pribadi. Orang-orang besar dan pintar menganggap rakyat bodoh dan tak tahu apa-apa. Mereka menipu rakyat dengan membuat kebijakan-kebijakan yang tak pro-rakyat.
Yesus mengkritik cara hidup yang demikian itu. Ia mengecam orang-orang yang menganggap diri bijak dan pandai tapi tidak mau membuka diri terhadap Kebenaran Ilahi yang diwartakan Yesus dan para muridNya. Pengalaman hidup Yesus menunjukkan bahwa justru orang-orang kecil dan sederhana lah yang memperoleh suka cita dan kebahagiaan karena menerima dengan tulus Kabar Gembira Tuhan.
Rahasia iman seringkali tak dapat menembus otak dan kepintaran manusia. Mereka yang pandai dan merasa diri bijak tak membutuhkan Tuhan. Mereka menyangka bahwa kepandaian itu dapat menolong mereka.
Tentu saja renungan ini tak hendak mengajak kita menjadi orang bodoh. Mengupayakan kepandaian dan kebijaksanaan tetap perlu bagi kita, hanya saja jangan sampai kita menjadi pongah dan membodohi orang lain dengan kepintaran yang kita miliki. Kepandaian dan kebijaksanaan perlu diimbangi dengan kerendahan hati di hadapan Tuhan bahwa Dialah Sang Sumber Pengetahuan Sejati. St. Paulus pernah berkata bahwa salib bagi para pengikut Kristus itu bisa jadi merupakan kebodohan menurut kriteria orang Yunani. Tapi bukankah Yesus sendiri rela dianggap sebagai penjahat hina dan memikul salib, padahal kita tahu bahwa Dia adalah Putera Allah. Semoga hidup kita menjadi lebih bahagia karena kesanggupan kita rendah hati rela dianggap bodoh orang lain yang menganggap diri mereka pintar.

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, semoga kami senantiasa menjadi rendah hati dan tak mengandalkan kepandaian manusiawi kami. Amin.


Minggu, 7 Oktober 2007
Pekan Biasa XXVII
Hab 1:2-3,2:2-4; 2Tim 1:6-8,13-14; Luk 17:5-10
===========================================================================

KAMI HANYALAH HAMBA-HAMBA YANG TAK BERGUNA

Dalam dunia manajemen, pujian merupakan tindakan yang sangat penting untuk meningkatkan kinerja. Jika seorang pemimpin melihat karyawannya telah berprestasi atau melakukan sesuatu yang baik dalam kerjanya, pujian selayaknya diberikan padanya. Tentu saja reward atau imbalan yang pantas juga dapat diberikan secara material, entah dengan memberikan bonus ataupun kompensasi lainnya. Meski begitu, terbukti secara psikologis pujian yang tulus akan memberikan efek positif untuk maju dan berkembang selanjutnya.
Tentu akan menjadi sebuah persoalan juga ketika motivasi yang mendasari seseorang adalah pujian. Yang seperti itu pun tidak lah ideal sebab bisa jadi ia akan menjadi tidak bersemangat kalau tidak ada orang memberikan pujian padanya.
Injil hari ini memberikan pengajaran tentang kerendahan hati. Ajaran Yesus bukannya melawan prinsip manajemen modern ketika Ia mengatakan bahwa kita hanyalah hamba-hamba yang tak berguna; yang hanya melakukan apa yang harus kita lakukan. Dengan pernyataanNya itu, Yesus hendak mengingatkan kita agar tidak haus pujian manakala kita melakukan yang baik dan berprestasi dalam apa saja yang kita lakukan.
Ketika kita dipuji, ya kita mengucap syukur. Tetapi jika tak ada pujian atas perbuatan baik kita, hendaklah kita tidak kecewa dan tak mau lagi berbuat baik. Ada begitu banyak orang di sekitar kita yang sesungguhnya telah menjalani nasihat Yesus ini, yakni dengan rendah hati dan rela tersembunyi melakukan tugas dan kewajibannya tanpa haus akan publikasi.
Adalah seorang misionaris Belanda yang bertahun-tahun tekun tinggal di rumah kecil dan jauh dari hingar bingar. Dari hari ke hari ia bertekun dengan teks-teks sastra Jawa kuno, menyalin serta menerjemahkan serta menafsirkannya. Ya, dia adalah romo Zoetmoulder, SJ, seorang misionaris dan ilmuwan sastra Jawa kuno dari Yogyakarta.
Hidupnya mengalir dengan begitu sederhana, tanpa publikasi dan tebar pesona pujian di sana sini. Dia menghayati askese sebagai seorang empu-ilmuwan yang rela tinggal di sebagian rumah pastoran Kumetiran. Ia konsisten dengan tugas yang diembannya. Memang pujian pernah juga ia terima dari kalangan cendekiawan dan pecinta sastra Jawa kuno. Tapi saya yakin seratus persen, pastilah bukan karena pujian itu yang mendorongnya menulis ratusan buku dan artikel berbobot dan akhirnya menghasilkan karya monumental kamus Jawa kuno. Bisa jadi sabda Yesus lah menjadi daya pendorongnya dalam berkarya: “Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tak berguna; kami hanya melakukan apa yang harus kami lakukan.”

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, berilah kami daya dorong untuk menghasilkan sesuatu yang baik, bukan karena mengharapkan pujian semata, tetapi terlebih karena kerendahan dan ketulusan kami melakukan segala sesuatu dalam namaMu. Amin.




Senin, 8 Oktober 2007
Yun 1:1-17
Luk 10:25-37
===========================================================================

BELAS KASIH TERHADAP SESAMA UKURAN MEMPEROLEH HIDUP KEKAL

Penginjil Lukas menganggap penting arti belas kasih terhadap sesama yang miskin dan lemah. Ia mendokumentasikan banyak perumpamaan indah yang diajarkan oleh Yesus. Perumpamaan tentang orang Samaria yang baik hati adalah salah satu perumpamaan indah yang terdapat dalam Injil. Perumpamaan ini diletakkan dalam konteks pertanyaan seorang ahli Taurat yang hendak mencobai Yesus. Ia bertanya: “Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?”
Jelas sekali topik utama pertanyaan itu adalah hidup kekal. Setelah itu Yesus bercerita tentang orang Samaria yang baik hati; yang menolong seorang yang menjadi korban perampokan. Orang Samaria inilah yang kemudian disebut sebagai sesama manusia bagi orang yang jatuh ke tangan penyamun. Sementara itu dua orang lain yakni seorang imam dan Lewi yang lewat begitu saja di hadapan korban perampokan tidak termasuk sebagai sesama. Kesimpulannya jelas; kalau mau memperoleh hidup kekal; pergilah dan perbuatlah seperti orang Samaria itu.
Dari apa yang dikatakan oleh Yesus itu menjadi jelaslah inti pesan Injil, bahwa terdapat hubungan erat dan signifikan antara belas kasihan terhadap sesama yang menderita dengan hidup kekal. Juga dalam kisah Lazarus yang miskin dan orang kaya, kita dapat menyimpulkan mengapa pada akhirnya orang kaya itu tidak dapat menikmati pangkuan bapa Abraham dan keadaan setelah kematiannya tersiksa di api neraka. Penyebabnya adalah karena ia menutup mata terhadap penderitaan Lazarus selama di dunia. Lazarus tiap hari ada di depan pintu rumahnya, mengharapkan serpihan roti yang tersisa dari meja perjamuan, tapi tak ada tindakan dari orang kaya itu untuk menolong Lazarus. Terhadap orang miskin tak ada solidaritas, maka tak ada hidup kekal yang menyenangkan.
Menolong sesama yang sedang jatuh, sengsara dan miskin adalah sesuatu yang penting dalam hidup kita. Begitu pentingnya aktivitas tersebut sehingga Yesus berkali-kali mengingatkan korelasinya dengan hidup kekal. “Barangsiapa melakukan sesuatu untuk salah seorang saudaraKu yang hina ini, dia melakukannya untukKu,” demikian Yesus pernah bersabda.
Sungguh, ukuran mencintai dan mengasihi Tuhan dapat dilihat dari praktek hidup kita terhadap sesama yang menderita. Sudahkan kita memiliki compassion (belas kasih)? Kalau kita hendak mengukur cinta kita terhadap Dia, cintailah sesama kita tanpa ukuran, terutama mereka yang sedang ditimpa kemalangan dan membutuhkan pertolongan kita.

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, berilah kami senantiasa kepekaan hati menolong sesama yang membutuhkan pertolongan sehingga dengan demikian kami boleh menikmati janjiMu, yakni memperoleh hidup kekal. Amin.






Selasa, 9 Oktober 2007
Yun 3:1-10
Luk 10:38-42
===========================================================================
BERSAING MEREBUT HATI YESUS

Adalah seorang pemuda yang sering “main” ke rumah salah satu keluarga tidak jauh dari tempat kerjanya. Ternyata di rumah keluarga itu ada dua orang puteri kakak-beradik. Keduanya cantik dan lincah. Pemuda itu berpikir-pikir bagaimana cara menemukan strategi jitu agar salah satu dari dua puteri itu akan terjaring untuk menjadi tambatan jantung-hatinya. Untuk meraih tujuan tersebut pemuda itu mulai ikut-ikut kegiatan di lingkungan. Bakat main gitar dan pintar menyanyi membuat dia semakin dikenal oleh umat di lingkungan. Ketua seksi liturgi lingkungan meminta kesediaannya untuk menjadi dirigen koor lingkungan. Tawaran itu diterimanya dengan penuh sukacita. Pintu masuk untuk meraih idamannya terbuka lebar! Dua orang gadis beradik-kakak yang cantik lagi lincah itu adalah dua puteri dari Ketua Seksi Liturgi Lingkungan. Keduanya aktif sebagai anggota koor lingkungan. Suara keduanya pun aduhai! Maka, singkat kata, proses rajut-merajut tali-temali jaringan kasih antara pemuda sang dirigen dengan kedua puteri itu terjadilah. Bersaing merebut hati sang pemuda bersemilah dalam lubuk hati kedua sang puteri. Yesus bersama murid-muridNya sering “main” ke rumah Marta dan Maria. Yesus sangat mencintai mereka. Rupanya mereka sadar betul rumah mereka bagi Yesus bagaikan oasis penuh kesejukan dan kenyamanan. Yesus membutuhkan suasana sejuk dan nyaman, sekadar melepas rasa letih, setelah sibuk berkeliling berbuat baik. Yesus membutuhkan kekuatan agar dapat melanjutkan misiNya yang segera mencapai puncaknya di Yerusalem. Yesus sangat mendambakan Marta dan Maria sungguh-sungguh merasakan pergulatan batinNya dan bahkan mendukung dengan sepenuh hati apa yang sedang diperjuangkan Yesus, yakni berhasil tuntas memenangkan terwujudnya kehendak Allah, yang merupakan tujuan tunggal tugas perutusanNya untuk keselamatan manusia. Marta dan Maria bersaing merebut hati Yesus yang sedang “bergundah-gulana” membayangkan peristiwa penyaliban yang akan segera menimpa diriNya. Apa boleh buat, “persaingan” dimenangkan oleh Maria. Dia mendapat bagian yang terbaik, karena manfaatkan waktu sebaik-baiknya untuk dekat dengan Yesus dan dengan penuh perhatian mendengarkan curahan hati Yesus. Marta sibuk dengan urusan dapur (perut). Itu baik, tetapi tidaklah cukup. Karena itulah dia dapat teguran dari Yesus. Dengan itu dia disadarkan agar waktu untuk mendekatkan diri pada Yesus, mendengarkan dan meresapkan firmanNya harus mendapat prioritas. Hanya dengan begitu kesibukannya menjadi bermakna. Bagaimana dengan anda? Mampukah anda merebut hati Yesus? Berani bersaing dengan Maria? Silakan! Tetapi daripada kalah bersaing, sebaiknya anda dengan rendah hati belajar dari cara Maria mendapatkan bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya, yaitu selalu siapkan waktu untuk dekat dengan Yesus, rajin merayakan ekaristi, tekun berdoa, setia merenungkan firman Tuhan dan dengan teguh hati menghayatinya.

Marilah berdoa,
Tuhan Yesus, semoga aku selalu dapat memilih bagian yang terbaik, seperti Maria. Amin.


Rabu, 10 Oktober 2007
Yun 4:1-11
Luk 11:1-4
===========================================================================

BAPA MAMA AJARLAH KAMI BERDOA

Hai, para bapa dan ibu, pernahkah mendengar putera-puterimu meminta seperti ini: “Bapa mama, ajarlah kami berdoa?” Anda sebagai bapa dan ibu merasa bangga dan berbahagia kalau putera-puterimu meminta untuk diajarkan berdoa. Sebaliknya, merasa sedih kalau putera-puterimu tidak pernah meminta untuk diajarkan berdoa! Kalau putera-puterimu tidak pernah meminta seperti itu, siapakah yang harus bertanggung jawab? Resapkan makna pernyataan ini: “Bapa ibu adalah guru pertama dan utama bagi anak-anaknya!” Apa yang wajib bapa dan ibu lakukan agar putera-puterimu pada waktunya mendekatimu dan meminta untuk diajarkan berdoa? Cinta akan doa atau kebiasaan berdoa itu harus ditanamkan dalam diri putera-puterimu sejak mereka dilahirkan. Bagaimana itu bisa terwujud? Cinta akan doa atau kebiasaan berdoa harus lebih dahulu membudaya dalam diri dan hidup bapa dan ibu. Cara berdoa bapa dan ibu harus berdaya pikat, mampu menarik minat putera-puterimu sedemikian rupa sehingga mereka secara spontan minta kepadamu: “Bapa mama, ajarlah kami berdoa!” Murid-murid Yesus sering menyaksikan Yesus berdoa. Yesus tidak hanya sibuk berkeliling mewartakan kerajaan Allah sambil berbuat baik, tetapi juga menyendiri ke tempat sunyi untuk berdoa. Bagi Yesus berdoa itu adalah suatu aktivitas yang menjadi puncak dari semua aktivitasNya yang lain. Yesus berdoa tidak sekadar mengisi waktu luang. Berdoa bagi Yesus adalah kebutuhan yang mendarah-daging, yang erat melekat pada hati batinNya. BagiNya aktivitas berdoa itu adalah roh yang menjiwai seluruh kegiatanNya dan kunci keberhasilanNya dalam mengemban tugas perutusan sebagai Almasih. Tentu murid-muridNya akhirnya merasa sangat terkesan dengan seringnya dan caranya Yesus berdoa. Yesus tidak mengajarkan murid-muridNya berdoa dengan cara menggebu-gebu. Dia tidak memaksakan keinginanNya. Biarlah murid-muridNya yang mengambil inisiatif meminta untuk diajarkan doa. Begitulah yang terjadi sebagaimana dikisahkan dalam Injil hari ini. Salah seorang murid-muridNya minta kepadaNya: “Tuhan, ajarlah kami berdoa!” Permintaan ini disampaikan setelah Yesus berdoa di salah satu tempat. Atas permintaan tersebut, Yesus akhirnya menyingkapkan rahasia doaNya. Ternyata Yesus memiliki doa yang sangat istimewa, yakni doa “BAPA KAMI”. Doa ini punya daya pikat luar biasa dan daya tembak jitu yang menohok jantung kerahiman Allah Bapa. Doa BAPA KAMI adalah jantung dan acuan segala doa. Doanya padat, singkat, jelas dan bernas isinya. Doa ini seakan menegur orang yang suka bertele-tele dalam doanya seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah (bdk. Mat.6:7). Doa BAPA KAMI hendaknya menjadi acuan semua doa kita. Dalam berdoa kita berhadapan dengan Allah sebagai Bapa kita yang mahabaik. Ungkapkan saja dengan polos inti harapan dan kerinduan kita, yakni: agar Nama Allah dikuduskan, KerajaanNya datang ke dunia ini. Allah Bapa kita yang mahabaik itu pasti akan memperhatikan kebutuhan mendasar kita, yaitu: rejeki setiap hari secukupnya, pengampunan atas dosa-dosa kita serta dijauhkan dari segala pencobaan.

Marilah berdoa,
Bapa kami yang ada di surga, dimuliakanlah namaMu, datanglah kerajaanMu, jadilah kehendakMu di atas bumi seperti di dalam surga. Berilah kami rejeki pada hari ini dan ampunilah kesalahan kami seperti kami pun mengampuni yang bersalah kepada kami. Dan janganlah masukkan kami ke dalam percobaan, tapi bebaskanlah kami dari yang jahat. Amin
.

Kamis, 11 Oktober 2007
Mal 3:13-4:2a
Luk 11:5-13
===========================================================================
MINTA DAN DAPAT

Orang berkata, “jika anak minta ikan, berilah kail.” Kalimat itu memang bagus, maksudnya juga bagus. Tetapi kerap kali karena pemikiran segalanya harus instan, maka lebih sering yang diharapkan adalah ikannya, bukan kailnya. Demikian pun dalam hal meminta kepada Bapa Surgawi. Sering kali ketika meminta, kita berharap bahwa Dia akan memberi apa yang kita minta. Kita berharap bahwa Dia akan memberi seperti yang kita harapkan.
Pengalaman dalam doa, mengajarkan pada kita bahwa Tuhan amat jarang memberi “ikan”. Dia lebih sering memberi “kail” yang mungkin malah kail dalam kondisi yang belum dipasang. Sering kali kail yang Dia beri, berupa kail dalam kondisi yang belum siap pakai. Ketika kita berharap mendapat bunga dan kupu-kupu yang indah dalam kehidupan ini, ternyata lebih sering kita mendapatkan kaktus berduri dan ulat dalam hidup. Kita mengharapkan yang indah dan baik, tetapi justru duri derita dan kejijikan dalam ulat yang kita dapatkan. Pemikiran segalanya harus instan, mengacaukan pandangan kita. Maka, ketika menerima kaktus dan ulat itu, kita menjadi patah semangat. Padahal jika kita bersabar, bertekun, maka kaktus itu juga akan menghasilkan bunga yang amat langka dan ulat itu akan berubah menjadi kupu-kupu yang indah.
Betapa sering kita menjadi orang yang tak sabar dalam mengharapkan bantuan rahmat Ilahi. Gambaran kita adalah “Tuhan akan memberi seperti yang kita bayangkan” karena Dia berkata,”jika kamu meminta, kamu akan mendapat.” Alangkah baiknya bila kita membuka mata hati kita untuk mengerti bahwa Tuhan memang selalu menjawab doa kita. Tetapi kita hendaknya sadar bahwa Tuhan lebih sering memberi kita “kail”, bukan “ikan”nya. Kita berdoa namun juga berusaha supaya kail itu menghasilkan ikan.

Aku meminta kekayaan agar aku bahagia,
namun Dia memberi kekurangan agar aku bijaksana.
Aku minta kuasa agar aku dipuja,
namun Dia memberiku kelemahan agar aku tergantung padaNya.
Aku minta segala sesuatu agar aku menikmati kehidupan,
namun Dia memberiku kehidupan, agar aku menikmati kehidupan.
Aku minta kesehatan agar aku mengerjakan yang lebih besar,
namun Dia memberiku anugerah agar mengerjakan yang lebih baik.
Aku tidak selalu mendapatkan apa yang aku minta,
tetapi aku tahu, bahwa doaku selalu terjawab”


Marilah berdoa,
Ya Yesus, ajarilah kami berdoa dengan tekun dan sabar. Amin
.


Jumat, 12 Oktober 2007
Yl 1:13-15
Luk 11;15-26
===========================================================================

SETAN DAN TUHAN

Emily, seorang yang meninggal karena kerasukan setan. Imam yang membantu dia terlepas dari cengkeraman setan malah dituduh sebagai pembunuh yang menyebabkan kematian Emily. Stigmata yang ada pada tubuh Emily dianggap oleh jaksa penuntut sebagai akibat dari sakit ayan yang dideritanya. Akibatnya, imam yang mendampinginya harus diadili. Melihat dari data dan fakta, penuntut menang karena jejak data kekuasaan ilahi tidak dapat dibuktikan secara ilmiah. Pembela tidak dapat menunjukkan bukti bahwa memang benar imam itu membantu dalam soal yang bersifat mistik. Meskipun secara nyata keterlibatan alam mistik Ilahi dapat dirasakan, tetapi data ilmiah tidak dapat mendukung. Akhirnya, imam itu diputuskan bersalah tetapi tidak menjalani hukuman penjara. Persoalan apakah Emily adalah seorang penderita ayan atau seorang kudus yang amat menderita karena mendapat tanda sengsara Tuhan dapat diputuskan sendiri ketika seorang berkunjung ke pusaranya dan menikmati buah penderitaannya.
Eksorsisme memang praktek Gerejani yang tetap relevan sampai sekarang. Banyak orang bersikap seperti penuntut dalam film “exorcism” dan minta data ilmiah tentang tanda-tanda kerasukan setan. Sementara beberapa orang lain berpikir bahwa tanda-tanda mistis keterlibatan iblis juga merupakan hal yang nyata dan harus diperangi secara mistik Kristiani.
Yesus juga dituduh sebagai seorang pelaku eksorsis. Persoalannya, orang menilai Dia melakukannya dengan kekuatan Iblis. Menilai kekuatan iblis dan kekuatan Tuhan, mungkin tidak selalu mudah. Kadang timbul penilaian bahwa jika segalanya tampak baik, maka itu adalah pekerjaan Tuhan, sedangkan bila terjadi sebaliknya, itu adalah pekerjaan iblis. Itulah salah satu penyesat dalam meletakkan kepercayaan. Padahal Tuhan tidak selamanya membuat kita sehat. Tuhan juga tidak selamanya membuat kita tidak harus memikul salib. Bahkan kita sudah diperingatkan, siapa yang mau mengikuti Dia, harus siap memikul beragam bentuk salib kehidupan. Betapa sering kita menduga bahwa penderitaan adalah tanda pekerjaan iblis atau tanda bahwa Tuhan amat jauh. Hal yang terjadi bisa sebaliknya. Justru ketika mengalami hal yang baik dan menyenangkan kita harus lebih waspada dan bertanya, apakah itu pekerjaan iblis atau pekerjaan Tuhan?
Orang pada zaman Yesus juga bertanya-tanya, kekuatan apakah yang dipakai oleh Yesus. Apakah itu kekuatan Ilahi atau kekuatan Iblis? Tetapi dari buahnyalah kita bisa menilai apakah kebaikan itu dari Tuhan atau dari iblis.

Marilah berdoa,
Ya Yesus, lingkupilah kami dengan kekuasaan IlahiMu.
Jangan biarkan kami terjebak dan bersandar pada kekuasan beelzebul.
Amin.






Sabtu, 13 Oktober 2007
Yl 3:12-21
Luk 11:27-28
===========================================================================
ALLAH SUMBER KEBAHAGIAAN

Hidup dalam kebahagiaan merupakan hal yang amat didambakan manusia. Untuk maksud ini manusia terus berjuang mewujudkannya. Tentang kebahagiaan seringkali ada perbedaan pemahaman pada masing-masing orang. Sebetulnya hal penting yang perlu disadari bahwa kebahagiaan itu berkaitan dengan disposisi batin manusia. Karena itu, kebahagiaan selalu dimengerti sebagai situasi batin dimana orang merasa damai, tenang, nyaman, senang/sukacita, dan seterusnya.
Ketika seorang wanita menyatakan kepada Tuhan Yesus: “ Berbahagialah ibu yang telah mengandung Engkau dan susu yang telah menyusui Engkau ”; Tuhan Yesus menyatakan: “ Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan memeliharanNya.” Pernyataan dari Tuhan Yesus ini menunjukkan bahwa sumber kebahagiaan manusia itu adalah Allah sendiri. Agar manusia mengalami kebahagiaan, maka Allah menuntun manusia dengan firmanNya sendiri. Oleh karena itulah Tuhan Yesus mengatakan, “ Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan memeliharanya.”
Seruan ini jelas mengisyaratkan umat manusia bahwa firman Allah tidak hanya sekedar didengar atau dibaca. Lebih jauh dari itu, firman Allah harus dipelihara dan dilaksanakan dalam hidup. Dalam kesungguhan memelihara dan melaksanakan firman Allah, lambat laun menghantar manusia menemukan makna hidupnya dalam terang firman itu sendiri.
Seringkali manusia kehilangan kebahagiaan. Sebab utama dari hal ini adalah karena orang mencari atau mengusahakan kebahagiaan pada sumber-sumber yang sementara sifatnya. Memang penting bahwa manusia berjuang agar hidupnya menjadi lebih kaya; mengemban jabatan/pangkat tertentu sebagai panggilan hidup; mengupayakan status sosial yang layak sebagai perwujudan dari keluhuran martabat. Tetapi harus tetap diingat bahwa semua hal ini adalah sarana dan bukan tujuan dalam hidup. Tujuan hidup manusia adalah kebahagiaan; dan seperti yang telah diungkapkan di atas, sumber kebahagiaan adalah Allah sendiri. Maka, barangsiapa mendambakan kebahagiaan datanglah kepada Allah; dengarkanlah firmanNya dan laksanakan itu dalam hidup.
Dengan banyaknya gerakan-gerakan iman sekarang ini, maka hampir dapat dipastikan kita banyak membaca firman Tuhan dalam Kitab Suci dan menggumuli isinya.
Persoalannya, apakah kita melaksanakan firman Tuhan itu dalam hidup? Kalau firman Tuhan sudah kita laksanakan, apakah hal tersebut kita laksanakan dengan tekun dan konsisten?

Marilah berdoa,
Allah Sang Sumber Kasih, bantulah kami dengan RohMu yang kudus, agar selalu terdorong mencari makna hidup dalam firmanMu. Semoga firmanMu menuntun kami dan mengarahkan jalan hidup, sehingga akhirnya kami menemukan kabahagiaan hidup. Dikaulah sumber hidup kami, kini dan sepanjang segala abad. Amin.




Minggu, 14 Oktober 2007
Pekan Biasa XXVIII
2Raj 5:14-17; 2Tim 2:8-13; Luk 17:11-19
===========================================================================
YESUS KRISTUS CINTA ALLAH YANG MENYEMBUHKAN

Dalam pandangan lama bangsa Yahudi penyakit kusta dilihat sebagai penyakit yang menajiskan. Karena itu orang yang berpenyakit kusta harus diasingkan dan hidup terbuang di luar komunitas. Apabila mereka berpapasan dengan orang lain, maka dari jauh mereka harus berteriak najis agar orang tidak mendekat. Seringkali mereka dilempari batu supaya menjauh dari sesamanya. Dengan perlakuan seperti ini mereka tidak hanya mengalami penderitaan fisik tetapi juga penderitaan bathin yang sangat mendalam.
Haruskah mereka mengalami situasi terpuruk seperti ini? Sebenarnya tidak; apabila orang lain memahami dan mau solider dengan mereka. Perlakuan yang mereka terima justru sebaliknya.
Dalam kondisi seperti ini hasrat untuk sembuh demikian kuat. Maka ketika Yesus lewat, mereka memohon, “Yesus guru kasihanilah kami.” Lalu Yesus menyuruh mereka: “Pergilah perlihatkan dirimu kepada imam-imam.” Dalam perjalanan mereka sembuh. Akan tetapi walaupun mereka mendapat rahmat kesembuhan secara luar biasa, namun hanya satu orang dari mereka yang kembali kepada Yesus untuk bersyukur. Dia itu orang kafir.
Dalam peristiwa penyembuhan ini nampak jelas kuasa Allah yang penuh kasih. Pengalaman akan kasih Allah melalui Tuhan Yesus tidak hanya dialami oleh orang-orang kusta itu hanya pada saat mereka merasa dirinya sembuh. Pengalaman kasih Allah mereka rasakan ketika Tuhan Yesus mau mendengarkan mereka, berdialog dan datang dekat pada mereka. Perlakuan seperti ini amat berbeda dengan perlakuan sesamanya.
Kekuatan cinta Allah yang mampu membebaskan manusia dari situasi keterpurukan seharusnya mendorong manusia untuk bersyukur kepada Allah. Dari cerita tentang sepuluh orang kusta kenyataanya lain. Hanya satu dari mereka (orang kafir ) yang datang kepada Yesus untuk bersyukur. Sembilan yang lain berjalan terus dan tidak pernah kembali lagi untuk bersyukur. Lalu Yesus bertanya: “Di manakah sembilan orang yang lain, bukankah mereka juga telah sembuh? “
Kadang-kadang manusia berpikir bahwa dengan pertanyaan ini seolah-olah Tuhan Yesus menuntut. Dalam arti tertentu bisa benar demikian. Tetapi kita juga bisa mengartikan pertanyaan di atas sebagai bentuk pendekatan dari Tuhan sendiri yang mau mengarahkan manusia agar menyadari penyelenggaraan Allah dalam hidup. Artinya kebaikan yang manusia alami dalam hidup bukanlah semata-mata karena kehebatan dan hasil dari kerja manusia semata-mata. Kebaikan itu dialami justru karena Allah bermurah hati. Karena itu bersyukur dan berterima kasih kepada Allah mutlak sifatnya.
Rahmat kesembuhan yang dialami orang kusta sebagaimana diceritakan dalam Injil adalah tanda kasih Allah. Kasih Allah dialirkan kepada masing-masing orang dalam banyak bentuk. Ada yang mengalami kasih Allah dalam bentuk perkembangan usaha, suasana rumah yang baik dan bahagia, anak-anak yang baik dan cerdas, lingkungan hidup yang nyaman dan suasana kebersamaan yang penuh persaudaraan, terbebas dari masalah-masalah yang rumit, dll.
Kita bersyukur untuk semuanya itu, kita perlu selalu sadar untuk tidak melewatkan hari-hari hidup dengan rasa bangga dan gembira tanpa kembali untuk bersyukur kepada Dia yang telah memberikannya.
Maka kita perlu bertanya kepada diri kita masing-masing apakah kita telah menjadi seperti satu orang kusta yang kafir? Atau seperti sembilan orang kusta lainnya yang setelah mengalami kesembuhan tidak kembali lagi kepada Yesus?

Marilah berdoa,
Allah yang Maha Baik, banyak rahmat telah kami terima dari padaMu. Seringkali kami larut dalam kegembiraan dan tenggelam dalam banyak kesibukan, sehingga tidak datang untuk bersyukur kepadaMu. Sadarkanlah kami ya Tuhan akan kelemahan ini dan tuntun kami pada jalanMu. Sebab Dikaulah sumber hidup kini dan sepanjang masa. Amin.



Senin, 15 Oktober 2007
Peringatan St. Theresia Avila, Perawan dan Pujangga Gereja
Rm 1;1-7; Luk 11:29-32
===========================================================================

TANDA SEBAGAI BUKTI

Suatu kali seorang manajer memanggil wakilnya. Manajer itu hendak cuti keluar kota selama seminggu. Ia mau supaya selama ia tidak ada wakilnya itulah yang diserahi tanggung jawab menggantikan dirinya. Kepada wakilnya itu, sang manajer menanyakan kesanggupan wakilnya menggantikan dirinya secara penuh. Wakilnya menyanggupi tugas itu. Tapi manajer mengejar lebih lanjut. “Apa buktinya kamu bisa saya percaya?”
Lalu wakilnya berkata, “Baiklah kita buat surat bermeterai. Akan saya tanda tangani. Itulah buktinya saya sanggup menjalankan tugas saya.” Lalu mereka berdua duduk bersama, merumuskan sebuah surat resmi yang dijadikan pegangan oleh manajer itu selama ia tidak ada di tempat. Manajer itu bercuti dengan lega dan tanpa beban karena ia memegang tanda bukti komitmen wakilnya dalam menggantikan tugasnya.
Manusia membutuhkan bukti nyata yang merupakan tanda keseriusan seseorang melaksanakan sesuatu. Demikian pula orang banyak yang mendengarkan Yesus menuntut bukti bahwa Yesus itu adalah benar-benar utusan Allah. Dalam sejarah bangsa mereka, telah banyak muncul tokoh nabi yang membawa tanda dan bukti spektakuler. Satu di antaranya adalah Yunus. Bagi orang Israel Yunus adalah seorang tokoh utusan Tuhan. Sekalipun Yunus berusaha menolak tugas dari Allah untuk mentobatkan kota Niniwe dan penduduknya, tapi ia tak bisa berkelit. Sekuat apapun usaha Yunus menghindari Allah, tapi Allah selalu dapat menangkapnya. Sampai-sampai Yunus pernah hidup di dalam perut ikan selama 3 hari. Itu adalah tanda mujizat kebesaran Tuhan. Kalau Allah sudah berkehendak, tak ada kuasa apapun yang dapat menggagalkannya. Yunus akhirnya dapat mentobatkan penduduk Niniwe, mulai dari raja, rakyat dan hewan peliharan kota Niniwe.
Sangat dapat dimengerti kalau orang-orang itu sangat terkesan dengan tanda Yunus itu. Maka mereka meminta agar Yesus juga dapat menunjukkan bukti kenabianNya. Hal itu jusru menyulut kemarahan Yesus. Ia mengatakan bahwa angkatan yang meminta tanda Yunus itu adalah angkatan yang jahat. Seharusnya mereka tahu bahwa Yesus itu lebih besar daripada Yunus. Yunus mampu bertahan hidup dalam kegelapan perut ikan selama 3 hari. Padahal Yesus lebih hebat. Ia berada dalam kegelapan makam selama 3 hari dan sesudahnya bangkit dari wafat.
Yesus sungguh-sungguh mencela sikap iman yang selalu menuntut bukti. Persoalan iman tidak mutlak harus diawali dengan bukti ilmiah yang kasat mata. Yang dibutuhkan adalah hati yang terbuka dan tulus menerima pewartaanNya. Adakah iman itu dalam diri kita masing-masing?

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, semoga iman kami senantiasa Kaubaharui tidak harus dengan bukti dan tanda yang besar, melainkan melalui peristiwa hidup kami sehari-hari. Amin.






Selasa, 16 Oktober 2007
Rm 1:16-25
Luk 11:37-41
===========================================================================

PENAMPILAN LUAR

Di suatu lingkungan, berkumpullah ibu-ibu setelah doa lingkungan. Mereka berkasak-kusuk dan bergosip tentang penampilan pastor mereka. Pada dasarnya mereka membicarakan selera berpakaian pastor mereka yang tak rapi. Selalu pakai baju yang itu-itu saja, tidak pernah bersepatu, suka pakai kaos oblong dan bla..bla banyak lagi yang dibahas. Intinya mereka mengharapkan agar para pastor itu semestinya menjaga penampilan dan kerapian dalam berpakaian.
Akhirnya salah seorang ibu itu menyampaikan resolusi. “Baiklah kita tentukan supaya di antara kita ada yang berani menjadi utusan kita, datang kepada pastor dan memberikan masukan kepada pastor tentant cara berpakaiannya. Ada yang berani?”
Tiba-tiba semuanya terdiam membisu. Tak satupun di antara mereka yang menawarkan dirinya berbicara dengan pastor. Pertemuan itu bubar begitu saja dan pastor tak pernah mendengar masukan dari umatnya tentang cara berpakaiannya.
Dalam kehidupan kita betapa banyak hal yang hanya diukur dan dilihat dari penampilan luarnya. Style dan gaya penampilan luar menentukan banyak hal. Contohnya para sales dan pramuniaga. Mereka dituntut tampil dengan cantik mempesona dan rapi agar dapat menarik minat orang membeli produk yang mereka tawarkan. Kadang-kadang produk itu sendiri tidak lebih penting dari cara-cara dan penampilan lahiriah yang mereka perlihatkan.
Persis yang terjadi di antara orang-orang Farisi yang menjamu Yesus. Mereka mencela tindakan Yesus yang sebelum makan tidak mencuci tanganNya lebih dahulu seperti yang biasa mereka lakukan dan tentukan dalam adat-istiadat. Orang-orang Farisi sama pengecutnya seperti ibu-ibu yang bergosip tentang penampilan pastor tadi. Mereka tak berani berkata langsung kepada Yesus. Mereka hanya melihat dengan pandangan heran dan mencela.
Yesus tahu arti pandangan itu. Kemudian Yesus mengecam mereka. Orang-orang Farisi dikatakan oleh Yesus sebagai orang-orang yang hanya memperhatikan penampilan luar saja. Padahal bagian dalam hati mereka penuh dengan rampasan dan kejahatan. Dalam ungkapan masa kini ungkapan Yesus itu senada dengan ini: penampilan luarnya saja yang wah, tapi hatinya bobrok. Untuk apa mementingkan penampilan luar tanpa ada upaya membersihkan penampilan dari dalam?
Yesus menghargai ketulusan dari dalam. Perilaku dan penempilan tidak lah menentukan kebaikan seseorang. Kalau yang di dalam bersih, pastilah yang di luar pun bersih. Sebaliknya belum tentu yang dari luar kelihatan bersih, demikian keadaannya di dalam. Jauh lebih penting inner (yang di dalam) daripada yang tampak oleh mata.

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, ajarilah kami untuk lebih mengutamakan keutamaan dari dalam diri kami daripada penampilan jasmaniah kami. Amin.




Rabu, 17 Oktober 2007
Peringatan St. Ignasius Antiokhia, Uskup dan Martir
Rm 2:1-11; Luk 11:42-46
===========================================================================

SANTO IGNASIUS SAKSI IMAN YANG SEJATI

Ignasius memiliki kepridian yang sangat mengagumkan dan mengesankan. Secara intelektual, Ignasius memiliki kemampuan rasional (orang pandai) dan secara persona, Ignasius merupakan orang saleh dan bijaksana. Kepribadiannya yang demikian menjadi dasar pijak untuk diangkat dan ditahbiskan sebagai Uskup Antiokhia.
Tugas kegembalaan yang Gereja percayakan padanya dilaksanakan secara tuntas dan konsekuen. Uskup Ignasius tidak pernah merasa gentar dalam menyaksikan iman Kristiani yang telah dimilikinya, walaupun pada masa itu Kaisar Trajanus menggalang kegiatan pembasmian orang-orang Kristiani yang tak mau mengakui dirinya sebagai Titisan Dewa (Tuhan). “Janganlah menyebut jahat orang yang membawa Tuhan dalam dirinya. Akulah Ignasius, pemimpin oran-orang yang sekarang berdiri di hadapanmu. Kami semua pengikut Kristus, yang telah disalibkan bagi keselamatan umat manusia. Kristus itulah Tuhan kami dan Ia tetap tinggal dalam hati kamidan menyertai kami.” Kata-kata ini diungkapkan Uskup Ignasius di hadapan Kaisar Trajanus yang bertanya kepadanya: “Siapakah engkau hai orang jahat yang tidak menaati titahku?” Sama seperti Kristus, Uskup Ignasius pun berani dan rela menanggung resiko demi kesetiaannya untuk mewartakan karya keselamatan Allah yang telah diwariskan oleh Kristus. Dia sungguh meneladani Kristus secara paripurna. “Kekasihku sudah disalibkan, maka akupun tidak merindukan sesuatu yang duniawi melainkan merindukan persatuan segera dengan Dia,” tulis Uskup Ignasius dalam suratnya kepada umatnya di Antiokhia.
Keberhasilan dan kesuksesan St. Ignasius dalam menghayati tugas kegembalaan Gereja ini ditopang oleh kepribadiannya (pandai, saleh dan bijaksana). Kepandaian yang St. Ignasius miliki telah didayagunakan secara tepat dalam mengelola segala potensialitas dirinya, sehingga tampak jelas bahwa selalu terarah kepada perwujudan kehendak Allah semata-mata. Kesalehannya telah menjadikan St. Ignasius sebagai gembala umat Allah yang memiliki rasa hormat terhadap Ekaristi Kudus. “Satu saja Tubuh Tuhan kita Yesus Kristus, dan satu juga Piala DarahNya. Keduanya dikurbankan di atas satu altar oleh satu Uskupmu bersama imam-imam dan diakon-diakon,” tulis St. Ignasius dalam surat kepada umatnya. Kebijaksanaan diri yang dimiliki St. Ignasius telah memampukannya untuk berani menanggung resiko dan rela mengurbankan diri demi imannya yang teguh akan Kristus. Ya, dia pandai sekaligus saleh serentak bijaksana. Artinya, bahwa dalam dirinya ada korelasi yang sinergis antara kemampuan insani dan kekuatan ilahi. Segala sesuatu yang termasuk insani disucikan dan disempurnakan oleh yang ilahi. Dengan demikian, St. Ignasius mampu menjadikan hidup Yesus sebagai hidupnya sendiri.
Apa yang bisa kita petik dari orang kudus ini? Sesungguhnya ada satu kesaksian hidup yang sangat bermakna untuk kita teladani dari St. Ignasius, hidup Kristus menjadi hidup kita dan karya perutusan Kristus menjadi karya perutusan kita. Secara sederhana, marilah kita selalu menempatkan Kristus sebagai Penyelamat dan Penebus, Penopang dan Penjamin hidup bahagia untuk selama-lamanya. Marilah kita selalu mengawali segala usaha kita dengan Kristus, melaksanakannya bersama Kristus, dan menyelesaikannya di dalam Kristus. Dengan demikian, kehendak Allah akan benar-benar terlaksana di dalam diri kita. Bahwa kita akan hidup bahagia selamanya, karena Allah menghendaki agar kita yang memiliki persekutuan hidup yang erat mesra dengan DiriNya senantiasa selamat dan bahagia. Dalam diri Kristus, misteri ilahi telah tersingkap secara paripurna. Karena itu, turutilah hidup Kristus sebagaimana telah ditelandankan oleh St. Ignasius.

Marilah berdoa,
Ya Yesus Kristus, semoga Engkau selalu ada di dalam seluruh diri kami dan kami selalu ada di dalam Dikau sebab Engkaulah satu-satunya Tuhan yang telah menyelamatkan kami dan Engkaulah juga penuntun kami dalam seluruh ziarah hidup di atas bumi ini. Benamkanlah semangat hidup Kristiani St. Ignasius di dalam diri kami, supaya kami pun mampu menjadi saksimu yang sejati.
Amin.


Kamis, 18 Oktober 2007
Pesta St. Lukas, Pengarang Injil
2Tim 4:10-17b; Luk 10:1-9
===========================================================================
KESELAMATAN ALLAH UNTUK SEMUA BANGSA

Hari ini Gereja merayakan pesta St. Lukas, Pengarang Injil. Kisah-kisah seputar kehidupan St. Lukas memperlihatkan bahwa pada mulanya Lukas adalah seorang kafir. Ia lahir dari sebuah keluarga kafir di Antiokhia. Pekerjaan pokoknya adalah memberikan perawatan kepada mereka yang sakit dan membutuhkan pertolongannya sebagai tabib terkemuka. Ya, Lukas adalah seorang tabib, seorang dokter.
Lukas mengetahui ajaran-ajaran Kristiani dan mengenal kekhasan hidup sebagai orang Kristen lewat pewartaan dan kesaksian hidup orang-orang Kristen perdana yang menyebar ke Antiokhia, akibat penganiayaan yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi. Pengetahuan dan pengenalan ini telah mengantarnya kepada pertobatan dan penyerahan diri untuk menjadi orang Kristen yang sejati. Lukas serentak menjadi orang Kristen dan Pengarang Injil.
Setelah mengenakan mahkota Kristiani, Lukas menjadi teman seperjalanan Paulus untuk malaksanakan karya-karya misioner di Makedonia, Yerusalem dan Roma. Moment ini juga dimanfaatkan oleh Lukas untuk mengoleksi bahan-bahan yang mau dipergunakan dalam penulisan Injil Lukas dan bagian pertama Kisah Para Rasul. Lukas memperhatikan secara saksama dan merekam secara tepat ajaran-ajaran Paulus yang disampaikan kepada umat yang datang dan mendengarkan pewartaannya.
Injil yang ditulis oleh St. Lukas sangat khas dan unik. Dari segi gramatika, bahasa yang dia gunakan sangat halus dan kisah-kisah tentang pewartaan Kristus disajikannya secara lancar. Sedangkan dari segi esensi, St. Lukas menekankan bahwa evangelisasi atau khabar gembira Yesus Kristus selalu diperuntukan kepada semua bangsa, khususnya bagi mereka yang lemah dan hina-dina, kaum fakir miskin dan tertindas, para pendosa yang menyesal dan bertobat. Tujuan yang hendak St. Lukas tonjolkan dalam pewartaannya ini adalah, bahwa Allah memiliki perhatian yang khusus dan istimewa kepada mereka yang terbuang di tengah kehidupan bersama dan mereka yang selalu luput dari perhatian banyak orang. Bahwa Allah justeru selalu mencurahkan rahmat cinta kasihNya secara lebih kepada orang-orang seperti ini. Ya, bagi merekalah Allah telah datang dan tinggal bersama-sama dengan manusia di atas bumi ini. Prinsip dasar yang St. Lukas gunakan, bukan orang sehat yang memerlukan tabib, melainkan orang sakit. Maksudnya, bahwa Allah datang bukan untuk mencari dan menyelamatkan orang-orang benar, melainkan mereka yang berdosa dan bertobat, mereka yang miskin dan tertindas, mereka yang hina-dina dan lemah tak berdaya; agar mereka inipun selamat dan bahagia sama seperti semua orang benar. Atas dasar inilah maka Injil Lukas lazim dikenal, Injil Kerahiman Allah atau Injil Cinta Kasih.
Selain mengarang Injil, St. Lukas juga menulis bagian pertama Kisah Para Rasul. Fokus St. Lukas dalam tulisan ini adalah gambaran tentang perkembangan Gereja awali, khususnya dari saat Kristus naik ke Surga sampai saat Paulus di Roma. Secara kuatitatif, jumlah umat Kristiani semakin bertambah banyak berkat pewartaan para Rasul tentang karya keselamatan Kristus. Secara kualitatif, penghayatan iman semakin mendapatkan daya pikat dalam kehidupan sehari-hari Jemaat Perdana.
Apa yang bisa kita pelajari dari St. Lukas? Pertama, kabarkanlah dan nyatakanlah kerahiman dan belaskasih Allah kita kepada semua orang, khususnya kepada sesama kita yang berdosa dan bertobat, yang miskin dan tertindas, yang hina-dina dan tak berdaya; agar mereka pun selamat dan bahagia sama seperti semua orang benar. Kedua, hayatilah prinsip hidup Kristiani kita, setiap saat adalah saat kayros – saat keselamatan. Untuk itu, kita mesti memiliki dalam diri semangat passing over – semangat beralih.

Marilah berdoa,
Yesus yang berhati bening, jadikanlah hati kami sebening hatiMu. Dengan demikian, kami sanggup melaksanakan amanat perutusan Allah sama seperti Engkau sendiri dan yangn telah ditelandankan oleh St. Lukas, mewartakan serentak menyatakan keselamatan Allah kepada semua orang, khususnya kepada sesama kita yang berdosa dan bertobat, yang miskin dan tertindas, yang hina-dina dan tak berdaya; agar mereka pun selamat dan bahagia sama seperti semua orang benar. St. Lukas doakanlah kami.
Amin.


Jumat, 19 Oktober 2007
Rm 4:1-8
Luk 12:1-7
===========================================================================

TAK ADA SATUPUN YANG TERSEMBUNYI

Yesus menyampaikan kritikNya terhadap kaum Farisi yang merasa diri harus tampil sempurna, tetapi tidak ada usaha untuk menuju kesempurnaan itu. Dipihak lain, warta gembira yang dibawa oleh Yesus merupakan berita kegembiraan bagi semua, terbuka dan universal. Pewartaan itu tentu mengandung juga penderitaan dan resiko. Tetapi pewarta tidak boleh takut, gelisah atau gentar. Warta gembira itu harus disampaikan kepada semua orang, walau untuk itu si pewarta mengalami penderitaan badan.
Cara hidup munafik yang dikritik oleh Yesus tidak membebaskan orang pada hidup yang sesungguhnya di hadapan Allah. Yesus dengan tegas menentang cara hidup seperti itu. Lewat sabdaNya itu, Yesus mengingatkan setiap kita untuk tidak menipu diri sendiri dengan gaya dan penampilan yang tidak sesuai dengan adanya. Di mana apa yang dikatakan atau diajarkan tidak sesuai dengan perbuatan dan tindakan, saling bertentangan.
Pengajaran Yesus itu lebih ditujukan kepada semua orang yang mengikutiNya agar selalu waspada terhadap kemunafikan yang kerap kali mewarnai hidup bersama. Gensi, kedudukan, dan kenikmatan kerap kali mewarnai hidup bersama sehingga nilai-nilai kejujuran dan kebenaran sering dikorbankan. Kemurnian hidup para murid Yesus tidak boleh dinodai oleh kepentingan yang membuat dirinya jatuh dalam kemunafikan. Di hadapan Allah tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi, apalagi kemunafikan. Semuanya akan terbongkar.
Kemunafikan bisa diatasi dengan pola hidup yang benar dalam bimbingan Roh Allah. Keterbukaan untuk dipimpin oleh Roh Allah membutuhkan iman. Sikap iman Abraham untuk mengikuti bimbingan Roh Allah patut menjadi sikap iman para pengikut Yesus sekarang ini. Maka kehidupan religius kita bukan sekedar sistem untuk mengatur bagaimnana orang hidup beriman, melainkan suatu kesempatan untuk mengembangkan hubungan kita yang baik dengan Allah. Hanya hubungan pribadi yang baik dengan Allah itulah yang mampu menjadikan kita bermutu dalam kehidupan dan dalam hubungannya dengan sesama. Hubungan yang baik dengan Allah menjadi senjata yang ampuh untuk memungkas setiap bentuk kemunafikan yang akan menguasai diri dan hidup kita. Karena itu, kita harus lebih taat dan takut kepada Allah daripada kepada manusia. Kita diharapkan untuk bertindak benar, polos seperti merpati dan cerdik seperti ular dalam bimbingan Roh Kudus. Yesus mengutus kita semua untuk menjadi saksi kebenaran di tengah kehidupan dunia ini.
Mari kita belajar pada pribadi Maria, yang polos, jujur dan rendah hati. Seluruh hidup Maria merupakan buah-buah iman karena relasinya yang benar dengan Allah. Relasi yang benar dengan Allah itulah akan menjadi senjata yang ampuh bagi kita untuk melawan segala kemunafikan. Semoga kita tetap setia untuk hidup jujur dan benar di hadapan Allah dan sesama.
Marilah berdoa,
Tuhan, terangi hati, pikiran dan budi kami dengan Roh Kudus agar tidak jatuh dalam kemunafikan. Semoga kami setia untuk selalu hidup dan berlaku jujur dan benar di hadapanMu dan sesama. Amin.

Sabtu, 20 Oktober 2007
Rm 4:13,16-18
Luk 12:8-12
===========================================================================

SIAP MENJADI SAKSI TUHAN

Ketika orang dibaptis ia menerima anugerah istimewa menjadi anak Allah. Penyerahan diri dalam pembaptisan mau menyingkapkan satu kebenaran iman bahwa Yesus Putera Allah adalah “jalan” yang membawa orang kepada kehidupan dan keselamatan. Yesus sendiri bersabda “Akulah jalan, kebenaran dan hidup; dan tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melului Aku” (bdk. Yoh 14:6). Pembaptisan menjadikan seorang anggota Tubuh Mistik Kristus. Oleh pembaptisan, seseorang dilantik dan diutus untuk menjadi ragi, terang dan garam dunia. Itu berarti dia diutus untuk menjadi saksi Kristus di tengah dunia. Tugas menjadi saksi Kristus ini diperteguh lagi oleh sakramen krisma. Krisma menjadikan orang dewasa dalam iman dan sehingga siap diutus untuk bersaksi tentang Kristus.
Perutusan itu memang mengandung resiko, entah itu ditolak, dikucilkan, dianiayah, dsbnya. Menghadirkan nilai-nilai Kerajaan Allah di tengah dunia yang “berkolusi” dengan kejahatan pasti akan melewati jalan salib. Mungkin inilah yang membuat kebanyakan pengikut Yesus menjadi takut dan malu untuk bersaksi. Orang takut untuk menanggung salib dan menderita karena iman akan Kristus. Tuhan meneguhkan kita bahwa “setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, anak manusia juga akan mengakui dia di depan malaikat-malaikat Allah. Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, ia akan disangkal di depan malaikat-malaikat Allah” (Luk 12:8-9). Itu artinya setiap murid Yesus tidak perlu menjadi malu memberikan kesaksian akan Dia, sebab Yesus pun akan bersaksi tentang kita di dihadapan BapaNya. Bila orang tidak diakui oleh Yesus di hadapan Allah, itu berarti suatu kebinasaan.
Pengakuan orang beriman akan Yesus Kristus diteguhkan oleh kekuatan Roh Kudus. Maka, bila orang berdosa terhadap Roh Kudus keselamatannya akan terancam. Karena dosa melawan Roh Kudus tidak bisa diampuni. Dosa kepada Roh Kudus merupakan dosa final. Bila orang mengingkari kekuatan Roh Kudus sama artinya mengingkari seluruh kebenaran iman, sebab Roh Kuduslah yang mengajarkan seluruh kebenaran iman itu kepada manusia. Roh Kudus tidak bisa lagi mendapat tempat dan bekerja dalam hati orang yang demikian.
Ketika Yesus mengutus para muridNya, Ia berkata Aku akan menyertai kamu sampai akhir zaman. Para murid percaya akan janji itu. Dan memang benar Tuhan setia pada janjiNya. Iman akan janji penyertaan Allah juga meneguhkan Abraham, baik dalam perjuangan hidupnya maupun dalam melaksanakan tugas perutusannya. Abraham tidak ragu-ragu akan Allah yang berjanji. Kendati janjiNya itu tertunda-tunda, tetapi Allah tetap setia. Dengan demikian, Abraham menjadi bapa kaum beriman. Keyakinan iman seperti itulah yang diwariskan Abraham kepada kita.
Iman akan penyertaan Allah juga diyakini oleh Maria. Ketika Maria diminta untuk menjadi Bunda Yesus, ia berpasrah diri “Aku ini hamba Tuhan jadilah padaku menurut perkataanMu”. Bulan Rosario ini, saat yang istimewa untuk semakin memperdalam persatuan kita dengan Tuhan bersama BundaNya Maria. Kita patut meneladani iman Abraham dan iman Maria akan setiap rencana dan penyelenggaraan Allah atas diri dan hidup kita. Dengan begitu, kita siap untuk diutus menjadi Kristus.

Marilah berdoa,
Tuhan, tambahkan iman kami, sehingga kami siap untuk menjadi utusan dan saksiMu di tengah dunia ini. Amin.



Minggu, 21 Oktober 2007
Pekan Biasa XXIX, Hari Minggu Misi
Kel 17:8-13; 2Tim 3:14-4:2; Luk 18:1-8
===========================================================================
MISI ALLAH

Hari ini Gereja Katolik sedunia berdoa untuk karya misi. Apakah yang ada dalam benak kita ketika kita mendengar kata misi? Misi berarti perutusan. Dalam refleksi Gereja, hal itu pertama-tama adalah suatu tugas dari Allah untuk turut serta dalam karya Kristus menghadirkan Injil. Dengan demikian satu hal penting yang harus menjadi pemahaman mendasar bahwa karya misi itu adalah milik Allah.
Pengertian misi tidaklah sesempit memahami siapakah para misionaris, sebab sesungguhnya setiap orang Katolik diutus menjadi misionaris pembawa Warta Gembira. Lalu mengapa Gereja masih selalu menyegarkan semangat misi tersebut?
Tak dapat disangkal bahwa misi adalah sesuatu yang dihidupi setiap hari. Misi bagaikan nafas hidup kita. Sama seperti kehidupan di muka bumi ini, mengenal jatuh bangun, naik turun dan bersemangat maupun loyo; misi pun harus senantiasa diperbaharui. Inilah yang menjadi latar belakang mengapa Gereja mendedikasikan hari ini sebagai Hari Minggu Misi.
Gereja hendak mengajak semua umat beriman menyegarkan kembali tugas perutusan yang masing-masing diemban di tengah kehidupan kita yang cenderung egoistis, tak peduli akan orang lain dan tanpa pengharapan. Dalam konteks dunia seperti itulah kita semua dipanggil untuk membawa Kabar Gembira bagi sesama kita.
Injil yang kita renungkan menghadirkan sosok Allah sebagai pemberi. Allah kita bukanlah Allah yang tak peduli pada kebutuhan manusia. Biarpun Yesus menampilkan perumpamaan tentang hakim yang lalim, bukan berarti bahwa Allah kita seperti itu. Hakim yang lalim mengabulkan permohonan janda miskin yang hanya karena ia tak mau diganggu oleh janda itu yang tiap hari datang dan memohon agar perkaranya dibela. Kedatangan janda itu secara terus-menerus mengusik hakim itu. Agar tak selalu diganggu, maka ia memutuskan mengabulkan permohonan janda miskin itu.
Nah, kalau hakim yang lalim saja bersikap seperti itu, apalagi Allah kita. Dalam kemurahan hati Allah kita lebih daripada hakim yang lalim itu. Ia akan mengabulkan permohonan kita juga asalkan kita bertekun dalam memohon, dan terlebih juga kalau permohonan kita itu sesuai dengan kehendak Allah. Dia bukanlah Allah yang lalim, yang suka mengulur-ulur pengabulan doa dan permohonan kita.
Citra Allah yang seperti itulah yang perlu kita wartakan terus-menerus. Perutusan kita akan efektif kalau terlebih dahulu kita mengimani dan meyakini Allah sebagai Bapa yang baik bagi kita. Kita hanya dapat memberikan kepada orang lain sesuatu yang kita miliki. Pertanyaan bagi kita sekarang, apakah kita sudah memiliki pengalaman akan Allah? Kalau sudah, bagikanlah kepada setiap orang yang kita jumpai. Kita diutus untuk menghadirkan Allah seperti yang kita alami, dan dengan demikian akan semakin banyaklah orang yang percaya pada Allah, Bapa kita.

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, semoga kami senantiasa bersemangat mewartakan Allah yang mahabaik. Jadikanlah kami utusan-utusanMu. Pakailah apa yang ada pada kami untuk kemuliaan namaMu. Amin.


Senin, 22 Oktober 2007
Rm 4:20-25
Luk 12:13-21
===========================================================================

DI BALIK HARTA MELIMPAH

Memiliki harta melimpah adalah naluri alamiah setiap manusia. Dengan memiliki harta melimpah, ada jaminan bahwa segala keinginan di dunia ini terwujud. Kenikmatan dan kenyamanan dunia banyak kali hanya bisa terwujud kalau memiliki uang dan harta yang banyak. Karena itu tak aneh kalau orientasi akan harta benda duniawi ini menguasai kebanyakan kita.
Kita bekerja keras sepanjang hari, membanting tulang sampai tidak sempat makan dan minum dan akhirnya mengalami sakit parah. Apakah yang kita cari? Para gelandangan dan anak-anak jalanan, tersiksa berpanas-panas di perempatan-perempatan jalan. Apa yang mereka cari? Pun para pengusaha besar, memutar otak bagaimana melipatgandakan uang investasinya untuk merambah pelbagai usaha dan bisnis. Apa yang dicari?
Semuanya berharap agar pundi-pundi simpanannya penuh, rekeningnya di bank bertambah dan berbunga dari hari ke hari. Hidup serasa nyaman dan tenang seandainya tabungan dan deposito melimpah. Harta melimpah menjanjikan rasa damai dan tenang, paling kurang selama hidup di dunia.
Tidaklah mengherankan bahwa naluri dasariah manusia tersebut menimbulkan efek yang merusak nilai-nilai lain. Contohnya, harta dapat memicu pecahnya persaudaraan. Harta menyuburkan egoisme dan memiskinkan solidaritas. Seperti yang tampak pada peristiwa Injil hari ini, Yesus didatangi oleh seseorang yang memintanya menjadi hakim atas dirinya dan saudaranya agar mau berbagi warisan.
Ya, di banyak tempat kita sering mendengar betapa relasi persaudaraan menjadi pecah hanya karena orientasi harta dan warisan. Tak jarang terjadi pula pertumpahan darah antarsaudara karena memperebutkan warisan. Sangat dapat dimengerti sebab semua orang menginginkan harta dan kekayaan.
Jawaban Yesus menyentak kita. “Saudara, siapakah yang telah mengangkat Aku menjadi hakim atau pengantara atas kamu?” Dalam hal ini Yesus tegas-tegas menolak mengurusi hal-hal duniawi. Ia mengingatkan kita dengan memberikan perumpamaan tentang orang kaya yang bodoh, yang memusatkan hidupnya untuk menimbun harta supaya ia dapat bersantai-santai menikmati jaminan kekayaan duniawi. Yesus mencela sikap orang yang mengandalkan kekayaan dunia, kataNya, “... untuk siapakah semua kekayaan itu nanti?” Sebab sewaktu-waktu jiwa kita dapat diambil oleh Allah.
Kalau kita mati, tak ada satupun harta kekayaan dunia yang dapat kita bawa. Kita telanjang lahir ke dunia, maka dengan telanjang pula kita akan menghadap Bapa. Marilah kita secara bijak memandang arti kekayaan bagi hidup kita. Jangan biarkan kita dikuasai oleh harta kekayaan dunia, sehingga kita melalaikan nilai-nilai luhur Kerajaan Allah, yang salah satunya adalah mengupayakan persaudaraan sejati.

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, berilah kami kebijaksanaan sejati dalam memandang kekayaan dunia. Anugerahilah kami bukan napsu untuk memiliki kekayaan berlimpah, tapi hasrat mengupayakan nilai-nilai Injil. Amin.




Selasa, 23 Oktober 2007
Peringatan St. Yohanes Capestrano, Imam
Rm 5:12,15b,17-19,20b-21; Luk 12:35-38
===========================================================================

SADAR SETIAP SAAT


“Jangan ngelamun, nanti kesambet.” Begitu orang biasa berkata bila melihat orang tampak tatapannya kosong. Banyak orang malah bersikap santai dan menikmati lamunannya. Orang yang melamun, secara nyata badannya ada dan bergerak, tetapi tanpa kesadaran penuh tentang keberadaannya di tempat itu. Sehingga tidak heran, orang yang melamun, amat mudah dikagetkan.
Waspadalah, demikian kata Yesus. Tetap berjaga dan sadar. Nasehat berjaga dan waspada seperti diulang-ulang senantiasa dalam tayangan sebuah televisi swasta, perlu kita camkan dan laksanakan. Seorang yang dibayang-bayangi ancaman musuh, akan selalu berusaha untuk awas dan waspada. Tetapi amat sering orang menjadi kecolongan. Ketenangan laut, heningnya malam, membuat kita kadang lalai. Danau Galilea menjadi contoh yang amat baik tentang ketenangan yang menjadi ancaman. Seringkali danau itu tampak tenang. Tetapi kerapkali kelalaian membuat mereka yang melayarinya terjebak dalam angin kencang yang bisa menenggelamkan perahu. Lalai di tengah jalan yang lengang juga sering kali membawa maut. Jika ditelisik lebih jauh, justru banyak kecelakaan mematikan terjadi di jalan tol yang lengang.
Saat perjalanan dihitung dalam detik, mautpun menghitung dalam detik. Sepersekian detik kita lalai, waktu itu bisa menjadi milik maut. Maka “waspadalah”. Maut tidak membutuhkan banyak waktu kita. Maut hanya membutuhkan sepersekian detik kelalaian kita. menyimak kejelian maut itu, Yesus mengajak kita untuk waspada.
Kewaspadaan di masa tenang, awas dalam keheningan, sadar dalam sepinya jalan hidup mungkin tampak sia-sia. Untuk apa bersiaga bila tidak ada ancaman. Bersiaga dalam situasi damai mungkin akan membuang energi percuma. Maka, mereka yang berada di bawah tekanan, cenderung lebih awas daripada mereka yang merasa nyaman. Bersiaga dalam situasi terancam adalah hal yang lumrah. Tetapi Yesus mengajak kita supaya awas juga setiap saat. Sebab angin bisa bertiup tanpa kita minta.
Waspadalah seperti seorang yang menanti tuannya tiba pada saat yang tidak diketahui. Imbalan yang diterima sungguh di luar dugaan. Seorang hamba yang bersiaga menghargai tuannya tiba, (dalam injil hari ini) mendapat penghargaan luar biasa. Hamba itu tahu bahwa tuannya akan datang. Berbeda dengan kedatangan pencuri. Tuan itu akan pulang pada saat yang tidak diketahui. Tetapi alangkah bahagianya bila kedatangannya juga disambut dengan siap siaga oleh hamba yang setia.
Tak tersangkal pula. Mautpun akan datang. Hanya saatnya tidak pasti. Maka pesan hari ini adalah “waspadalah”. Maut tidak perlu banyak waktu. Dia hanya membutuhkan sedikit kelalaian kita.

Marilah berdoa:
Ya Tuhan, mampukan kami selalu siap sedia setiap saat.
Amin.


Rabu, 24 Oktober 2007
Rm 6:12-18
Luk 12:39-48
===========================================================================

HUKUMAN SESUAI TANGGUNG JAWAB


Ketidaktahuan, adalah salah satu perisai kesalahan. Seorang yang melakukan kesalahan tanpa tahu bahwa itu adalah kesalahan, kemungkinan akan mendapat toleransi yang jauh lebih lunak daripada mereka yang tahu. SP atau surat peringatan dari kantor diadakan untuk mengingatkan seseorang atas kesalahannya. Dengan Surat Peringatan seseorang diingatkan kembali atas aturan bersama. Menjawab teguran dengan “saya tidak tahu”, ditoleransi dengan Surat Peringatan. Berbeda dengan kaidah umum atau peraturan umum di tengah kehidupan. Seorang pemakai jalan, dianggap sudah tahu segala aturan di jalan raya. Tidak ada alasan untuk berkata bahwa kita tidak tahu aturan lalu lintas. Juga tidak ada alasan untuk berkata bahwa kita tidak tahu aturan atau norma-norma kehidupan.
Sebagai pengambil keputusan akhir, Tuhan juga tidak beranggapan bahwa kita tidak tahu. Hukum Tuhan ada dalam hati setiap orang. Maka setiap orang yang bisa memakai akal budi, sudah diandaikan tahu norma-norma moral. Tetapi mereka yang tidak tahu, ternyata melakukan sesuatu kesalahan karena memang tidak tahu, akan mendapat hukuman lebih sedikit daripada mereka yang sudah tahu tentang norma-norma.
Seorang yang melakukan kesalahan karena dia tahu, akan berbeda dengan mereka yang melakukan kesalahan karena ketidaktahuan. Seorang yang tahu bahwa sesuatu itu salah tetapi tetap melakukannya, maka orang itu akan menerima banyak pukulan. Demikian kata Yesus. (Luk 12:47). Tahu dan mau merupakan dua prinsip dosa. Seorang yang tidak tahu bahwa itu keliru tetapi melakukannya juga, maka orang itu akan menerima lebih sedikit pukulan atau hukuman. “Tahu” mengandaikan bahwa kita mengerti benar dan salah, baik dan jahat. “Mau” mengandaikan adanya kehendak dan kebebasan batin. Bagaimana dengan “Tidak Mau Tahu?”
“Tidak Mau Tahu” juga adalah prinsip dosa. Tidak mau tahu mengandung makna bahwa kita sudah tahu tetapi bersikap seolah-olah tidak tahu. Sikap seolah-olah tidak tahu merupakan mengejawantahan dari sikap keras kepala dan membela diri. Di hadapan Tuhan rupanya tidak ada tempat bagi pembelaan diri. Yang ada hanyalah “Tahu” dan “Mau” melakukan sesuatu. Tidak ada tempat bagi “Tidak Mau Tahu”


Marilah berdoa:
Ya Yesus, semoga saya mampu bersikap dan berbuat seperti yang saya ketahui.
Amin.





Kamis, 25 Oktober 2007
Rm 6:19-23
Luk 12:49-53
===========================================================================

BERANI UNTUK MENCIPTAKAN PERTENTANGAN KARENA YESUS!

‘Apakah kata-kata Yesus dalam perikop ini masih normal?’ mungkin ini menjadi pertanyaan anda. Koq Yesus datang membawa ‘api’ dan ‘pertentangan’?! ‘Katanya Dia Raja Damai’ , ‘DamaiKu Kuberikan kepadamu. Dan DamaiKu Kutinggalkan bagimu’?
Rupanya Tuhan tidak bisa disikapi setengah-setengah. Berhadapan dengan Dia dan ajaranNya, setiap orang dipaksa, dituntut untuk memilih: Yesus atau yang lain. Hubungan darah dan kedekatan relasi manusia, harus dinomorduakan, kalau relasi dengan Allah mau dibangun. Ini pasti! Dan pilihan ada pada setiap kita. Atau Yesus, atau ayah atau ibu, atau putra atau putri kita... Dan tidak bisa kedua-duanya. Pilihan hanya ada pada satu pihak. Pasti ini bukan harapan kita, kita berkeinginan kalau bisa kedua-duanya. Dan memang keinginan seperti inilah yang membuat hidup rohani, hidup iman kita tidak berkembang. Kita takut untuk membuat keputusan yang tegas itu.
Pilihan yang sulit itulah yang membuat relasi antar saudara, antar manusia menjadi seperti api yang hangus membara. Kita dituntut untuk memilihi Yesus di atas segala-galanya, termasuk dengan orang yang paling dekat sekalipun. Pilihnan inilah yang membuat motivasi dasar iman kita menjadi murni.
Dalam kenyataan hidup sehari-hari cukup sering kita dihadapkan kepada pilihan serupa. Mulai dengan hal-hal sederhana, kita merasa seakan-akan dalam hati dan pikiran ada pertentangan antara memilih yang benar dan baik atau mengikuti yang sebaliknya. Kita alami pergumulan batin, perumulan dalam hati nurani kita. Dan keputusan atau pilihan yang tepat, yang sesuai dengan suara hati nurani itulah yang membuat motivasi kita menjadi murni dan dalam. Namun keputusan dan pilihan tersebut bisa menciptakan situasi dan kondisi bahwa kita berbeda, bahkan bertentangan dengan pihak atau orang lain. Tetapi satu hal pasti yang kita dapatkan dari pilihan yang tepat ini: kalau kita sudah mampu dan menentukan pilihan kita akan yang baik dan benar, akan Tuhan dan ajaranNya, biasanya ketentraman dan damai sejati meliputi hati kita. Kita akan bahagia.
Kejadian-kejadian yang konkrit tidak sulit untuk diceritakan. Sering misalnya di kantor, ketika kita memilih untuk tidak ikut-ikut dalam ‘persekongkolan’ untuk ikut-ikutan ngilep dan korupsi, pasti anda dimusuhi oleh rekan-rekan sejawat lainya, bahkan mungkin disingkirkan. Ini terjadi karena anda memilih yang jalan Tuhan, mau jujur, benar dan adil. Namun yang pasti hati anda tenang dan damai. Karena anda telah mengikuti suara hati, yang tidak lain adalah suara Tuhan yang menuntun kepada kebenaran hidup.
Contoh lain, beberapa kali terjadi, sesorang dari keluarga Muslim, yang pindah menjadi Katolik, karena ingin menjadi pengikut Kristus, mengalami tidak sekedar dimusuhi oleh orangtua dan anggota keluarga lain, tetapi bahkan ‘dibuang’ dan dianggap bukan anak dan saudara mereka lagi. Inilah contoh yang secara tegas membenarkan kata-kata Tuhan dalam perikop Lukas tersebut. Memang pertentangan, perbedaan and api pemurnian harus membakar dan menyala dalam hidup kita, kalau Tuhan Yesus dan KerajaanNya menjadi pilihan dalam hidup kita. Tidak ada pilihan lain.


Marilah berdoa,
Tuhan Yesus, kami menyadari dan mengakui, seringkali kami tidak berani untuk membuat keputusan dan menentukan bahwa Engkau sebagai satu-satunya pilihan kami. Bantulah kami Tuhan dengan kuasa Roh KudusMu agar pilihan-pilihan dalam hidup kami selalu tepat dan sesuai dengan kehendakMu. Amin


Jumat, 26 Oktober 2007
Rm 7:18-25a
Luk 12:54-59
===========================================================================

HANYA YESUS YANG MEMBEBASKAN KITA DARI KUASA DOSA

Santo Paulus, rasul para bangsa ini amat jujur dan apa adanya. Walaupun dia dipilih, dipanggil langsung oleh Tuhan Yesus sendiri (kisah perjalanan ke Damsyik), dia tetap seorang manusia yang lemah dan rapu. Dia realistis dengan dirinya sebagaimana adanya. Ada kehendak, kerinduan dalam dirinya untuk taat dan melalukan kehendak Tuhan dan apa yang baik dan benar. Namun ia juga sadar dan mengakui bahwa dalam tubuhnya ada keinginan-keingan yang berlawanan dengan kehendak Tuhan. Tubuhnya seolah memiliki daya tersendiri, dan memang itulah daya, kekuatan iblis yang sering menjebaknya untuk berbuat melawan kehendak Allah. Dia hidup sepertinya dikuasai oleh kedua kekuatan tersebut. Namun kehendaknya untuk menuruti perintah dan jalan Tuhan luar biasa. Dalam pergumulan itu, dia sadari dan temukan, bahwa kecenderungan kedagingan, kuasa dan keinginan tubuhnya, yang terlihat sulit untuk diatasai dan sering menuntunnya untuk tidak berbuat sesuai dengan yang dikehendakinya, bukannya sesuatu yang tidak mungkin dilawan dan diatasi. Dia temukan, bahwa hanya ada satu kekuatan yang bisa mengalahkan keinginan tubuh dan kedagingan itu, ialah: kuasa Tuhan Yesus Kristus.
Pengakuan akan realitas kelemahan dan kedosaan yang ada pada diri kita secara jujur dan tulus adalah pintu kepada kuasa Tuhan yang akan membebaskan kita dari kecenderungan-kecenderungan buruk yang ada dalam diri kita. Kerendahan hati yang seperti inilah kunci kepada pembaharuan diri dan pertumbuhan rohani yang benar. Sebaliknya sikap kesombongan rohani, yang menganggap diri sudah beres semuanya biasanya akan menyeret kita kepada bahaya kemunafikan dan kekerdilan iman.
Kalau kita bercermin pada Paulus, sebenarnya kita harus malu hati. Mengapa? Karena seorang rasul agung, yang sendiri dipilih oleh Tuhan saja, masih mengakui kerapuhan, kelemahan dan bahaya kuasa iblis dalam diri dan tubuhnya, apalagi kita.
Pengakuan Paulus ini adalah teladan bagi kita untuk sebuah kerendahan hati yang pada hakekatnya akan membawa kita kepada kemurnian dan perkembangan hidup iman yang sesungguhnya. Pengakuan tulus akan adanya kelemahan, kekuasaan kedagingan yang bercokol dalam diri kita adalah pintu yang terbuka untuk kuasa Tuhan, yang memang satu-satu daya yang bisa menghancurleburkan keinginan-keinginan dan kecenderungan akan dosa dalam diri dan hidup kita. Kalau kita sadar dan berusaha bersikap iman seperti Paulus, pasti suatu saat kita juga akan mengakui seperti beliau bahwa ‘jika saya lemah maka saya kuat’ oleh kuasa kasih Kristus yang menyelamatkan.”

Marilah berdoa,
Tuhan buatlah aku rendah hati dan mengakui kekuranganku, sehingga kuasa kasihMu memenuhi hidupku dan membantuku mengatasi segala kelemahan dan godaan dalam hidupku. Amin


Sabtu, 27 Oktober 2007
Rm 8:1-11
Luk 13:1-9
===========================================================================

IMAN YANG BENAR DAN PERTOBATAN

Akhir-akhir ini terjadi banyak bencana dimana-mana di dunia ini. Amat banyak manusia yang menderita dan bahkan menjadi korban. Bencana juga terjadi di Negara kita yang kita cintai. Rakyat Indonesia yang tertimpa bencana, musibah berada dalam kebingungan, mereka merasa cemas dan takut. Rakyat mengeluh, rakyat menjerit dan berteriak minta tolong. Rakyat sungguh tak berdaya, mereka mengalami kelaparan. Rakyat sangat menderita. Kehidupan terancam.. Mengapa bencana terus saja terjadi? Mengapa penderitaan tak kunjung berakhir? Ini salah siapa? Ini dosa siapa? Siapa yang harus bertanggungjawab atas semua kenyataan pahit ini? Dunia penuh dosa dan derita.
Perikop Injil hari ini mengisahkan tentang sekelompok orang yang datang bertemu dengan Yesus. Dan dalam pertemuan itu terjadilah tanya-jawab, dialog antara Yesus dan kelompok itu tentang orang-orang yang menjadi korban karena bencana alam. ”Mengapa orang-orang itu mengalami penderitaan?” ”Mengapa mereka harus jadi korban dan bukan orang lain?” ”Apakah mereka itu adalah orang-orang yang paling berdosa dan yang harus mati binasa?” Yesus dalam pertemuan dan dialog itu menyampaikan secara tegas dan jelas warta keselamatan, kataNya: ”Jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara yang sama”.
Melalui perikop Injil ini, kita semua kembali diingatkan akan warta inti pada awal tampilnya Yesus di Galilea memulai tugas perutusanNya. Yesus berkata:”Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil” ( Mrk I:15). Menerima dan mengakui diri sebagai pengikut Yesus,sebagai orang yang beriman kepada Tuhan dengan tujuan memperoleh keselamatan kekal bersama Tuhan berarti menerima dan menghayati pertobatan sebagai syarat yang tidak boleh diabaikan dalam seluruh perjuangan hidup iman setiap hari. Seorang beriman adalah seorang selalu mau bertobat, mau memperbaharui diri dan hatinya sehingga kata-kata, perbuatan, dan sikap hidupnya selalu memancarkan dan menyaksikan kebenaran Yang diajarkan olah Tuhan. Dan kebenaran itu antar lain yang terwujud dalam sikap-sikap hidup yang konkrit: adil, jujur terbuka atas dasar cinta, tidak berbohong, tidak menipu, tidak munafik, terbuka menerima dan menghargai orang lain dan diri sendiri.Rendah hati. Mengakui kerapuhan diri sendiri dan selalu mengandalkan rahmat kasih Tuhan. Tidak dengan mudah mengadili orang lain dengan bersikap menganggap diri sendiri lebih baik, lebih benar, lebih suci dari orang lain. Berdoa bagi sesama dan menolong mereka yang menderita dan bukan menghakimi dan mengadili mereka. Yesus Tuhan kita dengan tegas bersabda: ”Sangkamu kedelapan belas orang, yang mati ditimpa menara dekat Siloam, lebih besar kesalahannya dari pada kesalahan semua orang lain yang diam di Yerusalem? Tidak! Kataku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat kamu semua akan binasa atas cara demikian”.(Luk 13: 4-5).

Marilah berdoa,
Ya Allah yang MahaPengasih, bantulah kami umatMu dengan rahmat kasihMu agar selalu siap dan berani memperbaharui hati dan hidup kami melalui pertobatan yang sejati. Amin.



Minggu, 28 Oktober 2007
Pekan Biasa XXX
Sir 35:12-14,16-18; 2Tim 4:6-8,16-18; Luk 18:9-14
===========================================================================

MENGAKUI KELEMAHAN

Dalam kehidupan sehari-hari seringkali orang sulit untuk mengakui kelemahan dan kekurangan di hadapan orang lain. Orang lebih senang menceritakan berbagai keberhasilan dan kehebatannya daripada harus menceritakan berbagai kekurangannya. Orang lebih gampang menceritakan kehebatannya karena dengannya ia mendapat pengakuan dari orang lain dibanding menceritakan kelemahan karena dengannya ia tidak diakui sebagai orang yang hebat atau orang yang berkemampuan.
Realitas serupa ini sudah terjadi sejak 2000-an tahun silam, bahkan boleh jadi sejak manusia ada. Hari ini penginjil Lukas menceritakan orang Farisi yang berdoa di hadapan Tuhan sebagai orang yang selalu berbuat baik dibandingkan pemungut cukai yang saat itu berdoa bersamanya. Orang Farisi pada zaman Yesus dikenal sebagai kaum yang sangat ketat mempertahankan hukum Taurat. Mereka berusaha melaksanakan semua yang tertulis dalam hukum Taurat tetapi tidak memperhatikan hal-hal lain yang lebih penting seperti keadilan, cinta kasih dan kesetiaan (bdk. Mat 23:23). Apa yang dilaksanakan semata-mata agar dapat dilihat orang dan mereka dapat diakui sebagai orang yang taat beragama. Lebih dari itu, mereka menganggap diri sebagai orang yang paling benar dan setia kepada hukum Taurat. Selain itu, mereka juga menganggap orang lain lebih rendah dari mereka karena berdosa dan tidak melaksanakan hukum Taurat. Singkat kata, mereka berbuat demikian agar dihormati oleh orang lain, bahkan di hadapan Allah pun mereka ingin mendapat kehormatan dan pengakuan sebagai orang suci tanpa dosa (bukan seperti pemungut cukai).
Dalam Gereja Katholik terdapat sakramen pengakuan. Sakramen pengakuan merupakan salah satu sarana pengudusan diri di hadapan Allah agar umat memperoleh keselamatan kekal. Melalui sakramen pengakuan ini umat mengakui segala kelalaian dan dosa yang telah diperbuatnya di hadapan Allah, bukan mengakui dosa yang telah diperbuat oleh orang lain. Hal ini mau menunjukkan bahwa umat katolik sebagai manusia tidak perna luput dari kesalahan dan umat mau merendahkan diri di hadapan Allah yang mahatinggi.
Selain itu, dalam ibadat atau perayaan ekaristi selalu diawali dengan pernyataan tobat. Umat bersama pemimpin upacara tersebut mengakui dosa yang telah diperbuat agar layak menghadap Tuhan untuk menyampaikan doa-doanya. Pernyataan tobat merupakan suatu kebiasaan umat merendahkan diri dan mengakui kekurangan di hadapan Allah dan sesama.
Kebiasaan mengakui kekurangan di hadapan Tuhan dan sesama merupakan bukti dari kerendahan hati manusia. Teladan kerendahan hati yang telah ditunjukkan oleh pemungut cukai merupakan contoh yang diperlihatkan oleh Yesus kepada kita sebagai pengikutNya untuk diteladani. Kita diajak untuk mampu merendahkan diri di hadapan Tuhan dan sesama dan mengakui kekurangan yang ada pada diri kita dan yang telah kita perbuat tanpa harus mengungkapkan kekurangan orang lain karena hanya Tuhan yang berhak menentukan yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah.


Marilah berdoa,
Tuhan, seringkali kami berusaha menutupi kesalahan kami sendiri dan menganggap diri sebagai yang paling baik dan benar. Ajarilah kami untuk mampu merendahkan diri di hadapanMu dan sesama kami, sehingga kami mampu mengakui kekurangan yang ada pada diri kami demi keselamatan kekal. Amin.


Senin, 29 Oktober 2007
Rm 8:12-17
Luk 13:10-17
===========================================================================

WAKTU UNTUK TUHAN

Dalam kehidupan rumah tangga ada ayah, ibu dan anak-anak. Setiap anggota keluarga memiliki kesibukan masing-masing sesuai tugas yang mereka jalankan. Tugas yang dijalankan membutuhkan waktu dan kerapkali waktu untuk menjalankan tugas tersebut tidak selalu bersamaan sehingga waktu bersama dalam keluarga menjadi berkurang atau tidak ada. Ayah jarang bersama anak atau ibu dan sebaliknya. Hal ini tanpa sadar menimbulkan kerinduan akan perhatian dan kasih sayang satu sama lain. Seringkali kita lupa akan arti dari sebuah kebersamaan. Kebersamaan menghantar kita pada suatu ikatan persaudaraan oleh kasih sayang yang tercipta di dalamnya. Kebersamaan dalam keluarga mempererat persatuan antara ayah, ibu dan anak sehingga kerinduan akan perhatian dan kasih sayang dapat terobati.
Hari ini Yesus berbicara tentang waktu, khususnya waktu untuk bertemu dengan Tuhan. Bagi kepala rumah ibadat, hari sabat merupakan waktu khusus untuk berdoa dan tidak diperbolehkan untuk bekerja termasuk menyembuhkan orang sakit. Kepala rumah ibadat masuk dalam kelompok yang menjadi lawan yang selalu berusaha mencari kesalahan Yesus agar Ia dapat dijatuhi hukuman. Sebagai lawan Yesus, mereka berusaha mencari kesalahanNya dengan menegakkan apa yang diperintahkan dalam hukum Taurat tetapi tidak memperhatikan situasi dan aspek terpenting dari apa yang dilakukan, misalnya menyembuhkan perempuan yang sudah menderita delapan belas tahun. Yesus membandingkan perbuatanNya dengan mereka yang pada hari sabat melepaskan lembu atau keledainya dan membawanya ke tempat minuman. Di sini, Yesus mau mengatakan yang terpenting adalah keselamatan manusia. Aturan yang dibuat hendaknya mendukung karya keselamatan tersebut. Bahwa, bagi Yesus waktu untuk bertemu denganNya merupakan momen keselamatan sebagaimana yang terjadi atas diri perempuan yang telah menderita delapan belas tahun karena diikat oleh iblis.
Waktu untuk bertemu dengan Tuhan seperti halnya dalam kehidupan keluarga, antara ayah, ibu dan anak-anak saling merindukan untuk hidup bersama dan saling memberi perhatian. Kasih sayang dan perhatian dalam keluarga membawa kebahagiaan begitupun halnya dengan kerinduan akan bertemu Tuhan membawa keselamatan bagi kita seperti perempuan yang mengalami keselamatan saat bertemu Tuhan setelah delapan belas tahun diikat oleh iblis.
Sebagai orang kristen, kita memilih untuk meluangkan waktu dan tetap berada dekat dengan Tuhan atau menjauh dan membiarkan diri kita diikat oleh iblis? Sebagai keluarga kristen, memilih untuk menjaga keutuhan keluarga atau diri kita dikuasai oleh iblis yang membawa perpecahan dalam keluarga kita?

Marilah berdoa,
Tuhan, kami sering melupakan kebersamaan dalam keluarga dan tidak meluangkan waktu untuk bertemu denganMu. Tuntunlah kami agar semakin dekat denganMu dalam kebersamaan keluarga kami. Amin.


Selasa, 30 Oktober 2007
Rm 8:18-25
Luk 13:18-21
===========================================================================

YANG KECIL ITU BERTUMBUH DAN BERKEMBANG

Kuasa Allah bekerja tanpa gegap gempita. Kehadiran dan cara kerjanya pun sulit terpantau pada awalnya. Namun, kuasaNya itu meresap, mengakar dan bertumbuh. Ia bertumbuh secara perlahan-lahan tetapi pasti berkembang dan menjadi besar. Gereja Yesus Kristus pun bagaikan biji sesawi. Sejak awal ia sulit untuk dipandang tetapi ia mempunyai daya tumbuh dan berkembang yang pasti. Gereja Yesus menjadi besar karena mampu merangkul segala macam orang dari segala lapisan, suku dan golongan. Karena itu, ketika orang datang ke Gereja, ia seperti kembali ke rumahnya sendiri.
Orang menemukan damai dan suka cita dalam diri Yesus yang hadir dalam perayaan ekaristi dan dalam Sakramen Mahakudus yang ditahktakan di dalam tabernakel. Orang merasakan kehadiran Yesus yang menyambut mereka dengan penuh cinta. Setiap orang akan merasa bahagia dan damai bersama Yesus karena mereka juga mengasihi Yesus.
Mungkin pada saat ini cinta kita pada Kristus masih sebesar biji sesawi yang sedang bertumbuh dan berkembang, tampak dalam setiap aktifitas dan dalam relasi pribadi dengan sesama.
Apakah kita selalu siap akan merespons dengan penuh cinta rahmat Allah yang dicurahkan pada diri kita masing-masing?


Marilah berdoa,
Ya Tuhan, semoga kautanamkan nilai luhur Kerajaan Allah dalam hati kami yang seringkali berputus asa karena kesulitan yang kami hadapi. Semoga kami tetap bertumbuh dan menjadi semakin kuat, hingga akhirnya berbuah melimpah. Amin.


Rabu, 31 Oktober 2007
Rm 8:26-30
Luk 13:22-30
===========================================================================

HIDUP UNTUK SURGA

Pada umumnya orang-orang yang beragama bercita-cita untuk masuk surga kelak sesudah mereka meninggal dunia. Ketika Yesus ditanya tentang siapa saja yang boleh masuk surga, Ia menjawab bahwa untuk menjadi warga kerajaan surga itu bukan soal yang mudah. Orang harus mempunyai komitmen total untuk hidup hanya demi Allah dan kehendakNya. Komitmen ini diwujudkan dalam ketekunan dan kesetiaan melaksanakan tugas-tugas sehari-hari. Jalan ke surga dan menjadi warga kerajaan surga itu sangat tergantung kepada diri kita sendiri. Tak seorang pun dapat melakukan tugas-tugas kita untuk melapangkan jalan ke surga bagi kita.
Maka, hidup sebagai orang kristen adalah berjuang tanpa henti melawan godaan dan dosa. Tak ada waktu untuk santai dan kata-kata keluhan untuk berbuat baik sebab setan akan menemukan cara-cara baru untuk memangsa kita.
“Hendaklah waspada dan berjaga-jaga, sebab setan musuhmu berkeliaran seperti seekor singa yang mengaum mencari mangsa untuk ditelannya. Berdirilah teguh dalam iman sambil menyadari bahwa saudara-saudaramu yang tersebar di seluruh dunia, juga menghadapi penganiayaan yang sama” (1 Petrus 5:8-9).
Kita tak perlu takut karena Yesus bersama kita. Yesus Kristus senantiasa mendukung kita dalam perjuangan melawan setan dengan kuasa kasihNya. Santu Paulus berkata “Tak seorang pun dapat memisahkan kita dari cinta kasih Kristus” (Rm 8:9).

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, berilah kami selalu semangat untuk mengupayakan yang terbaik dalam hidup kami. Jangan biarkan kami tergoda dan lengah oleh bujukan si jahat. Amin.

Jumat, 07 September 2007

Renungan Bulan September 2007


AMBILLAH DAN BACALAH

Bulan September didedikasikan oleh Gereja Katolik sebagai bulan Kitab Suci. Ajakan yang diserukan Gereja jelas, agar seluruh umat beriman menjadi semakin dekat dan akrab dengan Firman Allah. Orang yang dekat dengan Firman Tuhan hidupnya seperti yang digambarkan pemazmur: Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tak layu daunnya, apa saja yang diperbuatnya berhasil (Mzm 1:3).
Ada kalanya hidup kita mengalami kekosongan, kegelapan dan kebuntuan. Juga seringkali kita mengalami kegagalan. Tentu semua itu menyakitkan dan menjadikan kita tak tahu arah tujuan hidup ini. Kita menjadi lupa, bahwa Firman Tuhan menjanjikan banyak hal yang dapat mencerahkan dan menghibur kita.
Godaan untuk mencari penghiburan yang lain, penuntun yang disediakan dunia seringkali menerpa kita. Padahal, Tuhan yang begitu dekat dengan diri kita senantiasa melambai-lambai mengundang kita untuk mendekatiNya. Ia hadir dalam FirmanNya yang setiap saat menyapa kita.
Bulan Kitab Suci mengajak kita untuk kembali mencintai Kitab Suci yang adalah FirmanNya yang penuh daya kehidupan. Selama ini mungkin kita menempatkan Alkitab dalam rak buku dan tetap tampak baru karena jarang kita buka dan kita baca. Bukan seperti itu yang dikehendaki Tuhan. Dia mau supaya Alkitab itu menjadi konsumsi rohani kita setiap hari.
Ada hal baik yang juga dilakukan oleh saudara-saudara kita, orang muslim. Setiap sore setelah mandi sore, para orang tua mendandani anak-anak mereka dengan baju koko dan baju kurung. Lalu mereka akan menggiring anak-anak itu ke mushola di lingkungan mereka. Di sana sudah menunggu seorang ustad yang siap mengajarkan anak-anak tersebut selama 1 atau 2 jam membaca Al-Quran. Anak-anak dibiasakan dekat dengan Firman Allah, dan pastilah itu suatu pola pendidikan yang sangat baik.
Lalu berpaling pada keluarga-keluarga kristiani. Jangan mudah menghakimi cara hidup orang lain. Sederhana saja, sudahkah kita dengan tekun dan rasa hormat menanamkan pentingnya membaca Sabda Allah bagi anak-anak kita?
Pada bulan September ini mungkin ada banyak kegiatan lingkungan yang dicanangkan untuk mengajak kita mendalami Kitab Suci. Dan bisa jadi itu semua menjadi beban bagi kita. Bukan hal yang baru kalau yang terjadi adalah: sepinya pendalaman Kitab Suci di lingkungan-lingkungan. Mungkin banyak orang berargumen: Ngapain repot-repot pendalaman Kitab Suci, toh kami bisa membaca sendiri di rumah. Pertanyaannya, benarkah kita membaca Kitab Suci di rumah? Sudahkah kita meluangkan waktu meski 10 menit saja membaca Kitab Suci bersama anak-istri-suami dalam keluarga?
Sajian renungan harian ini kembali hadir di hadapan kita untuk meremotivasi kita akan kegemaran membaca Kitab Suci. Mungkin buah-buah akibat membaca Kitab Suci belum terasa dalam waktu dekat, tapi yakinlah bahwa hanya kebaikan yang akan dihasilkan kalau kita rajin membaca Kitab Suci dan dekat dengan Firman Allah. Belajarlah dari pengalaman pemazmur, apapun yang diperbuatnya akan berhasil karena dekat dengan Firman Tuhan. Selamat berziarah bersama renungan harian JPIC. Tuhan memberkati Anda dan keluarga.

Pengasuh





Sabtu, 1 September 2007
1 Tes 4:9-11
Mat 25:14-30
===========================================================================

YANG MALAS YANG MALANG

“Talk does not cook rice”, kata peribahasa Cina. Artinya bicara saja tidak bisa menanak nasi. Tindakan atau perbuatan nyata itulah yang menghasilkan sesuatu. Asal omong tanpa tindakan nyata tidak akan menghasilkan apa-apa.
Hari ini Tuhan mengajak kita untuk melihat diri kita. Apakah kita termasuk tukang omong atau orang yang senang berbuat sesuatu. Hamba pertama dan kedua suka bekerja. Mereka omong hal-hal yang penting-penting saja. Mereka adalah orang-orang yang mau bekerja. Mereka tidak suka pada banyak ide yang muluk-muluk dan tinggi-tinggi. Ide-ide indah langsung mereka praktekkan. Mereka tidak terbuai oleh buah pikiran yang bagus.
Hamba ketiga adalah seorang dreamer ( pemimpi) dan malas. Ide bagus untuk mendapat laba tidak segera ia wujudkan. Ia hanya sampai pada mimpi. Hanya itu! Talenta yang dipercayakan kepadanya tetap satu saja. Ia kuburkan ide itu dalam rasa malasnya sendiri. Ketika diminta pertanggungjawaban oleh tuannya, ia mulai mencari-cari alasan. Ia mempersalahkan tuannya atas kegagalannya. Katanya ia takut kepada tuannya yang sangat kejam dan yang suka cari untungnya saja. Hamba malang itu memproyeksikan sifat malasnya kepada tuannya. Kenyataannya sangat berbeda. Hamba itu sendirilah yang malas dan hanya mau cari untung atas kemurahan orang lain.
Hamba-hamba yang rajin mendapat pujian. Mereka meraih sukses dan kebahagiaan. Sebaliknya hamba yang malas, malanglah nasibnya. Air mata penderitaan terus menyertai hidupnya. Kebahagiaan adalah milik orang yang rajin dan tekun. Kebahagiaan tidak pernah memihak orang malas.
Apakah kita telah mengembangkan berkat-berkat dan kemampuan telah kita terima dari Tuhan? Anda sendiri termasuk kelompok yang mana? Apakah Anda bertanggungjung jawab menerima kegagalan Anda? Atau ?

Marilah berdoa,
Ya Bapa, jadikanlah aku hamba yang setia dan rajin mengembangkan talenta-talenta yang Engkau percayakan kepadaku. Bila aku tidak berhasil, buatlah aku untuk menerima kenyataan itu dan tidak cepat melemparkan kesalahan kepada orang lain.
Amin.











Minggu, 2 September 2007
Pekan Biasa XXII, Minggu Kitab Suci Nasional
Sir 3:17-18,20,28-29; Ibr 12:18-19,22-24a; Luk 14:1,7-14
===========================================================================

BIJAK MENURUT UKURAN TUHAN

Kita tidak suka kalau orang mencap kita bodoh, bego, tolol. Sebaliknya kita senang kalau dipuji dan diakui sebagai pribadi-pribadi yang arif dan bijaksana. Dalam diri setiap kita ada dorongan untuk menjadi bijaksana. Ada orang yang mengaku-ngaku dirinya sebagai kaum intelektual arif, padahal kenyataannya mereka bukan. Sebaliknya ada orang bijak yang rendah hati dan yang tidak mau menonjol-nonjolkan kearifannya.
Hari ini Tuhan memberi kita tips atau kiat menjadi arif-bijaksana. Menjadi arif-bijaksana menurut standard Tuhan, bukan standard manusia. Putera Sirakh menulis: Hati yang arif merenungkan amsal.Telinga pendengar merupakan idaman orang bijak (Sirakh 3:29).
Menurut Firman Tuhan, seorang bijak adalah pertama-tama seorang yang suka mendengarkan. Telinganya selalu peka dan tertuju pada amsal, kebijaksanaan. Selain itu, seorang bijak adalah seorang yang suka merenungkan amsal dalam hatinya. Jadi, ada dua syarat penting menuju kebijakasaanan yaitu mendengarkan dan merenungkan. Pembatinan amsal tidak lain adalah usaha untuk mencapai persatuan dengan sang Pemberi Kebijaksanaan. Seorang arif-bijak menggunakan kemampuan telinga, pikiran dan hatinya.
Allah adalah Kebijaksanaan Tertinggi. Ia memberikan kita kebijaksanaanNya melalui Kitab Suci. Semakin seseorang mendengarkan dan merenungkan Firman Tuhan, ia menjadi semakin arif-bijaksana. Semakin arif seseorang, semakin ia bersatu dengan Sang Kebijaksanaan. Tuhan mengatakan orang yang merenungkan kebijaksanaan akan menjadi sahabat Allah.
Bunda Maria adalah seorang bijak dalam arti yang sesungguhnya. Ia mendengar dan merenungkan Firman Allah. Firman itu begitu menyatu dengan seluruh dirinya, jiwa-raganya. Ia mendengar dan membathinkan Firman itu. Injil Yohanes mengatakan bahwa jika kita menerima Yesus, Sang Sabda, dalam hati dan mengakuiNya sebagai penyelamat, kita tidak hanya menjadi sahabatNya, melainkan juga diangkat menjadi anak-anak Allah.

Marilah berdoa,
Ya Bapa sumber segala kebijaksanaan ilahi, kirimkanlah dari surga Roh KebijaksanaanMu supaya Ia menuntun aku di sepanjang hidupku. Izinkanlah aku belajar pada dan bersatu dengan Sang Guru Kebijaksana Ilahi. Amin.












Senin, 3 September 2007
PW. St. Gregorius Agung, Paus dan Pujangga Gereja
1 Tes 4:13-17a
Luk 4:16-30
===========================================================================

PENGGENAPAN FIRMAN

Kemunculan Yesus di hadapan publik menggenapi nubuat para nabi perjanjian lama. Sabda itu telah benar-benar menjadi manusia dan tinggal di antara manusia. Sabda itu menyapa manusia dengan bahasa manusia. Bahasa indah nan menyentuh seperti yang dinubuatkan oleh Yesaya kembali dihidupkan oleh karya dan perbuatan Yesus. Roh Tuhan telah mengurapi Yesus untuk menyampaikan kabar baik kepada orang miskin; kepada para tawanan diberitakan pembebasan; yang buta diberikan penglihatan; yang tertindas dibebaskan. Roh Tuhan itu pula yang telah memberitakan bahwa tahun rahmat Tuhan telah datang.
Namun sayang sekali, orang-orang sekampung Yesus tertutup hatinya untuk melihat kebenaran sejati yang diwartakan oleh Yesus. Mereka justru hendak mengusir dan membuang Yesus karena mereka disamakan dengan orang-orang perjanjian lama yang menolak utusan Allah.
Sesungguhnya, firman memiliki kekuatan untuk mengubah seseorang. Yesus hendak menyatakan bahwa firman Allah melalui para nabinya telah tergenapi dengan kedatanganNya. Yesus sendiri membuktikan bahwa firman dan karyaNya berhasil mengubah banyak orang di luar kampungNya. Banyak orang menjadi percaya kepada Yesus.
Namun di kalangan kampung halamanNya sendiri, Yesus tidak dapat berbuat banyak karena ketidakpercayaan mereka. Orang-orang sekampungNya tidak dapat melihat keistimewaan Yesus. Mereka menyangka bahwa Yesus adalah sama seperti mereka karena ibu dan saudara-saudaraNya mereka kenal betul, ada bersama mereka.
Demikianlah, kehidupan kita sehari-hari juga sering tak mampu mendeteksi cara kerja firman. Segala kesibukan dan kejadian di sekitar kita sudah sedemikian biasa bagi mata hati kita. Hidup mengalir dengan begitu cepat, dari moment ke moment tanpa pemaknaan. Fokus perhatian pada suatu hal yang kita kerjakan acapkali menjadikan kita tidak menyadari bahwa Sabda Allah sebenarnya menyapa kita setiap hari.
Mari kita tajamkan mata hati kita agar bisikan sabda dari Allah sungguh-sungguh menyapa kita. Luangkan waktu untuk membaca Kitab Suci barang sejenak. Dengan itu segala aktivitas hidup kita akan diteguhkan dan dikuatkan. Semoga firman Allah hidup dan bertumbuh di dalam hati kita.

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, semoga kami semakin rela membuka hati kami untuk Kausapa dengan FirmanMu yang memberi kehidupan dan kesegaran. Amin.








Selasa, 4 September 2007
1 Tes 5:1-6,9-11
Luk 4:31-37
===========================================================================

DAYA KEKUATAN FIRMAN ALLAH

Yesus melanjutkan perjalanan ke Kapernaum. Ia mengajar di rumah ibadat kota itu. Banyak orang terkagum-kagum mendengar pengajaranNya. Kedatangan Yesus sempat mengganggu roh jahat yang merasuki seseorang. Orang itu berteriak-teriak, “Hai Engkau, Yesus orang Nazaret, apa urusanMu dengan kami? Engkau datang hendak membinasakan kami? Aku tahu siapa Engkau: Yang Kudus dari Allah.”
Roh jahat itu merasa tidak nyaman di hadapan kehadiran Yang Kudus dari Allah. Kegelapan tidak berdaya berhadapan dengan Yang Terang. Demikianlah kehadiran Yesus akan menghalau segala macam kekuatan gelap kejahatan.
Hidup kita sehari-hari ada kalanya juga diliputi oleh kegelapan dan frustasi. Kejenuhan serta kebosanan memancing kita untuk tidak mau maju. Namun hendaknya kita tak perlu mengikuti kecenderungan-kecenderungan tersebut. Kita memerlukan daya kekuatan firman Allah untuk mengusir kegelapan hati.
Ada seorang bapak muda mengeluhkan anaknya yang masih berumur 3 tahun. Anaknya itu setiap kali nonton TV pada jam enam sore tidak mau channelnya diubah, padahal pada saat itu semua stasiun TV menyiarkan adzan magrib. Sebagai seorang Katolik, bapak muda itu hendak mendidik anaknya secara Katolik, tapi yang mencemaskan dia adalah ternyata anaknya itu sangat menikmati suara adzan magrib.
Fenomena itu membingungkan orang tua anak itu. Namun kemudian mereka juga disadarkan bahwa selama ini mereka kurang memberi perhatian pada pendidikan iman anaknya itu. Kedua orang tua sibuk bekerja, lalu pengasuhan anak itu diserahkan pada pembantu. Anak itu terbiasa mendengarkan suara adzan, bukan suara dan lagu-lagu rohani Katolik. Mereka juga jarang mengajak anaknya ke gereja dan mendengarkan lagu-lagu, liturgi dan bacaan rohani Katolik. Jadi sangat mudah dimengerti kalau akhirnya anak itu lebih tertarik mendengarkan adzan magrib.
Pengalaman semacam itu dapat menjadi bahan refleksi bagi kita semua. Apakah selama ini dalam keluarga-keluarga Katolik sudah ditanamkan kebiasaan membaca Firman? Kelemahan kita orang Katolik adalah tidak adanya kebiasaan dan semangat membaca Kitab Suci dalam keluarga-keluarga kita. Kalau kebiasaan baik ini sungguh hidup dalam keluarga-keluarga kita, niscaya anak-anak kita pun akan bertumbuh dan berkembang dengan memegang teguh Firman Allah. Mereka akan dikuatkan dan diteguhkan dan takkan tergoda untuk mencari-cari yang lain. Jika Dia yang adalah Firman yang Kudus dari Allah hadir dalam keluarga dan hidup kita, niscaya kita tak akan dibinasakan oleh kekuatan-kekuatan jahat dan takkan berada dalam kegelapan.

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, biarkanlah daya kekuatan FirmanMu berada di tengah-tengah kami. Semoga hati kami Kaugerakkan untuk semakin hari semakin mencintai FirmanMu yang memberi kehidupan sejati. Amin.



Rabu, 5 September 2007
Kol 1:1-8
Luk 4:38-44
===========================================================================

KARYA BAGI LEBIH BANYAK ORANG

Semakin tua seseorang, biasanya makin kuat tertanam sikap statis. Berpindah atau beralih tempat adalah suatu yang berat dilakukan. Orang sudah merasa nyaman dengan keadaan yang dialaminya. Sebaliknya, ketika masih muda orang lebih suka pada yang dinamis. Tempat-tempat baru ingin dijelajahi. Demikianlah kecenderungan kita manusia.
Hari ini kita mendengarkan kisah Yesus yang melakukan karya penyembuhan bagi banyak orang. Ia keluar masuk kampung dan berjumpa dengan orang-orang sakit dan yang kerasukan roh jahat. Mereka sangat merindukan Yesus dapat menyembuhkan penyakit mereka.
Yesus memang melakukan keinginan mereka, yakni melakukan penyembuhan atas penyakit-penyakit mereka. Namun, ketika mereka dengan sangat mendesakNya supaya lebih lama tinggal bersama mereka, Yesus tidak memenuhi permintaan mereka. Yesus tidak mau diikat oleh tempat tertentu. Ia berkata, “Juga di tempat-tempat lain Aku harus mewartakan Injil.”
Yesus tahu bahwa karya keselamatan Allah dan Warta Gembira harus diberikan juga kepada banyak orang lain. Tak seorangpun berhak mengklaim bahwa keselamatan Allah hanya bagi diri mereka sendiri. Kerelaan melepaspergikan orang yang dicintai agar dapat mengembangkan orang lain adalah sesuatu yang berat.
Tidak jarang kita merasa begitu kehilangan karena seorang romo yang sudah begitu kita kenal dengan baik, tenyata harus pergi meninggalkan kita dan berpindah tugas. Kita tidak rela romo tersebut berpindah. Kalau bisa sebaiknya romo yang baik tersebut tetap dekat dengan kita. Sewaktu-waktu kita tak perlu susah payah menghubunginya.
Ada sebersit egoisme pada sikap semacam itu, yakni kita hanya mementingkan diri sendiri dan menghendaki romo tersebut hanya untuk kita. Padahal, kalau kita bersikap altruis akan kita pahami bahwa juga orang-orang lain berhak pula mengalami kebaikan romo kita itu. Jadi kita pun harus siap sesewaktu ditinggal oleh romo tersebut. Kita juga harus rela berkurban melepas segala ikatan batin yang menyenangkan selama ini.
Itu hanyalah sebuah contoh sederhana dalam kehidupan dalam hal rela melepaspergikan orang lain demi kepentingan orang lain yang lebih banyak. Contoh-contoh lain masih dapat diambil dari kehidupan kita sehari-hari, misalnya: orang tua terhadap anak yang sudah mulai menginjak dewasa dan berkeluarga, istri-istri yang bersuamikan aktivis lingkungan ataupun paroki. Kadang kita pun harus mau terbuka untuk tidak mengklaim mereka yang kita kasihi itu hanya untuk diri kita sendiri. Juga orang-orang lain membutuhkan mereka yang kita kasihi itu. Yang dibutuhkan dari kita adalah kerelaan hati untuk memberi keleluasaan bagi mereka yang kita kasihi itu untuk dipakai Tuhan sebagai alat-alatNya dalam warta keselamatan dari Allah bagi semua orang.

Marilah berdoa:
Ya Tuhan, pakailan diriku dan juga orang-orang yang kami kasihi untuk turut mengambil bagian dalam karya keselamatanMu bagi semua orang. Amin.




Kamis, 6 September 2007
Kol 1:9-14
Luk 5:1-11
===========================================================================

BERTOLAKLAH KE TEMPAT YANG DALAM...

Kedalaman hati adalah tempat yang paling sensitif. Jika hati seseorang telah tersentuh, orang tersebut akan dapat berubah menjadi apa saja. Perubahaan itu bisa sedemikian radikal dan tak terduga-duga.
Yesus tahu akan rahasia tersebut. Dia memakai teknik menyentuh hati itu untuk memanggil murid-muridNya yang pertama. Panggilan murid-murid pertama di kalangan nelayan Galilea pertama-tama karena hati yang disentuh oleh Yesus sampai sedalam-dalamnya. Dinamika disentuhnya kedalaman hati manusia itu dapat disamakan dengan proses menangkap ikan. Suatu dunia yang sangat dekat dengan kehidupan nelayan ikan.
Yesus berkata kepada Simon Petrus, “Bertolaklah ke tempat yang dalam, dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan.” Meski awalnya Simon Petrus agak enggan melaksanakan perintah itu karena sudah semalam-malaman mereka menangkap ikan dan tak seekor pun bisa mereka dapat, tapi karena Tuhan yang menyuruh, berangkatlah ia ke tempat yang dalam.
Hasilnya sungguh luar biasa! Mereka berhasil menangkap sejumlah besar ikan sampai jala mereka hampir koyak. Melihat mujizat tersebut, Simon Petrus tersungkur di hadapan Yesus. Simon merasa tak pantas berada di hadapan Yesus yang kudus. Moment tersebut dimanfaatkan oleh Yesus untuk mengajak mereka menjadi murid-muridNya. Yesus hendak menjadikan mereka bukan lagi penjala ikan, melainkan penjala-penjala manusia. Dan akhirnya para murid menunjukkan perubahan yang radikal: meninggalkan segala sesuatu lalu mengikuti Yesus. Yang ditinggalkan oleh mereka adalah keluarga, profesi, tanah kelahiran, relasi bisnis dan juga orang-orang sekampung mereka.
Mengapa para murid dapat begitu radikal berubah, meninggalkan segala sesuatu yang selama ini menjadi jaminan hidup mereka? Hal itu dapat terjadi karena kedalaman hati mereka telah disentuh oleh Yesus. Hati mereka tak sekeras profesi dan pekerjaan mereka sebagai nelayan. Di balik kekerasan hidup dan pekerjaan mereka sebagai nelayan, para murid pertama masih memiliki sisi kelembutan hati. Inilah yang dimanfaatkan oleh Yesus sehingga akhirnya mereka dapat menjadi murid-murid Yesus yang setia.
Juga dalam hidup kita saat ini, sudahkan kita menyertakan kedalaman hati kita saat kita ingin berubah? Apakah kita dapat memahami kedalaman hati orang-orang yang ada di sekitar kita? Mari kita bertolak ke kedalaman hati setiap orang yang kita jumpai, maka kita akan dapat menjadi penjala-penjala manusia yang efektif.

Marilah berdoa,
Ya Tuhan semoga kami mampu bertolak ke kedalaman hati kami sendiri dan orang lain agar menghasilkan perubahan yang baik untuk menjadi murid-muridMu. Amin.






Jumat, 7 September 2007
Kol 1:15-20
Luk 5:33-39
===========================================================================

MANUSIA BARU DAN SEMANGAT BARU

Yesus menggambarkan kebijakan para petani pada zamanNya dalam hal menyimpan hasil panen anggur. Hasil perasan anggur baru tidak disimpan dalam kantong kulit yang lama. Mereka akan membuat kantong kulit yang baru untuk menyimpan anggur baru itu. Karena proses fermentasi (proses menjadi alkohol) dari anggur baru itu bisa merusakkan kantong kulit bila kantong itu sudah tua. Kalau kantong kulit rusak, maka anggur akan terbuang percuma dan sang petani akan mengalami kerugian besar. Oleh sebab itu, anggur hasil panen baru harus disimpan dalam kantong yang baru pula.
Perumpamaan ini mau menggambarkan kehidupan kita manusia terhadap ajaran Yesus atau Sabda Allah. Yesus datang ke dunia mewartakan Sabda Allah dengan satu semangat baru. Ajaran Yesus jauh berbeda dari ajaran para nabi jaman dahulu, sebelum kedatanganNya. Ajaran Yesus dengan semangat baru, mendobrak sendi-sendi kehidpan manusia yang sudah mapan dengan hukum dan peraturan lama. Hukum dan peraturan lama itu diperbaiki dan disempurnakan oleh Yesus. Misalnya perintah untuk mencintai, tidak hanya mencintai orang yang dekat dengan kita,tetapi juga mencintai musuh. “mencintai musuh” ini merupakan semangat baru yang dibawa oleh Yesus untuk menyempurnakan hukum dan peraturan yang sudah ada dalam masyarakat.
Menanggapi semangat baru yang dibawa oleh Yesus ini, maka manusia yang menjadi wadah penampung Sabda itu harus diperbaharui supaya tahan uji terhadap proses pengajaranNya. Bila manusia tidak tahan uji terhadap pembaharuan sesuai dengan semangat Yesus. Maka manusia tidak akan sanggup menerima Sabda Yesus dalam dirinya dan tidak akan mampu mengamalkannya dalma kehidupan sehari-hari. Akibatnya Sabda Yesus itu akan berlalu dengan sia-sia, terbuang percuma dan tidak akan menghasilkan sesuatu yang berguna dalam hidup. Namun bila manusia tahan uji menerima tempaan Yesus, maka ia akan sanggup menampung Sabda itu dalam dirinya dan mampu mengamalkannya dalam kehidupan konkrit. Sabda itu akan menghasilkan buah-buah baik bagi dirinya sendiri, bagi anggota keluarga dan bagi warga masyarakat di sekitarnya.

Marilah berdoa:
Tuhan Yesus Kristus, buatlah kami menjadi manusia baru yang mampu menerima dan mewartakan SabdaMu dalam hidup kami. Semoga kami mampu mewarnai hidup dan karya kami dengan semangat baru yang Engkau bawa bagi kami. amin.










Sabtu, 8 September 2007
Pesta Kelahiran St. Perawan Maria, HUT SVD ke-132
Mik 5:1-4a atau Rm 8:28-30; Mat 1:1-16,18-23
===========================================================================

MARIA, IBU TELADAN BAGI SEMUA ORANG BERIMAN

Kelahiran seorang anak ke dunia membawakegembiraan bagi banyak orang. Misalnya bagi bapa dan mamanya, kakek dan neneknya, anggota keluarganya di rumahnya, bahkan juga bagi tetangga-tetangganya. Kelahiran seorang anak bisa mengundang orang-orang lain untuk datang mengunjunginya dan mengambil bagian dalam kegembiraan keluarga. Suatu kegembiraan yang berpusat pada seorang anak kecil dan kemudian meluas menjangkau orang banyak.
Demikian pula dengan kelahiran Maria yang kita rayakan hari ini. Kelahiran pasti membawa kegembiraan bagi bapa Yoachim dan mama Anna, kedua orang tuanya. Ia juga menjadi sumber kegembiraan bagi kaum keluarganya yang datang dari jauh untuk merayakan kelahirannya, ia juga membawa kegembiraan bagi para tetangga di sekitarnya yang datang dengan senang hati mengucapkan selamat.
Kegembiraan orang-orang ribuan tahun yang lalu menyambut kelahiran Maria, sekarang ini telah diperluas menjadi kegembiraan seluruh Gereja, karena Maria telah menjadi ibu Tuhan Yesus “Sang Sabda yang telah menjadi Manusia.” Maria telah menjadi ibu semua orang beriman.
Gereja Katolik mengajarkan bahwa Maria dikandung dan dilahirkan tanpa dosa asal, karena dia telah dipersiapkan oleh Allah sendiri menjadi ibunda PuteraNya. Melalui Maria, Putera Allah menjadi Manusia. Allah yang jauh di atas langit, menjadi Allah yang dekat dengan manusia, sehingga Yesus diberi gelar “Emmanuel” artinya “Allah beserta kita”. Semua itu bisa terjadi karena kesediaan Maria untuk menerima rencana Allah dalam dirinya dan dengan tekun serta setia dia melaksanakan tugasnya sebagai ibu Yesus.
Allah juga mempunyai rencana dalam diri kita masing-masing untuk menghadirkan karya keselamatanNya ke dalam dunia. Apakah kita telah melaksanakan tugas kita masing-masing dengan penuh tanggung jawab seperti bunda Maria? Semoga teladan hidup bunda Maria yan gsederhana itu membuat kita mampu menjalankan tugas kita dengan tekun dan setia, sehingga orang lain dapat merasakan buah-buah kebaikan dalam kehidupan mereka.

Marilah berdoa:
Tuhan Yesus, bantulah kami agar kami mampu melaksanakan tugas-tugas kami dengan tekun dan setia seperti ibundaMu Maria yang kami rayakan kelahirannya hari ini. Amin.












Minggu, 9 September 2007
Pekan Biasa XXIII
Keb 9:13-18; Flm 9b-10,12-17; Luk 14:25-33
===========================================================================

TIDAK TAKUT KEHILANGAN SIMPATISAN

Para calon pemimpin duniawi sangat cerdik menarik minat para simpatisan. Pada saat kampanye mereka menyampaikan visi dan misi dengan cara yang memikat sambil mengobral janji muluk-muluk dengan harapan pada pemilu para simpatisan itu memenangkan mereka. Ada para calon pemimpin takut kehilangan para simpatisan. Karena itu mereka juga tidak malu-malu membagi-bagi uang kepada para simpatisan. Apakah dengan membagi-bagi uang orang-orang itu akan memenangkan mereka? Belum tentu! Itulah yang membuat para calon pemimpin cemas dan gelisah.
Dalam Injil hari ini dikatakan banyak orang berduyun-duyun mengikuti Yesus dalam perjalananNya ke Yerusalem. Orang-orang itu mengikutiNya dengan penuh entusiasme. Mereka mendambakan Yesus tampil di Yerusalem sebagai pemimpin yang mampu memenuhi harapan mereka. Tetapi Yesus tidak mau membiarkan diri terjerumus ke dalam harapan mereka.
Untuk meredam ambisi mereka yang sangat membahayakan tujuan tugas perutusanNya, Yesus dengan tegas mengatakan: “Jika seseorang datang kepadaKu dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya,, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi muridKu. Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengkuti Aku, ia tidak dapat menjadi muridKu”. Perkataan Yesus ini bagaikan petir di siang bolong yang membuyarkan harapan orang banyak itu. Dengan berkata demikian, Yesus hendak menegaskan bahwa Dia ke Yerusalem untuk mewujudkan secara tuntas kehendak Allah Bapa. Di Yerusalem Dia akan menunjukkan identitasnya, sebagai Almasih sejati yang siap menderita dan wafat di salib untuk menebus dan menyelamatkan manusia
Dapat dibayangkan reaksi orang banyak itu terhadap perkataan Yesus tersebut. Apakah Yesus tidak takut kehilangan para simpatisan? Sama sekali tidak. Silahkan mereka mundur. Yesus tetap dengan sikap mantap masuk ke kota Yerusalem. Di sanalah Dia akan dicaci-maki dan diteriaki juga oleh orang-orang yang tadinya berduyun-duyun mengikuti Dia. Dia dinilai tidak mampu memenuhi harapan mereka. Di sanalah Dia memahkotai tugas perutusanNya dengan mengorbankan diriNya sehabis-habisnya bahkan sampai wafat di salib demi keselamatan umat manusia. Luar biasa memang! Manusia ditebus dengan HARGA YANG SANGAT MAHAL
Siapkah anda memikul salib bersama Yesus? Yesus pasti menguatkan anda. Percayalah! Kehidupan anda akan sungguh bermakna kalau setia memikul salib bersama Yesus. Hidup dan karya anda akan diberkati Yesus. Kehidupan anda akan lebih bermakna pula kalau anda rela menyalurkan berkat Yesus kepada sesama.

Marilah berdoa,
Tuhan Yesus, terima kasih. Engkau tidak pernah membiarkan aku sendirian memikul salib kehidupanku. Tabahkan aku agar setia dan tekun memikulnya sampai akhir hayatku. Jadikan aku penyalur berkatMu bagi sesama. Amin


Senin, 10 September 2007
Kol 1:24-2:3
Luk 6:6-11
===========================================================================

BERBUAT BAIK, SIAPA TAKUT?

Seorang ibu pernah minta kepadaku untuk memberkati tangan kanannya yang lagi bengkak-bengkak. Saya langsung menyadari betapa penting tangan kanan ibu itu untuk kelancaran tugas pelayanannya sebagai seorang ibu rumah tangga. Suami dan anak-anaknya sangat membutuhkan tangan kanannya yang sehat agar bisa bekerja maksimal. Permintaannya segera saya layani. Kutumpangkan tanganku pada tangan ibu itu, berdoa atasnya dan memberkatinya. Setelah mengucapkan terima kasih ibu itu langsung ke gereja untuk mengikuti ekaristi yang saya pimpin sore itu. Saya harap dia ingat akan pesanku agar dalam ekaristi persembahkan tangan kanan yang bengkak-bengkak itu kepada Tuhan Yesus. Biarlah Tuhan Yesus sendiri menjamahnya. Seminggu kemudian, ibu itu memperlihatkan lagi tangannya kepadaku. Dia begitu gembira karena tangan kanannya terasa semakin membaik. Saya percaya Tuhan telah menjamahnya.
Injil hari ini mewartakan seorang yang mati tangan kanannya disembuhkan oleh Yesus. Menurut ceritera yang sempat beredar dari mulut ke mulut orang yang mati tangan kanannya itu adalah seorang tukang batu. Dia datang kepada Yesus dan memohon dengan sangat agar Yesus berkenan menyembuhkan tangannya. Dia mau memperoleh roti (rejeki) untuk menghidupi keluarganya dengan usaha tangannya sendiri. Dia malu hanya meminta-minta. Dia tidak mau membebani orang lain. Yesus sangat menghargai motivasi orang tersebut. Permintaannya dikabulkan oleh Yesus. Yesus mengembalikan kesehatan tangan kanan orang itu yang sudah sejak lama seolah terampas dari padanya.
Tindakan Yesus menyembuhkan orang yang mati tangan kanannya itu mendapat tantangan ahli-ahli Taurat dan orang-orng Farisi. Yesus tahu betul pikiran jahat mereka dan sadar sepenuhnya dampak dari tindakanNya, yakni menjadi sasaran kebencian dan niat jahat ahli-ahli Taurat dan orang-0rang Farisi untuk berkomplot menangkap serta membunuhNya. Dalam kesadaran itu, Yesus malah semakin memperlihatkan wibawaNya dengan melontarkan pertanyaan yang membuat ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi tidak berkutik: “Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat? Menyelamatkan orang atau membinasakannya?” Yesus hendak menyadarkan mereka bahwa hukum cinta kasih merupakan hukum tertinggi dan hukum lainnya termasuk hukum Sabat harus tunduk di bawah tuntutan hukum tertinggi tersebut.
Pertanyaan Yesus di atas juga ditujukan kepada kita. Mari kita memberikan jawaban yang jujur. Ada banyak peraturan yang melingkupi hidup bersama kita. Peraturan yang hanya menindas, mengekang, mengerdilkan dan membunuh daya kreatif serta inisiatif harus kita tantang. Sedangkan peraturan yang benar-benar menunjang pertumbuhan dan perkembangan nilai-nilai kehidupan harus dipertahankan serta setia diwariskan kepada anak cucu kita. Yesus telah memberikan kita contoh: demi menyelamatkan kehidupan terang-terangan menantang ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang secara fanatik buta mempertahankan peraturan yang menindas dan mematikan.Hendaknya menjadi moto kita : Berbuat baik, siapa takut? Bersama Yesus kita bisa

Marilah berdoa,
Tuhan Yesus, berilah kami keberanian untuk menantang dan melenyapkan semua peraturan yang menindas dalam masyarakat kami. Amin.










































Selasa, 11 September 2007
Kol 2:6-15
Luk 6:12-19
===========================================================================

AURA YESUS MEMBAWA KEBAIKAN

Zaman kita banyak diwarnai oleh pengetahuan dan kesadaran baru. Bahwa setiap orang memancarkan aura. Setiap orang berkharisma khusus. Aura dan kharisma, selain adalah anugrah, juga bersifat seperti pisau. Semakin diasah, semakin tajam. Semakin rajin dipakai, semakin jauh dari karat. Aura, selain menjadi warna pribadi, juga berpengaruh terhadap lingkungan di sekitarnya. Seorang yang bertangan dingin, akan menumbuhkan semangat hidup bagi tanaman. Akibatnya, tidak semua orang bisa mengurus tanaman dengan baik. Demikianlah, ada orang-orang tertentu yang bila mengurus tanaman, maka tanaman itu akan menghasilkan bunga. Hal serupa juga bisa terjadi dengan hewan. Ada orang-orang yang bisa menjadi begitu akrab dengan hewan. Seolah-olah ada pertalian erat antara hewan dengan dirinya.
Dalam pergaulan hidup, ada orang yang kehadirannya membawa rasa damai, tenang, teduh. Tetapi juga ada orang yang kehadirannya justru tidak disukai. Banyak alasan bisa muncul. Misalnya saja, orang tidak disukaii karena jika orang itu ada, cenderung terjadi pertengkaran, perselisihan, perbedaan pendapat. Dengan demikian kita bisa belajar bahwa, setiap orang memancarkan sesuatu yang membuat orang lain menilai “orang seperti apakah kita ini”.
Aura Yesus juga terpancar dan dinikmati oleh orang-orang sekitarnya. Banyak orang berusaha menemukan dan jika mungkin, menjamah Dia karena auraNya membawa kebaikan. Aura Yesus itu kita bahasakan dengan “kekuasaan” yang terpancar dari diriNya. Setiap orang yang dijumpaiNya mengalami sesuatu yang baik. kehadiranNya membawa kesembuhan jasmani dan rohani. Demikian besar kuasa itu atau auraNya itu sehingga semua yang dekat denganNya merasa damai. Itulah sebabnya, orang banyak berusaha mencari Dia dan orang berusaha menyentuh Dia.
Yesus memang adalah manusia Allah. Dia memiliki kuasa luar biasa karena ke-Allah-anNya. Tetapi Yesus juga tidak melupakan saat untuk mengasah diri dengan doa malam atau menjelang pagi, mengambil waktu di sela kesibukan pelayananNya dengan mengajak para murid untuk menyingkir ke tempat yang sunyi dan berdoa. Hasilnya sungguh luar biasa. KuasaNya tidak pernah meninggalkan Dia. Sebab kuasa itu dipupuk pula dengan membagi kebaikan bagi siapapun yang dijumpaiNya. Dia menyembuhkan semua mereka yang datang kepadaNya.
Doa dan pelayanan, menjadi batu asah bagi mekarnya rahmat Ilahi yang ada dalam diriNya. Hal itu juga terjadi pada diri kita. Memupuk diri dengan doa, didasari oleh Firman Tuhan akan membuat kita sanggup untuk melaksanakan pelayanan yang membawa kebaikan bagi orang lain. Oleh sebab itu, semoga kehadiran kita membawa nuansa baik bagi lingkungan hidup kita, di manapun kita berada.

Marilah berdoa:
Ya Yesus, semoga Engkau mengajarkan kami untuk memupuk kuasaMu dalam diri kami dengan bimbingan FirmanMu sendiri. Amin.




Rabu, 12 September 2007
Kol 3:1-11
Luk 6:20-26
===========================================================================

CITA-CITA ORANG SUSAH

Kata bijak kerap kali disukai orang. Banyak orang menyukai slogan-slogan. Bahkan bangsa ini dikenal sebagai bangsa yang pintar membuat slogan. Simak saja dunia entertain atau media massa kita. begitu banyak kata bijak atau motto yang terungkap.
Motto atau slogan dalam kata lain bisa dikenal dengan nama cita-cita. Bisa pula dimengertii sebagai visi, idaman, impian dan sebagainya. Kecenderungan munculnya slogan atau idaman biasa terjadi di kalangan mereka yang mulai membangun harapan. Harapan bagi mereka yang sedang mengalami penindasan adalah kebebasan. Harapan dari mereka yang mengalami tekanan batin adalah keleluasaan dari problem hidup. Harapan bagi mereka yang dikucilkan adalah penghargaan, penerimaan dan seterusnya. Orang yang tinggal di gorong-gorong jembatan Jakarta merindukan tempat tinggal yang disinari lampu listrik, bebas dari nyamuk dan bau got yang menyengat.. Mereka yang kesulitan dalam ekonomi bermimpi memiliki jaminan hidup yang baik.
Mimpi, harapan, cita-cita, tercuat keluar dalam kata-kata yang memang paling mudah dihasilkan. Kampanye untuk pemilihan wakil rakyat atau pemimpin masyarakat juga kerap kali memajukan mimpi orang-orang yang tertekan itu dalam kata-kata dan janji-janji.
Yesus juga tampil dengan mengusung impian orang-orang yang tertekan. “Datanglah padaKu kalian semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberikan kelegaan kepadamu”. Bila Yesus disamakan dengan calon pemimpin yang mengadakan kampanye, maka Yesus boleh dikatakan sukses. Dia bahkan mengecam orang-orang yang menghambat tercapainya mimpi orang-orang yang tertekan. Jika kebanyakan kampanye pemilu diakhiri dengan bentuk pemerintahan yang mengecewakan, kiranya tidak demikian dengan kampanye yang dilakukan oleh Yesus. Apa yang dijanjikan, dibagikan secara nyata bagi mereka yang merindukan dan memimpikannya. Banyak pendengarNYa yang mengalami kebebasan jasmani. Disembuhkan dari penyakit badan. Dilepaskan dari kungkungan roh jahat. Dibebaskan dari perhambaan. Dan yang terutama, dibebaskannya mereka yang mengharapkan kebebasan dari dosa.
Yesus memberikan janji dan bukti. Semua mereka yang mengharapkan dan memimpikan kebebasan batin, menemukannya dalam Yesus. Amat jelas bahwa Yesus membela kaum yang memiliki cita-cita dan impian yang layak. Tetapi Yesus amat mengecam mereka yang bermimpi akan menguasai orang lain dengan kekayaan, mengecam mereka yang kenyang sendiri tanpa mempedulikan lingkungan hidup sekitarnya. Dia juga mengecam mereka yang dipuji sukses hanya oleh pendukungnya sendiri dalam memperjuangkan sebuah paham, sebab banyak nabi terbunuh karena adanya orang yang dengan keras berusaha melenyapkan tokoh-tokoh nabi yang mengungkit kebobrokan mereka. Maka, apakah kita memiliki cita-cita yang layak untuk diwujudkan oleh Yesus atau jangan-jangan kita akan dikecam karena cita-cita kita justru merugikan orang lain.

Marilah berdoa:
Ya Yesus, Sabda PenghiburanMu penguat langkah kami. Teguhkan kami berdiri di atas jalan FirmanMu sendiri. Amin.



Kamis, 13 September 2007
PW. St. Yohanes Krisostomus, Uskup dan Pujangga Gereja
Kol 3:12-17; Luk 6:27-38
===========================================================================


MENCINTAI ORANG JAHAT


Perempatan coca cola, terowongan casabalanca, pasar Tanah Abang dan sebagainya, sudah menjadi titik hitam. Banyak kejahatan terjadi di tempat-tempat seperti itu. stigma kejahatan di daerah khusus itu mungkin juga telah mempengaruhi kita untuk bersikap hati-hati ketika melintasi daerah itu. kita akan cenderung lebih waspada di daerah stigma kejahatan itu.
Angkutan umum di Jakarta juga tak lepas dari ancaman kejahatan. Penjambretan, pencopetan, penodongan, perampokan sangat mungkin terjadi di angkutan umum kota Jakarta ataupun tempat lain. Ketika memakai fasilitas umum, hampir pasti kita merasa tidak aman dari incaran mereka yang bermaksud tidak baik. Di tengah situasi tidak nyaman itu, bagaimana Sabda Yesus hari ini bisa diwujudkan? Bagaimana kita bisa mencintai mereka yang mengancam kehidupan kita? Bagaimana kita bisa bersikap ikhlas pada penjambret yang hendak menjambret dompet yang kita bawa? Bagaimana kita bisa rela juga dengan memberikan telpon seluler yang didalamnya tersimpan berbagai catatan penting?
Sabda Yesus hari ini memang amat sulit dilaksanakan. Mencintai musuh atau orang jahat, memberikan lebih kepada orang yang merampok kita. Memberi hadiah atau bonus lebih kepada pencopet. Maka, hampir dapat dipastikan bahwa Sabda hari ini amat berat dan sulit. Sabda hari ini menantang sikap kekristenan kita. sanggupkah kita mencintai mereka yang berbuat jahat terhadap kita? Sanggupkah kita bersikap rela hati kepada mereka yang meminta bahkan secara paksa atas apa yang kita perjuangkan?
Mencintai orang yang mencintai kita, adalah standar minimal yang sudah biasa dan mesti terjadi. Bersikap santun terhadap mereka yang baik hati terhadap kita juga sudah menjadi hal yang lumrah. Tetapi bagaimana bila Yesus menuntut para pengikutNya untuk bersikap mencintai musuh? Mengasihi mereka yang membenci kita? Sanggupkah kita mengikuti Dia dan memikul salib ini?


Marilah berdoa:
Yesus Tuhan kami, tidaklah mudah menanggung ajaranMu ini. Tetapi bantulah kami. sanggupkan kami untuk mencintai tanpa batas. Amin.










Jumat, 14 September 2007
Pesta Salib Suci
Bil 21:4-9 atau Flp 2:6-11; Yoh 3:13-17
===========================================================================


MEMANDANG SALIB TUHAN


Hampir setiap orang Katolik menyukai benda suci berupa salib. Bersama kalung salib, kita merasa dilindungi, disertai dan aman. Seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian Anak Manusia akan ditinggikan. Siapa yang memandang Dia, akan diselamatkan. Itulah buah salib Tuhan. Keselamatan dianugerahkan kepada siapapun yang dengan tekun memandang salib Tuhan.
Penjanjian lama mengangkat ular sebagai sosok yang jahat. Kitab Kejadian bahkan menyebut setan muncul dalam rupa ular yang membawa kehancuran Adam dan Hawa. Mereka harus meninggalkan tanah bahagia firdaus karena termakan bujukan ular. Tetapi dalam perjalanan selanjutnya, justru ular itulah yang ditinggikan di padang gurun dan menyelamatkan Israel dari ancaman tergigit ular. Apakah ular bisa mengusir ular? Mengapa lambang setan ditinggikan dan dilihat orang israel untuk memperoleh keselamatan? Apakah kita harus menyembah setan supaya bisa diselamatkan dari ancaman gigitan setan itu sendiri?
Ular memang lambang hewan yang licik. Seperti liciknya cara kerja iblis. Tetapi secara ilmu kesehatan, ular memang menyimpan kasiat yang membawa kesembuhan dari berbagai penyakit. Ular yang ditinggikan di padang gurun oleh Musa, bukanlah personifikasi setan yang harus disembah supaya memberi keselamatan. Ular itu adalah lambang kesehatan yang hingga kini dipakai dalam dunia kedokteran. Penghancur kebahagiaan Adam dan Hawa menjadi lambang pembawa kesehatan dan kehidupan.
Lambang itulah yang dimaklumkan dalam salib. Dalam jaman pemerintahan Roma di tanah Palestina, salib adalah bentuk penghinaan. Sebelum seseorang sampai ajalnya, dia dipermalukan dengan keadaan telanjang dan dipertontonkan kejahatannya. Akibatnya, orang menuju kematiannya dengan aib yang akan dibawanya sampai mati. Tetapi hal itu menjadi amat berbeda dengan peristiwa penyaliban Yesus. Yesus memang dipermalukan, dihina serendah mungkin. Namun berkat kuasa Ilahi, lambang penghinaan itu justru menjadi terbalik. Seperti ular bagi Adam dan Hawa berbalik peran dalam zaman Israel di padang Gurun, demikian pula, salib. Salib lambang penghinaan justru menjadi tanda kemenangan. Hal itu terjadi karena kuasa Tuhan sendiri. Oleh sebab itu, Ular dan salib tetap menjadi lambang dan tanda yang membawa kebaikan dan kemenangan atas maut.

Marilah berdoa:
Yesus, terima kasih. Berkat salibMu, kami selamat.
Amin.






Sabtu, 15 September 2007
PW. St. Perawan Maria Berdukacita
Ibr 5:7-9; Yoh 19:25-27 atau Luk 2:33-35
===========================================================================

MARIA DEKAT DENGAN PUTRANYA

Liturgi Gereja Katolik mungkin tidak dipahami dengan baik oleh umat awam. Mengertikah Anda bahwa perayaan Hari Raya Hati Kudus Yesus pada Jumat ketiga Pentakosta, langsung diikuti dengan Hari Hati Maria Yang Tak Bernoda pada hari Sabtunya? Mengertikah Anda bahwa Pesta Salib Suci tanggal 14 September, langsung diikuti dengan Hari Bunda Maria Yang Berdukacita pada hari berikutnya? Hal itu bukan ditentukan sembarangan saja. Gereja Katolik memandang bahwa antara Bunda dan Putranya ada pertalian yang amat erat.
Maria dan Yesus adalah dua pribadi yang memiliki posisi penting dalam perjalanan iman kita. Dua pribadi ini mengalami peristiwa yang saling terkait satu sama lain.
Maria menerima tugas penyelamatan dengan konsekuensi bahwa dia akan terkait dengan segala peristiwa yang akan dihadapi anaknya sendiri. Sudah menjadi hal yang biasa bila seorang ibu menjadi sangat dekat dengan anaknya secara emosional. Dunia sinetron bisa menjadi gambaran bagi kita bahwa seorang anak yang dibuang oleh orang tuanya atau dititipkan di rumah penitipan anak, masih memiliki pertalian dengan orang tua, minimal dengan ibunya sendiri. Bagaimana mungkin seorang ibu bisa melupakan anaknya sendiri. Hewanpun tahu yang mana anaknya sendiri sampai pada suatu tahap tertentu. Hewan yang boleh dikatakan memiliki intuisi atau insting berbeda dari manusia pun masih bisa mengerti mana anaknya, mana bukan. Mungkin juga terjadi bahwa insting hewan jauh lebih tajam daripada insting manusia. Jika demikian manusia bisa dikatakan lebih rendah daripada hewan.
Seorang ibu yang terpaksa melahirkan anaknya secara sembunyi-sembunyi dan menitipkan bayinya pada tukang becak dengan alasan bahwa dia akan mampir ke toko untuk membeli obat bagi si bayi, bisa meninggalkan anaknya sejak itu sampai sekarang. Tetapi dapatkah seorang ibu melupakan bahwa dia pernah melahirkan seorang anak?
Pertalian Yesus dan Maria, perjuangan mereka sejak masa dalam kandungan, suka dan duka mereka alami bersama. Gereja mengerti dengan amat baik hubungan mereka ini. Yesus yang MahaKudus telah dipertalikan dengan Maria yang memang telah dipersiapkan dengan tak bernoda. Apalagi dalam masa penderitaan. Maria tidak lepas pula dari situasi yang dialami Putranya. Dialah yang terhitung berdiri di kaki salib putranya itu. Maria mendampingi putranya hingga menjelang kematiannya. Kesusahan seorang anak di hadapan Maria, menjadi kesusahan hatinya sendiri. Maka Gereja mengajak kita untuk menyadari bahwa seorang anak dan orang tua, khususnya ibunya, amatlah tidak mungkin saling melupakan. Alangkah baiknya bila anak dan orang tua, anak dan ibu menjadi pengingat bagi kita bahwa semua kita terlahir karena orang tua kita. alangkah baiknya bila kita juga sadar bahwa anak yang terlahir, bagaimanapun juga adalah anak yang memiliki pertalian secara emosional. Maka Bunda Maria menjadi teladan bagi kita untuk memelihara kehidupan, menghadapi hidup dalam suka dan duka, juga suka duka putra kita sendiri.

Marilah berdoa:
Yesus Tuhan kami, semoga kami sanggup memelihara hubungan yang akrab dengan ibu kami dan ibuMu Maria. Amin.


Minggu, 16 September 2007
Pekan Biasa XXIV
Kel 32:7-11,13-14; 1Tim 1:12-17; Luk 15:1-32
===========================================================================


YANG HILANG DAN MENGGEMBIRAKAN

Kehilangan benda atau seseorang yang disayangi memang membuat sedih. Banyak orang menjadi patah semangat ketika kehilangan sesuatu atau seseorang. Hampir semua orang akan menangis menumpahkan kesedihan ketika kematian membuat mereka kehilangan orang yang disayanginya. Kehilangan yang tak tergantikan bahkan bisa membuat orang mengambil jalan pintas, bunuh diri. Domba yang hilang, dirham yang hilang, anak yang hilang, tiga perumpamaan Yesus yang membesarkan hati kita.
Hewan, barang dan manusia, memang bisa saja hilang. Domba yang hilang tidak menyurutkan semangat gembala untuk mencarinya, apapun keadaannya saat ditemukan. Dirham yang hilang mungkin tak berarti dalam jumlah tetapi bila dirham itu berkaitan dengan laporan keuangan yang harus dilengkapi maka upaya mencari dan menemukannya menimbulkan rasa cemas. Sedangkan anak yang hilang mengundang emosi orang tua untuk tidak tidur nyenyak sebelum anak itu kembali.
Tiga perumpamaan tentang kehilangan itu samasekali tidak menyurutkan kerinduan untuk menemukan dan menerima kembali. Bahkan ketika kehilangan, dua perumpamaan itu menunjukkan upaya yang perlu ditempuh supaya sesuatu yang hilang itu dapat ditemukan kembali. Uniknya, ketika yang hilang adalah manusia, tidak ada upaya untuk mencari dan menemukannya. Mengapa justru tidak ada upaya dari bapa itu untuk mencari anak yang hilang itu? Mengapa bapa hanya menanti di pintu depan rumah sambil berharap anaknya akan pulang kembali? Apakah itu menyiratkan kita manusia juga? Yang ketika kehilangan barang atau hewan kekayaan, dengan susah payah kita berusaha untuk menemukannya kembali. Sedangkan ketika sebuah persahabatan atau hubungan kekeluargaan hilang, kita justru cenderung menunggu orang lain untuk kembali dan bertobat?
Bapa surgawi yang digambarkan sebagai bapa yang baik hati, memberi kebebasan seluasnya pada anaknya yang nakal, tidak pernah memaksakan kehendakNya pada anakNya yang nakal. Mungkin kita adalah domba yang hilang, yang menanti dicari dan ditemukan. Atau kita menganggap diri seperti dirham yang hilang sambil berharap bahwa Tuhan akan menyingkirkan semua yang lain, membuang yang lain dan memprioritaskan kita untuk dicari dan ditemukan? Tetapi kita juga mesti sadar, bahwa kita bukan kelas domba atau dirham yang tak mengerti. Kita adalah manusia. Tuhan tetap memberi kebebasan tanpa memaksakan kehendakNya untuk membuat kita kembali. Dia tetap menunggu sambil berharap, bahwa kita sadar. Sadar bahwa kita bukan hewan yang harus digendong untuk dibawa kembali ke tengah kawanan.

Marilah berdoa:
Ya Tuhan, semoga kami memiliki kebenarian untuk pulang kembali kepadaMu, walaupun sadar bahwa kami penuh salah dan dosa. Amin.




Senin, 17 September 2007
1Tim 2:1-8
Luk 7:1-10
===========================================================================


YA TUHAN, SAYA TIDAK PANTAS

Seorang perwira Romawi yang disebut sebagai bangsa kafir, dipuji oleh Yesus karena imannya. Masyarakatnya juga memuji sikapnya yang terbuka terhadap sikap hidup rohani bangsa Yahudi. Walaupun dia dinilai sebagai bangsa kafir, dia tidak menutup diri terhadap nilai religiositas bangsa yang mengaku diri sebagai bangsa terpilih di hadapan Tuhan. Perwira yang baik hati terhadap kelompok Yahudi. Perwira yang amat peduli pada seorang hamba itu, adalah perwira yang amat rendah hati. Dia mengerti bagaimana pandangan orang Yahudi terhadap dirinya sebagai orang Roma. Dia amat sadar bahwa di hadapan Tuhan, dia dianggap sebagai orang kafir yang jauh dari Tuhan. Tetapi sikap hidupnya membuat Yesus pun kaget. Yesus kagum dan sadar bahwa di luar agama Yahudi juga ada orang ber hati baik. Itu pulalah yang terwujud bahwa pada akhirnya Yesus melintasi batas-batas keyahudian untuk mewartakan kabar baik.
Dunia Yahudi seperti mendapat hak khusus di hadapan Tuhan. Mereka, kaum israel, tercatat dalam Alkitab sebagai bangsa kesayangan Tuhan. Tetapi rahmat Tuhan rupanya tidak terbatas hanya untuk mereka yang merasa diri terpilih. Orang Roma yang dianggap kafir, perwira yang merasa diri tak pantas di hadapan Tuhan, juga mendapat berkat tersendiri.
Perwira itu juga ternyata amat mengerti persoalan sosial yang mungkin akan timbul jika Yesus sampai ke rumahnya. Dia tidak mau membawa Yesus memasuki persoalan sosial yang tidak perlu terjadi. Maka dengan satu keyakinan, dia meminta supaya Yesus membagi berkat dari jauh tanpa harus menciptakan persoalan sosial. Haram bagi orang Yahudi jika memasuki rumah bangsa kafir. Sebenarnya Yesus sedang menuju rumah perwira itu. artinya, Yesus sendiri tidak mempertimbangkan persoalan sosial yang akan muncul. Dia rela juga direndahkan bila memang mesti datang membawa pertolongan. Catatan yang perlu kita ingat adalah, perwira itu memang dinilai kafir, tetapi orang yahudi telah menganggap bahwa perwira itu “layak”.
Lepas dari persoalan perdebatan di antara kaum Yahudi, perwira itu sendiri lebih mengerti. Walaupun dia dianggap tidak pantas, atau dia sendiri merasa tak layak, tetapi keyakinannya mendorong dia untuk minta bantuan pada Yesus. Imannya dipuji oleh Yesus. Maka dengan leluasa Yesus bisa mengerjakan hal yang baik bagi hamba perwira itu, walaupun dari jauh. Itulah doa.
Doa terjadi dari manapun, di manapun, saat manapun. Jika terjadi ketulusan hati antara kedua belah pihak, bukan hal mustahil bahwa doa itu mendatangkan hal yang diharapkan.


Marilah berdoa:
Ya Yesus, ajarkan kami beriman seperti perwira yang tulus dan rendah hati.
Amin.






Selasa, 18 September 2007
1Tim 3:1-13
Luk 7:11-17
===========================================================================


ANAK MUDA, BANGUNLAH

Seorang janda dengan satu anak, menjadi amat sedih. Seluruh hidupnya dicurahkan bagi anak yang dibesarkannya. Hingga saat orang muda itu harus bersikap dewasa, malah harapan janda itu lenyap. Anaknya matil. Harapannya hilang. Semangat hidupnya juga lenyap. Banyak orang menyertai pemakamannya. Itu juga menunjukkan sikap dan penghargaan masyarakat terhadap orang muda itu. Tentu juga sikap kasih terhadap janda itu. Di tengah perjalanan menuju kubur, Yesus menyaksikan arakan kematian itu. Arakan kematian harapan. Arak-arakan kematian sebuah mimpi masyarakat dari orang muda itu. harapan mereka putus. Itulah putus asa.
Putusnya harapan dan asa mengundang Yesus untuk bersabda, “anak muda, ... bangkitlah..” Sabda itu sungguh membangkitkan orang muda itu dan juga membangkitkan harapan bagi si janda dan juga masyarakat sanak kerabatnya. Hal yang luar biasa dan mengagumkan bagi masyarakat itu. Keagungan dan kuasa Sabda Yesus amat nyata dan bukan hanya kata-kata tanpa makna. Kata-kataNya membangkitkan jasad yang kaku. Kata-kataNya membangkitkan hidup dari kematian. FirmanNya juga membangkitkan harapan baru.
Bulan ini, bulan Kitab Suci. Bulan yang mengajak kita untuk membaca dan merenungkan Sabda Tuhan secara lebih aktif. Keyakinan kita sebagai orang beriman adalah Firman itu membawa kebaikan. Membimbing kita di jalan hidup. Tak jarang kita jumpai pula bahwa mereka yang telah diarak menuju kematian harapan, akhirnya bersemangat lagi karena Firman Tuhan. Tak jarang pula kita temukan, orang yang merasa tak memiliki harapan, akhirnya menemukan jalan untuk keluar dari persoalan hidup karena bimbingan Firman Tuhan.
Firman Tuhan memang penuh kuasa. Dalam FirmanNya tidak ada jalan buntu. Dalam FirmanNya jalan kematian telah dibelokkan menuju kehidupan. Jasad yang kaku pun sanggup dihidupkan dengan FirmanNya. Apalagi jalan yang terasa buntu.
Orang muda yang merasa bahwa jalan hidupnya telah berakhir kerap kali harus mendengar Sabda Tuhan “bangkitlah”. Jika jasad kaku pemuda di Nain masih bisa mendengarkan SabdaNya dan bangkit, mengapa pemuda yang masih bernyawa dan fleksibel tidak mendengar Sabda Yesus untuk bangkit dan bergerak seperti seruan SAGKI? Atau jangan-jangan, yang hidup dan katanya masih belum kaku dan fleksibel ini tidak bisa mendengarkan Sabda Tuhan? Haruskah kita menjadi kaku terlebih dahulu untuk bisa mendengarkan Sabda “bangkitlah”?

Marilah berdoa:
Yesus Tuhan kami, bukalah telinga hati kami untuk mendengarkan SabdaMU. Bangkitkanlah kami dari kematian harapan kami. Amin.







Rabu, 19 September 2007
1Tim 3:14-16
Luk 7:31-35
===========================================================================

MENGIKUTI JALAN TUHAN

Kisah injil hari ini menampilkan sebuah renungan kecil yang menunjukkan betapa sulitnya hidup bagi orang lain dan betapa sulitnya orang membuka hati untuk menerima suatu kebenaran. Kebanyakan orang hidup berdasarkan kebenaran dan aturannya sendiri. Karena itu, ketika orang lain melakukan sesuatu yang benar, acap kali ditolak karena tidak sejalan dengan aturan mereka. Yohanes Pemandi tidak diterima karena ia tegas dalam membela kebenaran. Atau Yesus tidak diterima katerena Ia terlibat dalam kehidupan biasa manusia, makan dan minum seperti manusia kebanyakan.
Penginjil menggambarkan situasi itu dengan seorang yang bermain seruling. Ia mengajak orang bernyanyi, namun orang lebih suka melagukan kidung sendiri. Ia mengajak orang menari, namun orang lebih suka menari menurut iramanya sendiri. Sikap ini memperlihatkan betapa sulitnya orang membuka hatinya untuk menerima keselamatan yang sedang ditawarkan kepada mereka.
Namun demikian, orang yang sungguh terbuka bagi tanda-tanda kehadiran Allah tentu akan mampu mengenal kehendak Allah dalam kehidupannya. Orang seperti ini selalu siap untuk menerima rahmat Allah yang dianugerahkan kepadanya. Kebijaksanaan Allah bisa menyentuh hati setiap orang, termasuk menyentuh hati orang yang sederhana sekali pun. Tapi persoalannya, apakah kita masih peka terhadap hati nurani kita sendiri?
Suasana untuk membangun kepekaan itu mutlak perlu diciptakan. Latihan untuk membangun kepekaan akan membantu kita untuk mengenal kehendak Allah dalam kehidupan kita. Juga membantu kita untuk dapat dengan bijaksana menempatkan diri dalam kehidupan bersama, entah dalam keluarga, komunitas basis, tempat kerja maupun di tengah masyarakat.
Kepekaan itu bisa tercipta kalau kita setia membangun relasi yang akrab dan intim dengan Allah sendiri, sehingga menjadikan diri kita sebagai kenisah Allah yang hidup, tiang dan penopang kebenaran. Tuhan telah menunjukan kepada kita jalan kebenaran itu. Kebenaran yang akan membawa kita kepada keselamataan. Tuhan yang mahabijaksana akan setia membimbing jalan hidup kita. Maka, kita perlu menyesuaikan diri dengan Tuhan yang berbicara kepada kita lewat tanda-tanda zaman, sebab hikmat Allah dibenarkan oleh orang yang menerimanya. Semoga kita dapat melihat setiap saat sebagai saat rahmat karena Allah dalam diri Yesus PuteraNya menyelamatkan kita setiap saat.

Marilah berdoa,
Tuhan Yesus, curahkan daya kuasa RohMu ke atas diri kami, sehingga kami mampu untuk mengenal setiap kehendakMu dalam kehidupan sehari-hari. Amin.





Kamis, 20 September 2007
PW. Andreas Kim Taegon dan Paulus Chong Hasang
1Tim 4:12-16; Luk 7:36-50
===========================================================================
SIAPAKAN DIA INI SEHINGGA IA MENGAMPUNI DOSA

Orang Farisi sering menganggap dirinya bersih dari dosa. Karena itu mereka tidak mau bergaul dengan para pendosa. Mereka berpikir bahwa kenajisan kaum pendosa niscaya mencemari kehidupan orang benar. Yesus menunjukkan bahwa kebutuhan untuk memisahkan diri sama seperti menunggu hukuman bagi kaum pendosa dan mengabaikan kebijaksanaan Allah.
Yesus berani menerima perempuan yang dianggap pendosa karena melihat pertobatan perempuan itu tulus. Kekayaannya ditumpahkan dan keharuman muncul dari perbuatannya. Ia menangisi kehidupannya dengan duduk di dekat kaki Yesus. Rambut yang menjadi mahkota kewanitaannya menjadi pembersih air mata kesedihannya. Ia menciumi kaki Yesus sebagai tanda kasih. Yesus melihat perempuan itu bukan sebagai pendosa melainkan sebagai pengasih. Kasihlah yang membuka lembaran baru kehidupan. Mengampuni dosa menciptakan hidup baru, sesuatu yang ada diluar kemampuan manusia. Yesus membenarkan keheranan para penanya bahwa yang ada di sini lebih daripada manusia.
Bagaimana pendosa diubah oleh Yesus? Pertama, Yesus menerima si pendosa. Ia tahu, siapakah dan orang apakah perempuan yang menjamahNya ini; Ia tahu bahwa perempuan itu adalah orang berdosa. Ia tidak mengusir tetapi membiarkan si pendosa mendekat. Ia menerimanya dengan damai. Kedua, Yesus mengenal si pendosa seperti bapa mengenalnya, sebagai orang berdosa yang tetap dicinta dan akan diselamatkan oleh Yesus Sang Putera lewat sengasara, wafat dan kebangkitanNya. Ketiga, dosa tidak ditiadakan begitu saja tetapi dibawa oleh Yesus dalam sengsara dan penderitaanNya. Ia mati bagi kita agar bersama Dia kita mati bagi dosa dan bangkit sebagai ciptaan baru bersama Dia. Semua itu dijalankan oleh Yesus sebagai Sang Putera, yang dijadikan dosa untuk mengangkat kita keluar dari dosa, dari maut menjadi ciptaan baru. Yesus telah melunasi dosa kita dengan harga yang paling mahal yakni darahNya sendiri.
Iman pada Yesus, Sang Putera mendatangkan keselamatan. Yesus memuji iman yang ada dalam diri para pendosa. Iman itulah yang menyelamatkan para pendosa. “Imanmu telah menyelamatkan engkau, pergilah dalam damai”. Misi perutusan yang harus dilaksanakan oleh pendosa yang telah diampuni itu ialah untuk terus-menerus mengerjakan keselamatannya itu dalam hidup setiap hari. Si Pendosa terus berjuang membebaskan diri dari unsur-unsur kematian yang meliliti hidupnya. Semangat inilah yang terus dibangun dalam hidup kita, bukannya sibuk mencari dan memperbincangkan kesalahan dan dosa orang lain.
Yesus menyadarkan kita untuk tidak memberi cap secara gampang terhadap sesama, berani menerima sesama sebagai pribadi dan menciptakan suasana pengampunan yang memungkinkan orang membenahi hidupnya. Membangun suasana kehidupan yang kondusif untuk persaudaraan adalah awal pengampunan. Bisakah kita untuk mau mengampuni dosa sesama kita?

Marilah berdoa,
Tuhan, kami sering kali jatuh dalam dosa dan begitu gampang mencap orang lain sebagai pendosa. Ampuni dosa kami dan berilah kami kekuatan untuk hidup sebagai manusia baru dalam rahmatMu. Amin.
Jumat, 21 September 2007
Pesta St. Matius, Rasul dan pengarang Injil
Ef 4:1-7,11-13; Mat 9:9-13
===========================================================================


PENDOSA BAGI TUHAN

Blacklist atau daftar orang yang dicatat sebagai “orang hitam” tanpa sadar, ada dalam benak kita. Ada orang-orang yang dengan sendirinya kita jauhi dari pergaulan kita. Dengan alasan supaya kita sendiri tidak terpengaruh oleh orang-orang seperti itu, kita berusaha menjauhinya. Bahkan terhadap anak-anak kita, kita sering berpesan supaya memilih teman pergaulan. Sedapat mungkin teman pergaulan itu mendapat rekomendasi baik dari lingkungan hidup kita. jarang ada orang tua yang mengarahkan anaknya untuk bergaul dengan orang-orang yang dicap tidak baik. Jarang pula ada orang yang dengan kesadaran penuh, hadir dan bergaul dengan para perampok. Ibarat “perawan di sarang penyamun”.
Di sisi lain, tidak enak dicap hitam dalam pergaulan. Ketika orang mencibirkan bibirnya terhadap kita. Ketika orang berkata “saya kenal dia”, atau “saya tahu kartunya”, kita telah membuat cap seperti orang Farisi terhadap para pemungut cukai seperti Matius. Sebagai Matius, atau bila kita dicap seperti itu, kita menjadi tidak memiliki kesempatan untuk berkembang. Apapun yang kita lakukan, orang langsung berkata, “saya sudah tahu kartunya”. Sikap ini terjadi dengan berbagai bentuk dalam pengalaman hidup kita.
Yesus membawa sesuatu yang sama sekali berbeda. Dia tahu kartu Matius. Dia tahu seberapa jauh Matius merugikan orang lain. Tetapi Yesus mengambil sikap mendatanginya dan menerima dia tanpa membawa cap masyarakat terhadapnya.
Orang Farisi mengambil sikap “demi menjaga keamanan diri” maka mereka tidak mau bergaul dengan orang-orang yang dicap jelek dalam masyarakat. Mereka takut tertular kejahatan. Mereka takut digunjingkan sebagai orang yang bersekongkol dengan orang yang dicap jahat. Tetapi sikap Yesus membuka pemahaman baru. Justru orang seperti Matius lah yang perlu mendapat perhatian. Bagi orang seperti Matius lah Yesus hadir. Yesus tidak menutup kemungkinan bergaul dengan orang-orang dengan stigma khusus itu.
Pada lain posisi, orang Farisi merasa nyaman dengan membatasi pergaulan hanya dengan orang-orang yang dianggap bersih. Pergaulan yang eksklusif sambil mencibir terhadap kelompok lain mungkin perlu kita renungkan. Bukankah kita cenderung akrab dengan orang-orang yang menurut kita adalah orang yang baik terhadap kita? Dan mengambil sikap hati-hati ketika harus ada bersama orang-orang yang kita anggap hitam? Hendaknya kita sadar, bahwa Yesus menegur orang Farisi yang bersikap merasa diri lebih baik dari orang jahat tetapi menilai orang lain tidak layak untuk diajak bergaul.

Marilah berdoa:
Yesus Tuhan kami, semoga kami berani mengikuti Engkau. Menerima setiap orang, bahkan mereka yang dicap jelek dalam lingkungan kami.
Amin.




Sabtu, 22 September 2007
1Tim 6:13-16
Luk 8:4-15


MENABUR FIRMAN BAGI SEMUA ORANG

Firman Tuhan, pada masa lalu tidak semua orang bisa mendengarkan. Kitab Suci hanya diijinkan dipegang dan dibuka oleh orang-orang terpilih. Pengalaman gelap dalam Gereja membuat Gereja mengambil kebijakan seperti itu. Pada masa itu, banyak orang menafsir Sabda Tuhan sekehendak hatinya dan menciptakan perpecahan di kalangan umat. Sikap itu tentu adalah sikap yang keliru. Sabda Tuhan bukan milik segelintir orang. Sabda Tuhan tidak bisa dibatasi hanya bagi orang-orang tertentu. Sebab Tuhan bersabda bagi semua orang, bukan hanya bagi orang yang merasa dekat denganNya.
Perumpamaan penabur dan benih yang ditabur menunjukkan pada kita. Sabda Tuhan ditaburkan bagi semua kalangan. Tidak ada pemikiran untung dan rugi ketika Sabda itu ditaburkan. Apa gunanya menaburkan Firman di tengah jalan yang akan lenyap tanpa bekas. Apa gunanya menabur Firman di tengah semak duri? Tidak ada petani yang sembarangan dalam menabur benih yang baik. Juga, tidak ada orang yang sembarangan menebar kemurahan hatinya tanpa memikirkan efek dan manfaatnya bagi dirinya sendiri. Orang cenderung berpikir, apa faedah menebar kemurahan hati kepada orang lain. Bahkan ketika menebar kasih terhadap para pengemispun orang masih berpikir “demi keselamatan kendaraan dari goresan paku”, atau “supaya pengamen itu cepat pergi dan tidak mengganggu acara makan”.
Tuhan menabur benih FirmanNya bukan sembarangan. DitaburkanNya bagi semua situasi. Situasi tanah yang keras, situasi tanah yang bersemak duri, situasi yang haus dengan Firman dan sebagainya. Firman Tuhan tidak pilih kasih. Sikap batin kita tidak membuat Tuhan jera untuk menebarkan benih FirmanNya. Entah kita menanggapinya dengan serius, entah hangat-hangat tahi ayam, entah dengan sambil lalu, Firman itu tetap mengalir untuk kita.
Tiap hari, tiap saat, Tuhan menaburkan FirmanNya bagi kita. Firman itu bukan hanya Sabda yang telah dicetak dalam Alkitab. Kerapkali malahan, Firman Tuhan disampaikan pada kita lewat pengalaman di perjalanan. Kesadaran ini hendaknya mengundang kita untuk mengerti bahwa Firman Tuhan tidak hanya ditaburkan di dalam perayaan ekaristi, atau hanya ketika kita membaca Kitab Suci. Firman itu ditaburkan setiap saat. Tak pernah Tuhan membatasi FirmanNya hanya dalam ruang tanah yang subur. Bulan ini, Bulan Kitab Suci. Bulan, di mana Firman itu mengundang kita untuk menanggapi Firman dengan lebih baik. Memang alangkah baiknya bila Firman itu menghasilkan buah kebaikan dalam diri kita. Hal ini mengajak kita untuk mengerti bahwa Firman itu bukanlah buah yang ditaburkan. Firman itu adalah benih yang ditaburkan untuk mencapai hasil. Siapapun kita, Firman itu tetap ditaburkan. Sadarkah kita bahwa Firman itu ditaburkan setiap saat dalam hati kita. Tidak peduli bagaimana sikap kita dalam menyambut FirmanNya itu, Dia tetap tertabur bagi hati kita yang mungkin kering atau tidak berharap akan FirmanNya.

Marilah berdoa:
Yesus, Sabda Ilahi, semoga SabdaMu kami sambut dengan penuh semangat dan menghasilkan buah baik dalam hidup kami. Amin.

Minggu, 23 September 2007
Pekan Biasa XXV
Am 8:4-7; 1Tim 2:1-8; Luk 16:1-13
===========================================================================

MUSUH UTAMA TUHAN

Manusia takut pada hantu, itu sudah biasa. Atau manusia takut pada kegelapan masa depan hidupnya, penyakit yang menggerogoti tubuhnya, pada orang lain yang akan menjatuhkan karirnya, semua itu wajar-wajar saja dan sangat manusiawi. Setiap manusia memiliki ketakutannya sendiri-sendiri. Ketakutan menjadikan manusia bersifat manusiawi. Sama seperti pepatah yang menyatakan: Menungso nggendhong lali (=manusia memikul sifat lupa), maka manusia pun memikul ketakutan terhadap sesuatu.
Apakah dengan demikian TUHAN tidak memiliki rasa takut? Tuhan pun memiliki ketakutan terhadap suatu hal. Tentu saja Tuhan tak takut pada hantu, setan ataupun iblis. Juga bukan masa depan suram ciptaanNya yang menakutkan Tuhan. Kalau hendak disebut apa dan siapa yang menjadi musuh utama Tuhan dan menakutkanNya, itu adalah Mamon.
Mamon itulah yang menjadi musuh utama Tuhan yang senantiasa meneror Tuhan. Mengapa Mamon? Mamon adalah uang, harta kekayaan duniawi yang memiliki pesona bagi manusia. Mamon menjadi impian manusia. Jaminan kenyamanan duniawi dan kemudahan diberikan oleh mamon kepada setiap manusia yang memilikinya. Bukan hal yang aneh lagi kalau mamon juga menjadi semacam dewa penyelamat bagi manusia.
Di sinilah permasalahannya. Tuhan hendak merengkuh manusia dalam kasihNya. Tuhan rindu bahwa semua manusia ada dalam pengaruhNya. Tapi ternyata ada begitu banyak manusia yang tak peduli padaNya. Banyak manusia yang tak mau mengandalkan Tuhan dalam hidupnya. Mereka berpaling dari kasih Tuhan dan berselingkuh dengan mamon.
Ibarat istri pertama, Tuhan juga cemburu berat pada mamon yang seumpama istri muda yang cantik nan menawan bagi manusia. Oleh karena itu sama seperti istri tua yang merasa takut disaingi oleh istri muda, demikianlah kira-kira ketakutan Tuhan.
Perumpamaan tentang bendahara yang tak jujur disampaikan oleh Yesus untuk menggambarkan betapa cara pikir anak-anak manusia lebih cerdik daripada anak-anak terang. Kecerdikan sekaligus kelicikan manusia dapat muncul karena pengaruh mamon. Yesus juga hendak menyatakan suatu kebenaran bahwa ternyata mamon tidak dapat menjamin masa depan manusia. Tidak ada gunanya mempertautkan hidup pada mamon dan menjadikan mamon sebagai dewa sakti. Bendahara tak jujur itu akhirnya memahami bahwa dalam relasi yang baik dengan sesama, dalam kemurahan hati terhadap sesama, di situlah terletak kunci jaminan masa depan hidupnya.
Oleh karena itu, pesan Injil sangat jelas. Jalinlah relasi dengan orang lain dengan tulus dan murah hati. Jangan menjalin relasi dengan mamon. Tetaplah kembali kepada Tuhan yang adalah jaminan hidup abadi. Berbaliklah pada Tuhan yang kasih dan cintaNya tulus bagi kita. Kembalilah dalam rengkuhan kasihNya.

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, semoga kami senantiasa ingat dan sadar bahwa hanya Engkaulah jaminan hidup dan masa depan kami, bukan pada harta benda dan mamon duniawi ini. Amin.


Senin, 24 September 2007
Ezr 1:1-6
Luk 8:16-18
===========================================================================

CARA MENDENGAR

Bantuan idealnya diberikan kepada seseorang yang kekurangan dan tidak mempunyai sesuatu. Ketika terjadi bencana kelaparan misalnya, bantuan makanan diberikan kepada mereka yang tak mempunyai makanan. Kepada yang rumahnya hancur karena bencana gempa, diberikanlah bantuan untuk membangun kembali rumah mereka. Bagi yang masih mempunyai makanan dan rumah, tentu bantuan tidak diperlukan.
Melalui Injil yang hari ini kita dengarkan, Yesus mengatakan sesuatu yang aneh: “Kepada siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi. Tetapi siapa yang tidak mempunyai, daripadanya akan diambil, juga apa yang ia anggap ada padanya.” Apa maksud Yesus?
Secara harafiah dan sekilas, tampaknya Sabda Yesus itu sungguh tidak adil. Orang yang sudah memiliki sesuatu tentu saja tidak membutuhkan bantuan. Memberikan bantuan makanan kepada orang yang tak kelaparan, memberikan sumbangan uang kepada orang yang kaya dan berkecukupan atau memberikan bantuan pembangunan rumah kepada mereka yang rumahnya masih berdiri kokoh adalah tindakan seumpama menggarami air laut, sia-sia dan tak berfaedah.
Mari kita cermati Sabda Yesus itu lebih lanjut. Yesus bukanlah mengajarkan ketidakadilan. Yesus juga tak hendak memberitahukan tentang pemberian yang sia-sia. Apa yang dikatakan oleh Yesus itu berada dalam konteks pernyataan sebelumnya, yakni: “Karena itu perhatikanlah cara kamu mendengar...”
Yang dimaksud oleh Yesus tentang yang mempunyai akan diberi, yang tak punya akan diambil adalah berkaitan dengan cara mendengar, bukan tentang memiliki atau tak memiliki uang, makanan atau harta benda duniawi. Pendeknya, sesuatu yang dimiliki atau tak dimiliki itu adalah pengertian, niat serta tekad untuk menjadi jujur apa adanya, seperti yang diumpamakan dengan pelita yang bernyala.
Jadi seseorang yang memiliki niat baik dan jujur serta pengertian yang mendalam, kepadanyalah layak diberi lebih. Sebaliknya kepada mereka yang culas, masa bodoh dan tak berniat untuk maju, justru mereka akan kehilangan banyak hal yang ada pada mereka. Cara mendengar yang baik adalah ketika kita memposisikan diri sebagai pihak yang memiliki pengertian. Baru dengan demikian ia akan merasa mendapatkan sesuatu yang lain dari pihak lain.
Kongkretnya seperti contoh berikut. Ada seseorang yang sudah berpengalaman dalam hidupnya, berkecukupan secara materi, pekerjaan dan profesi yang mantap. Ia tekun mengikuti sebuah rekoleksi yang diadakan wilayahnya. Mungkin materi rekoleksi bukan sesuatu yang istimewa baginya, tapi ia mendapat kekayaan iman, diberi anugerah karena pada kesempatan itu ia dapat bertemu keluarga-keluarga lain dan saling membagikan pengalaman iman. Ia sangat bergembira dan bersemangat mengikuti rekoleksi tersebut karena hidupnya diperkaya. Nah, ia yang telah memiliki pengertian, niat dan kejujuran yang rendah hati, menjadikan dia menerima lebih banyak lagi.

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, semoga kami memiliki kerendahan hati untuk mau terbuka mendengarkan orang lain. Dengan demikian kami pun Kauberi anugerah berlimpah. Amin.

Selasa, 25 September 2007
Ezr 6:7-8,12b,14-20
Luk 8:19-21
===========================================================================

IBU DAN SAUDARA-SAUDARA YESUS

Hubungan persaudaraan dan ikatan hubungan darah selalu memiliki keistimewaan. Selalu ada nuansa yang berbeda manakala kita bertemu dengan saudara-saudara yang memiliki ikatan darah daripada dengan mereka yang tak memiliki hubungan darah. Tentu saja tidak semua relasi dan hubungan darah sedemikian kuat mengikat. Ada pula orang yang dapat menjadi sangat akrab dan dekat melebihi saudara kandungnya sekalipun berasal dari suku, bahasa dan asal yang berbeda.
Yesus menyadari hal itu. Oleh karena itu reaksi yang diperlihatkan oleh Yesus ketika diberitahu bahwa ibu dan saudara-saudaraNya datang ingin bertemu denganNya, adalah biasa-biasa saja. Yesus tak menunjukkan reaksi yang berlebihan menerima ibu dan saudara-saudaraNya di hadapan orang banyak. Bagi Yesus, ikatan darah bukanlah sesuatu yang istimewa. Yang lebih penting bagiNya adalah ikatan dalam Allah sendiri, yakni jika kita mendengarkan firman Allah dan melakukannya.
Hal itu juga bukan berarti bahwa kita harus mengabaikan sama sekali saudara-saudara kita yang memiliki ikatan darah. Bagaimanapun juga kaum keluarga dan mereka yang menjadi saudara-saudara yang terikat hubungan darah memiliki peran istimewa dalam hidup kita. Kita diajak untuk menjadi bijaksana agar tetap menghormati mereka, apalagi orang tua kita masing-masing. Bagaimanapun juga menghormati orang tua adalah perintah Allah yang harus kita jalankan.
Kadang kala setelah sukses dan berhasil kita menjadi enggan untuk mengakui saudara-saudara kita. Bahkan seperti hikayat malin kundang, bisa juga kita menjadi durhaka terhadap orang tua kita. Mungkin penampilan mereka kampungan dan tak berpendidikan, tidak seperti kita. Tetapi bagaimanapun juga adalah sesuatu yang tak benar jika kita tak mau mengakui ikatan darah kita dengan mereka.
Yesus bukan hendak mengubur masa laluNya dan tidak mengakui ibu dan saudara-saudaraNya ketika Ia berkata, “IbuKu dan saudara-saudaraKu ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan melakukannya.” Justru dalam pernyataan itu Yesus hendak menegaskan kepada khalayak pendengarNya. Jika ingin menjadi ibuKu dan saudara-saudaraKu, lihatlah mereka ini yang datang mengunjungiKu. Ibuku dan saudara-saudaraKu menjadi dekat denganKu bukan hanya karena hubungan darah, melainkan juga karena hubungan rohani dengan Allah.
Sekalipun memiliki ikatan darah, tapi kalau tidak memiliki hubungan rohani dengan Allah, niscaya tidak bisa menjadi saudara-saudara Yesus. Sebaliknya, sekalipun tak memiliki hubungan darah kalau memiliki hubungan rohani, bisa saja menjadi saudara-saudara Yesus. Yang paling ideal adalah: ya memiliki hubungan darah, ya sekaligus memiliki hubungan rohani.

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, semoga kami sanggup menjadi saudara bagi Yesus karena ketekunan kami mendengarkan firman Allah dan melaksanakannya. Amin.



Rabu, 26 September 2007
Ezr 9:5-9
Luk 9:1-6
===========================================================================

BUKTI DIUTUS

Suatu kali ada pasangan calon suami-istri yang datang ke pastoran untuk mengurus persiapan perkawinan. Ada persyaratan yang belum lengkap. Oleh pastor mereka dianjurkan untuk kembali lagi ke paroki asal dan berbicara dengan pastor paroki tempat mereka berasal. Sebelum meninggalkan pastoran, calon pengantin perempuan berkata kepada pastor, “Romo, bolehkan kami meminta secarik surat keterangan dari pastor untuk kami berikan kepada pastor paroki kami?”
Pasangan itu tidak merasa afdol kalau tidak membawa suatu bukti bahwa mereka diutus oleh pastor tempat mereka hendak mengurus pernikahan. Hal tersebut sangat dapat dimengerti. Ketika kita menjadi utusan orang lain, kita harus dapat menunjukkan bukti nyata bahwa kita memang diutus oleh yang mengutus kita. Hal itu akan memberikan kepercayaan kepada siapa yang akan kita datangi.
Injil hari ini mengisahkan pula bagaimana kedua belas murid Yesus diutus. Perbekalan jasmani seperti tongkat, bekal roti ataupun uang serta dua helai baju tidak perlu direpotkan. Namun demikian bukti dan jaminan tetap dibutuhkan oleh para murid Yesus. Oleh karena itu sebelum diutus, para murid diberi bekal rohani, yakni tenaga dan kuasa untuk menguasai setan dan menyembuhkan penyakit-penyakit.
Menjadi utusan Tuhan tidak perlu harus menunjukkan papan nama di dada yang bertuliskan “Utusan Tuhan”. Pun tak perlu surat keterangan yang ditanda-tangani oleh Yesus. Bukankah tidak perlu kita membawa-bawa surat baptis dan menunjukkan kepada khalayak kalau kita ingin menjadi saksi dan utusan Tuhan yang membawa kabar baik di lingkungan-lingkungan.
Sakramen baptis dan sakramen krisma yang telah kita terima telah menjadi bukti dan tanda nyata secara rohani bahwa kita semua terpanggil untuk menjadi utusan Tuhan. Mungkin kita masih sering kurang percaya diri menjadi utusan Tuhan di hadapan orang lain, karena kita merasa tidak layak, tidak ditahbiskan atau belum dilantik seperti para prodiakon ataupun para lektor.
Memang semua itu sangat mendukung perutusan kita. Para prodiakon misalnya, akan terasa afdol kalau juga dilantik di hadapan umat. Tapi apakah pelantikan itu yang menghasilkan semangat pelayanan? Niscaya bukan. Semangat pelayanan dan rela menjadi utusan adalah berasal dari hati masing-masing orang. Komitmen setiap orang untuk mengaktualisasikan sakramen baptis dan sakramen krisma adalah yang terpenting menjadi dasar setiap perutusan. Setiap orang Katolik dipanggil oleh Yesus untuk menjadi duta perpanjangan tangan kasihNya.
Sekalipun kita tak memiliki kelimpahan jasmani ataupu kekayaan berlebih, kita tak terhalang untuk menjadi utusan Tuhan. Semoga kita menjadi semakin yakin pada rahmat sakramen baptis dan krisma yang menjadikan kita siap sedia untuk pergi ke mana saja dan kepada siapa saja demi semakin meluasnya cinta Tuhan.

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, semoga kami senantiasa teguh dan yakin pada rahmat sakramen baptis dan krisma yang memberikan kekuatan bagi kami untuk siap menjadi utusan dan duta kasihMu. Amin.


Kamis, 27 September 2007
PW. St. Vinsensius a Paulo
Hag 1:1-8; Luk 9:7-9
===========================================================================

GENTAR DI HADAPAN ORANG SUCI

Berita tentang kehebatan Yesus terdengar oleh Herodes. Nama Yesus yang disebut-sebut oleh banyak orang menggentarkan hati Herodes. Ada rasa takut, jangan-jangan roh Yohanes Pembaptis bangkit dalam diri Yesus untuk membalas dendam. Justru karena itu Herodes ingin bertemu dengan Yesus supaya dapat menyaksikan mujizat-mujizat yang dilakukanNya.
Sosok Yesus yang suci dan berkuasa membuat penguasa duniawi seperti Herodes tergetar. Dalam kehidupan kita sehari-hari pun kita akan merasakan betapa kehadiran sosok orang yang suci menjadikan kita gentar dan belingsatan. Sama seperti pengalaman Petrus ketika menyaksikan Yesus membuat mujizat di perahunya, pada saat ia mendapat tangkapan ikan melimpah karena Yesus berkata ‘Bertolaklah ke tempat yang lebih dalam, tebarkan jalamu di sana’. Petrus langsung merasa takut dan gentar. Petrus menjadi tidak tahan di hadapan kekuatan ilahi yang dibawa Yesus, sehingga akhirnya ia berkata: “Pergilah dari hadapanku Tuhan, aku orang yang berdosa.”
Pancaran dan kekuatan dari orang yang suci menjadikan kegentaran bagi orang-orang yang jahat. Kekuatan sinar kekudusan menerobos dan mengusir kegelapan kejahatan. Berhadapan dengan yang suci, kuasa jahat akan lari terbirit-birit kegerahan.
Santo Vinsensius a Paulo adalah seorang kudus yang hatinya gentar dan gelisah karena kontras hidup yang dialaminya. Sebagai imam muda ia berkarya sebagai kapelan pada sebuah keluarga bangsawan yang kaya raya. Segala kebutuhan hidupnya terpenuhi. Namun, yang dilihatnya di luar tembok istana sungguh berbeda. Ia menyaksikan betapa banyak orang yang miskin dan kelaparan. Anak-anak berkeliaran menjadi gelandangan. Banyak orang miskin berpakaian compang-camping. Ketika menyaksikan itu semua dan membandingkan dengan keadaan dirinya yang mengabdi dan bekerja pada keluarga kaya, hatinya menjadi tidak tenteram. Kemudian Vinsensius memutuskan untuk melayani orang miskin. Ia meninggalkan kemapanan dan kemewahan hidupnya dan menjadi pastor bagi orang-orang miskin.
Pilihan hidup Vinsensius untuk mengabdi dan melayani orang miskin menarik perhatian banyak pemudia yang ingin mengikuti jalan hidupnya. Akhirnya Vinsensius menghimpun mereka dan mendirikan Kongregasi Misi. Kharisma dasar para anggota Kongregasi Misi atau CM adalah perhatian dan karya kerasulan di antara orang-orang miskin dan gelandangan. Itulah yang diwariskan oleh Vinsensius yang hatinya digetarkan oleh Allah sendiri, bukan dengan mujizat hebat, melainkan melalui peristiwa sehari-hari.

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, semoga hati kami senantiasa bergetar dan rindu untuk berjumpa dengan Dikau. Kiranya kehadiranMu menjauhkan kami dari kegelapan dan kejahatan. Amin.






Jumat, 28 September 2007
Hag 1:15b-2:9
Luk 9:18-22
===========================================================================

MENURUTMU, SIAPAKAH AKU INI?

Ada dua kenyataan yang paradoks ketika kita berjumpa dengan orang lain. Di satu sisi kita akan mudah menilai seperti apa orang itu sesuai pendapat kita, tapi di sisi lainnya akan sulit kita pahami dari cara pandang orang itu sendiri. Dari apa yang kita lihat sekilas kita akan mudah mengatakan bahwa orang yang di depan kita itu terlalu banyak bicara, tak dapat dipercaya, tidak serius dan mencurigakan. Dapat juga kita terbawa oleh sikapnya yang ramah, terbuka serta bersahabat. Namun seperti apa sesungguhnya yang ada dalam hati seseorang, kita tak pernah dapat menguaknya.
Di balik penampilan sopan nan menawan dapat terjadi tersimpan kelicikan dan kejahatan. Sebaliknya dapat terjadi orang yang penampilannya urakan dan seolah-olah tak peduli pada situasi sekitar tersimpan sikap lemah lembut dan solider. Menilai siapakah sesungguhnya orang di hadapan kita bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan.
Oleh karena itu sangat dimaklumi jika Petrus dan para murid pun gelagapan ketika tiba-tiba Yesus bertanya kepada mereka, “Menurutmu, siapakah Aku ini?” Mereka tidak siap menghadapi pertanyaan yang seperti itu dari Yesus. Untuk mengatasi ketidaksiapan mereka, dengan mudah mereka memakai apa kata orang tentang Yesus. Ada yang mengatakan bahwa Yesus sama seperti Yohanes Pembaptis ataupun sebagai penjelmaan nabi-nabi terdahulu.
Memang, meminjam apa yang dikatakan orang lain untuk menyatakan siapakah seseorang di hadapan kita adalah cara yang paling aman. Kita tak perlu merasa sungkan dan takut karena penilaian itu berasal bukan dari kita. Kalaupun tidak sesuai, ya itu kan kata orang. Ada sikap tidak fair dan kesatria jika kita mengatakan siapakah seseorang di hadapan kita dengan meminjam pernyataan orang lain.
Yesus tidak menghendaki yang seperti itu. Yang Ia kehendaki adalah penilaian otentik dan apa adanya tanpa harus menghiraukan apa kata orang tentang diriNya. Menurutmu, siapakah Aku ini? Demikianlah Yesus terus mengejar para muridNya.
Petrus memecahkan kekakuan dialog antara Guru dan murid-muridNya tersebut. Ia menjawab, “Engkau adalah Mesias dari Allah.” Pengakuan Petrus itu berkenan pada Yesus. Akhirnya Yesus memperingatkan mereka untuk tidak memberitahukan jati diriNya kepada siapapun.
Demikianlah, pengakuan dari seseorang secara jujur dan apa adanya jauh lebih bernilai daripada mendengar penilaian dari orang lain. Penilaian dari orang yang begitu kenal dengan dekat akan lebih berharga daripada penilaian dari orang yang tak terlalu mengenal kita.

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, semoga dari hari ke hari kami semakin berusaha mengenal Dikau. Jauhkanlah kami dari godaan menilai orang lain dengan meminjam apa kata orang tentang orang itu. Semoga kami menjadi lebih otentik dalam hidup sehari-hari. Amin.




Sabtu, 29 September 2007
Pesta St. Mikael, Gabriel, Rafael Malaikat Agung
Dan 7:9-10,13-14; Yoh 1:47-51
===========================================================================

MALAIKAT UTUSAN ALLAH

Dulu sewaktu kecil saya biasa mendengarkan ajaran agama saudara-saudara kita orang muslim. Saya begitu terpesona dengan ajaran tentang malaikat-malaikat. Menurut kepercayaan mereka, malaikat-malaikat itu ada dekat dengan kehidupan kita. Mereka punya nama dan tugas khusus yang spesifik. Ada malaikat yang bertengger di kanan kita, tugasnya mencatat perbuatan-perbuatan baik, dan sebaliknya ada malaikat yang bercokol di kiri kita. Tugasnya mencatat perbuatan-perbuatan jahat kita. Ada pula malaikat-malaikat yang menjaga kubur. Tugasnya unik. Ketika orang yang mati sudah dalam kubur, begitu para pelayat melangkahkan kaki menjauhi kuburan maka segeralah kedua malaikat menemui orang yang mati itu. Kalau tidak salah namanya malaikat Mungkar dan Nangkir. Mereka akan melakukan interogasi terhadap orang yang baru mati itu. Yang ditanyakan ialah: siapa Allahmu, siapa nabimu, apa yang telah kau lakukan selama hidup di dunia, dsb. Jika orang mati itu tidak dapat menjawab dengan benar, maka dia akan dipukul dengan gada yang dibawa oleh malaikat itu. Demikianlah ada begitu banyak malaikat yang melaksanakan tugasnya masing-masing.
Dalam paham Gereja Katolik pun, diakui dan diajarkan secara resmi tentang sosok malaikat-malaikat utusan Allah itu. Malaikat adalah makhluk yang diciptakan Allah juga. Tugas mereka adalah menjadi utusan Allah. Malaikat tidak berjenis kelamin seperti manusia. Seringkali malaikat ditampilkan sebagai presentasi Allah di hadapan manusia yang tak mungkin melihat Allah. Dalam imajinasi manusia, malaikat digambarkan memiliki sayap dan bercahaya, suatu simbol bahwa malaikat tidak memiliki batas ruang dan waktu. Malaikat adalah murni roh, tidak berbadan seperti manusia. Malaikat menjadi menjadi penjaga perjalanan manusia, seperti yang dihadirkan oleh malaikat Rafael yang menyertai perjalanan Tobia. Malaikat Mikael adalah panglima bala tentara Allah. Pinggangnya berhiaskan pedang nyala api yang akan membabat bala tentara iblis. Sementara itu malaikat Gabriel adalah sosok yang begitu dekat dengan sejarah keselamatan karena tugasnya menyampaikan kabar Gembira kepada Maria tentang kelahiran Yesus.
Ketiga malaikat itu disebut para malaikat agung. Namun sesungguhnya masih ada banyak malaikat lagi yang menjadi pelindung kita. Ajaran tentang malaikat-malaikat dalam gereja Katolik bukanlah dongeng belaka. Mereka sungguh ada untuk menjadi bagian kehidupan kita, yang mengingatkan kita akan kedekatan dengan Allah. Kita tak usah terobsesi untuk melihat malaikat dengan mata telanjang kita, namun cukuplah seandainya kita mampu merasakan kehadiran mereka yang menjadi utusan Allah dan mengingatkan kita untuk semakin dekat dengan Dia yang ada di atas segalanya.

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, karena kabar dari malaikat, kami mengetahui bahwa Yesus PuteraMu menjadi manusia. Kami mohon curahkanlah rahmatMu dalam hati kami agar berkat sengsara, wafat dan kebangkitanNya, kami sampai kepada kehidupan kekal, karena Kristus Tuhan kami. Amin.




Minggu, 30 September 2007
Pekan Biasa XXVI
Am 6:1a,4-7; 1Tim 6:11-16; Luk 16:19-31
===========================================================================

PEWARTAAN TENTANG NERAKA

Mengapa kehidupan beragama seolah-olah tidak membawa perubahan sikap yang baik? Mungkin karena pada masa sekarang kurang sekali pewartaan tentang neraka. Orang mulai tidak tertarik untuk menghubung-hubungkan hidup sekarang di dunia ini dengan keadaan kelak di neraka. Pewartaan tentang neraka sebagai suatu tempat penyiksaan akibat dari pelanggaran dan dosa semasa hidup tidak lagi terdengar gemanya.
Memang pernah terjadi dalam sejarah Gereja di mana hukuman dan siksa neraka teramat dominan diajarkan sehingga malah semakin membuat orang begitu tertekan menjalani kehidupannya. Figur dan citra Allah yang maharahim dan mahakasih terhapus oleh gambaran Allah yang kejam dan sadis.
Namun, dengan mengabaikan atau tidak menaruh perhatian pada neraka pun akibatnya orang jadi merasa serba bebas untuk berbuat dosa karena tidak percaya pada neraka. Tentu saja ajaran Gereja Katolik tetap mengenal adanya neraka. Kisah Injil yang kita dengarkan hari ini juga berisi tentang neraka; yakni suatu tempat yang terasa panas, terdapat pada jurang yang tak terseberangi di antara neraka dan tempat nyaman dalam pangkuan bapa Abraham.
Perumpamaan tentang orang kaya dan Lazarus yang miskin diwartakan oleh Yesus untuk menjadi bahan permenungan kehidupan kita. Apakah dengan demikian berarti orang yang kaya pada akhirnya akan mengalami nyala panas neraka dan sebaliknya orang miskin seperti Lazarus pasti akan mengalami kebahagiaan dalam pangkuan bapa Abraham? Atau apakah dengan demikian berarti kita tak perlu menjadi kaya dan memperoleh yang baik selama hidup supaya nantinya kita boleh menerima yang baik?
Harus diakui bahwa menafsirkan perumpamaan tentang orang kaya dan Lazarus yang miskin ini tidaklah terlalu mudah. Hanya satu yang pasti adalah bahwa ada korelasi antara hidup di dunia ini dengan kehidupan kelak setelah kematian. Inilah yang hendak diwartakan oleh Yesus. Perumpamaan ini juga hendak mengingatkan bahwa apapun yang diwartakan oleh Yesus haruslah kita dengarkan sebab Dia inilah satu-satunya orang yang bangkit dari antara orang mati.
Yesus mengingatkan akan banyak orang Israel yang tak mau mendengarkan nasihat Musa dan para nabi. Jika demikian halnya, pastilah mereka juga tak akan mau menerima Dia sebagai satu-satunya utusan Allah yang telah bangkit dari mati.
Kemungkinan mengapa orang kaya itu masuk neraka setelah kematiannya adalah karena sepanjang hidupnya ia tak memiliki sikap solider sekalipun terhadap Lazarus yang miskin itu. Barangsiapa tidak menerima saudaraku yang miskin, dia tidak menerima Aku, demikian kata Yesus. Jadi kalau kita tidak menerima Yesus dalam diri orang-orang di sekitar kita, niscaya kita tak akan mengalami kehangatan pangkuan bapa Abraham di seberang nerakan sana.

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, semoga kami rela membuka hati untuk menolong sesama yang miskin dan membutuhkan uluran pertolongan kami. Amin.