Jumat, 23 November 2007

RENUNGAN BULAN DESEMBER 2007



KATA-KATA YANG MENJADI NYATA

Inkarnasi berarti Allah memasuki jasad manusia dan membentuk sebuah kehidupan sempurna dalam diri Yesus, Putra Maria. Tetapi jasad ibu bukanlah debu fana, melainkan yang bekerja sama dengan sempurna dengan cita-cita ilahi. Itulah sebabnya Gereja mengakui bahwa Yesus adalah seorang manusia sempurna, sekaligus juga adalah Allah yang sempurna. Gereja bukannya memberi predikat baru kepada seorang manusia Nazareth itu dengan menyebutNya sebagai Anak Allah. Sebab pada dasarnya, jasad itu sempurna sejak dari terbentuk secara istimewa dalam rahim seorang perawan. Gerja juga tidak merendahkan Allah dengan menyebut bahwa Allah mengambil rupa seorang manusia untuk bisa bergaul dengan gaya bahasa manusia.
Allah yang tak terbatas, tak dimengerti akal budi secara tuntas, akhirnya datang dan membimbing manusia untuk mengerti apa yang sebenarnya dikehendakiNya. Bahasa ilahi memang tidak mudah dimengerti atau bahkan tidak mungkin dimengerti. Namun, kehadiran seorang manusia ilahi telah membuka pengertian manusiawi, bahwa Allah memang amat jauh dan sempurna, sekaligus juga amat dekat dengan kita manusia karena Dia hadir dengan memakai bahasa manusiawi.
Yesus adalah seorang manusia yang menjadi bukti konkrit bahwa Firman Allah bukan hanya ada di awang-awang. Firman itu dapat dilihat, dapat disentuh, dapat diajak berdialog dan seterusnya. Yesus adalah wujud “kata-kata ilahi yang menjadi nyata”. Itulah inkarnasi yang memang tidak dapat dibahasakan dengan baik dalam budaya yang beragam.
Bulan Desember, adalah kesempatan yang baik bagi kita untuk merenungkan bahwa Firman Allah, Sabda Allah bukanlah Sabda isapan jempol belaka. Sabda itu telah terkristal menjadi sosok pribadi manusia sempurna. Maka, marilah kita merenungkan misteri kehadiran ilahi dalam perkataanNya, SabdaNya. Mari kita bersahabat dengan Sabda yang menjelma menjadi manusia. Selamat mempersiapkan diri menyambut hadirnya Firman yang tidak pernah menjadi kata-kata bohong belaka.

Semoga

Salam dalam Sang Sabda

Sabtu, 1 Desember 2007
PW Beato Dionisius dan Redemptus, Martir di Indonesia
Dan 7: 15-27; Luk 21: 24-36
===========================================================================

NUBUAT YESUS

Peristiwa tsunami yang pernah melanda Aceh dan beberapa negara di Asia masih membekas dalam ingatan kita. Tinggi gelombang air laut mencapai 8 meter. Hempasan air laut ke darat mencapai beberapa kilometer. Rumah-rumah roboh. Mobil-mobil terhanyut. Banyak kapal terdampar. Nyawa ribuan manusia direnggut dan ribuan hewan mati binasa. Banyak yang mencoba menyelamatkan diri, tetapi tidak sempat. Kita merasa sangat ngeri dan bingung melihat tragedi yang sangat dahsyat itu. Banyak orang mengira akhir zaman sudah tiba. Padahal peristiwa itu baru menimpa beberapa titik di permukaan bumi ini dan belum mencakup seluruh dunia. Coba bayangkan apa yang akan terjadi kalau hal itu menimpa seluruh dunia pada saat yang sama. Bisakah Anda membayangkan apa yang akan terjadi pada akhir zaman?
Hari ini, lewat Injil, Yesus bernubuat tentang kehancuran kota Yerusalem. Ia mengatakan:”Akan ada tanda-tanda pada matahari, bulan dan bintang. Bangsa-bangsa di bumi akan takut dan bingung menghadapi deru dan gelora laut. Orang mati ketakutan karena kecemasan berhubung dengan segala apa yang sedang menimpa bumi, sebab kuasa-kuasa langit akan guncang.” Membayangkan apa yang akan menimpa Yerusalem membuat kita merasa sangat ngeri. Nubuat Yesus sudah terpenuhi pada saat kejatuhan Yerusalem kedalam tangan penjajah Romawi.
Nubuat Yesus tentang kehancuran Yerusalem menjadi sebuah gambaran akan kedatanganNya pada akhir zaman. Kata Yesus, seluruh tatanan kosmos, di langit dan di bumi akan dijungkirbalikan. Kekuatan jahat akan diporak-porandakan. Sesungguhnya, kekacauan dan kebinasaan akan menimpa seluruh dunia pada saat yang bersamaan.
Pada saat yang sangat menakutkan itu, Anak Manusia akan datang dalam kemuliaan dan kekuasaan. Kedatangan-Nya justru bukan untuk menghancurkan atau membinasakan dunia, melainkan untuk menyelamatkan orang-orang yang percaya kepadaNya. Orang-orang fasik akan mengakhiri hidup mereka dalam kebinasaan abadi. Sedangkan orang-orang benar akan memperoleh kehidupan kekal. Sudah siapkah Anda menghadapi akhir zaman?

Marilah berdoa,Ya Tuhan, ajarilah aku untuk selalu berlaku kudus dan jujur di hadapanMu. Bila Engkau datang dalam kekuasaan dan kemuliaan, semoga aku didapati layak bagiMu. Amin.











Minggu 2 Desember 2007
Pekan Adven I
Yes 2:1-5; Rm 13:11-14a; Mat 24:37-44
===========================================================================

LEBIH DARI SEKEDAR LAWATAN

Hari ini kita memulai masa adven. Kata adventus adalah kata bahasa Latin. Kata itu adalah gabungan dari kata ad (pada atau kepada) dan venire (datang). Jadi, secara harafiah kata advent berarti datang kepada. Siapa datang kepada siapa? Siapa melawat siapa? Pertama, Tuhan datang kepada kita, manusia. Tuhan selalu yang mulai bernisiatif mengunjungi, melawat umatNya. Tuhan datang kepada kita milik kepunyaanNya. Tuhan yang mahamulia, mahakudus, mahaakbar sudi mengunjungi kita. Dia tidak hanya sekedar lewat, tetapi melawat. Dia juga tidak hanya sekedar melawat, tetapi lebih dari itu. Ia sendiri mau tinggal bersama dan menyertai kita. Tempat tinggal yang paling layak bagi Tuhan adalah hati kita yang suci.
Yesus melawat kita dengan tujuan khusus. Ia datang untuk menyelamatkan kita dari maut dan dosa. Tetapi kedatanganNya tidak disambut baik oleh manusia. Yohanes Penginjil menulis bahwa Yesus “datang kepada milikNya, namun bangsa milikNya tidak menerima Dia.” Saat ini Tuhan sedang melawat kita dan ingin tinggal bersama kita. Apakah kita mau menerima Dia?
Kedua, kita datang kepada Tuhan. Artinya kita harus membuka hati untuk menerima Dia. Kedatangan kita kepada Tuhan tidak boleh terjadi hanya pada saat kita membutuhkan dan meminta sesuatu kepadaNya. Setiap saat kita harus selalu hadir padaNya. Kita terus-menerus membuka hati dan mengizinkan Tuhan berkarya dalam diri dan seluruh hidup kita. Kedatangan kita kepada Tuhan ditunjukkan juga dengan kemauan untuk melaksanakan ajaran-ajaranNya. Kita datang kepada Tuhan, karena Dialah harapan kita. Dialah andalan kita. Hanya padaNyalah keselamatan dan kebahagiaan kita.
Apakah saya ada, hadir ketika Tuhan melawat? Apakah saya siap menyambut lawatanNya? Apakah saya selalu datang kepada Tuhan dan merindukan persatuan dengan Dia? Atau apakah saya suka datang kepada allah-allah lain yang tak mampu menyelamatkan?

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, aku siap menanti kedatanganMu. Aku mau menerima Engkau dalam hatiku. Ajarilah aku untuk datang dan merindukan Dirimu. Amin.













Senin, 3 Desember 2007
Pesta St. Fransiskus Xaverius
1 Kor 9: 16-19. 22-23; Mrk 16: 15-20
===========================================================================

BERITAKANLAH INJIL

Pada saat seorang imam misionaris menerima pengutusan untuk menjalankan tugas misinya, maka pesan yang diterimanya adalah pergi untuk memberitakan injil, warta keselamatan Kristus dan bukan mewartakan diri sendiri. Tapi jika dicermati pesan seperti ini seharusnya bukan hanya untuk pada misionaris melainkan untuk semua orang kristiani.
Yesus menyadari bahwa keselamatan yang dibawanya bukan hanya untuk orang-orang Yahudi, melainkan untuk seluruh bangsa dan untuk semua mahluk. Untuk itu dia memanggil para murid dan memberikan tugas kepada mereka untuk mewartakan Injil. Injil adalah warta keselamatan Yesus sendiri. Hal ini mengandaikan para murid sungguh sudah paham dan mengerti maksud dan tujuan warta keselamatan itu sendiri, sehingga mereka tidak mewartakan diri sendiri.
Untuk kita saat ini bagaimana tugas para murid itu harus kita teruskan? Apakah kita hanya sibuk dengan kegiatan kerohanian dalam paroki saja? Atau kita harus keluar dari lingkungan eksklusif kita kepada masyarakat kita dengan menjadi garam dan terang? Hal ini menuntut setiap kita untuk sungguh mengalami keselamatan Kristus dan mau berbagi pengalaman iman kita kepada dunia dan sesama. Kita harus sungguh memiliki iman yang teguh dan relasi yang akrab dengan Yesus sendiri sehingga mampu memberitakan injil ditengah kehidupan dengan sikap hidup kita yang nyata.
Jika kita mau jujur, masih banyak sekali pengikut Kristus yang sibuk dengan dirinya sendiri dan bukan mewartakan keselamatan Kristus melainkan mewartakan diri sendiri sendiri dengan segala aktivitas di paroki, lingkungan dan masyarakat. Mewartakan Injil adalah tugas kita semua sebagai pengikut ktistus. Tidak hanya menjadi tugas para gembala, biarawan-biarawati atau katekis. Tetapi tugas kita semua.
Bagaimana dengan anda? Sudahkah anda memberitakan injil dalam hidup anda? Dengan segala sikap, tutur kata dan perbuatan dimana anda tinggal, bekerja dan belajar?

Marilah berdoa:
Allah yang kuasa dan rahim, kuatkanlah kami untuk mempu mewartakan injilMu
Dalam hidup dan kehiduan kami. Amin













Selasa, 4 Desember 2007
Yes 11:1-10
Luk 10:21-24
===========================================================================

BERGEMBIRA

Seorang anak tampak sangat gembira dengan penuh keriangan karena ia mendapat hadiah sepeda mini di hari ulangtahunnya dari sang ayah. Ia memeluk ayahnya dengan penuh sukacita dan kehangatan. Hal itu membuat semua anggota keluarga turut bersuka dan bergembira. Orang yang gembira menandakan ia mengalami damai dan kebahagiaan dalam hidup.
Yesus juga mengalami sukacita dan kegembiraan atas karya Allah dalam diri para murid dan orang-orang yang dilayaniNya. Yesus bergembira dalam Roh Kudus. Yesus bergembira atas karya besar Allah terhadap orang-orang sederhana dan miskin yang menerima kabar keselamatannya dengan sukacita dan tulus. Sehingga kita juga layak bergembira bersama Yesus karena kita boleh menerima keselamatan dariNya.
Ada banyak alasan orang boleh bergembira dan bersukacita. Lebih sering orang bersukacita karena keberhasilan, karena hadiah dan karena apa yang boleh diterima. Akan jauh lebih dalam kegembiraan kita kalau kita mampu memberi dari apa yang kita miliki untuk orang lain, tentunya itu membutuhkan iman dan rahmat dari Allah.
Allah telah memberi Yesus PutraNya sebagai tebusan keselamatan kita maka kita harus bergembira dan bersyukur atas hal ini, melalui sikap hidup kita yang baik dan benar sebagai orang kristiani. Kita harus bersyukur karena Allah memberi dengan tulus tanpa menuntut balasan dari kita. KasihNya begitu besar kepada kita sehingga hal inilah yang harus menjadi alasan untuk kita bersyukur dan bergembira setiap hari.
Bagaimana dengan anda, gembirakah anda atas segala sesuatu yang sudah anda terima sebagai anugerah dari kasih Allah? Masihkah anda hidup dalam keluhan dan sungut-sungut karena kasih Allah? Marilah kita bergembira selalu dalam Kristus Yesus sang penyelamat kita.

Marilah berdoa:
Ya Allah, kami bersyukur dan bergembira atas keselamatan yang Kau anugerahkan kepada kami
Melalui Yeus Kristus PuteraMu. Amin














Rabu, 5 Desember 2007
Yes 25:6-10a
Mat 15:29-37
===========================================================================

BELAS KASIHAN TAK DAPAT DIKEKANG

Belum lama ini di Jakarta muncul kontroversi mengenai akan diberlakukannya raperda tentang Ketertiban Umum. Salah satu pasal yang menimbulkan perdebatan ialah larangan bagi warga untuk membeli barang dagangan pengasong dan memberikan uang kepada pengemis. Ada juga pihak yang menganggap raperda tersebut lucu, mosok orang dilarang beramal. Namun ada pula yang menyatakan bahwa raperda itu perlu didukung karena memang terbukti bahwa kebanyakan pengemis dan peminta-minta itu sebenarnya menjadikan pengemis dan peminta-minta sebagai profesi. Untuk menghapuskan profesi itu, salah satunya adalah dengan menutup sumber penghasilannya.
Mungkin fenomena itu menunjukkan bahwa Pemda sudah kehabisan cara untuk membersihkan pengemis dan peminta-minta yang bertebaran di setiap sudut keramaian Jakarta. Aparat pemerintah adalah yang paling bertanggung jawab dan berkompeten untuk mewujudkan ketertiban umum. Tentu saja warga pun tidak boleh cuek bebek. Kontribusi warga untuk mewujudkan ketertiban umum juga sangat diperlukan. Namun, apakah sampai segitunya, sampai-sampai ada aturan tidak boleh memberi dan membeli dari para pedagang asongan dan peminta-minta?
Ada orang yang memberi karena hatinya digerakkan oleh belas kasihan. Meskipun demikian, selalu ada kontroversi dan serba salahnya. Yesus juga mengalami dilema itu ketika suatu kali ia melihat ribuan orang kelaparan. Hatinya digerakkan oleh belas kasihan karena orang-orang tersebut telah mengikutiNya selama 3 hari dan mereka tak membawa makanan. Yesus tak mau menyuruh mereka pulang begitu saja, nanti mereka pingsan di tengah jalan. Oleh karena itu Yesus ingin memberi mereka makan. Dengan tujuh roti dan beberapa ikan kecil, Yesus mewujudkan belas kasihannya itu dan akhirnya terjadilan mujizat. Mereka semua makan sampai kenyang dan bahkan tersisalah potongan-potongan roti sampai 7 bakul banyaknya.
Dilema yang dihadapi Yesus setelah itu ialah, orang banyak yang telah menikmati belas kasihan Yesus itu memaksa diriNya menjadi raja atas mereka, agar dengan demikian mereka tidak perlu bekerja lagi mencari makan, cukuplah mengandalkan Yesus yang dapat menggandakan roti. Tentu saja Yesus menolak sebab Dia bukanlah mesin pembuat roti. Ia hanya ingin menunjukkan belas kasihanNya.
Mungkin fenomena orang yang meminta-minta dan mengandalkan hidup dari pemberian orang lain tak mudah dihapus. Yang semakin langka adalah orang-orang yang dapat meneladan Yesus, yakni berbelas kasih kepada orang yang menderita. Adakah kita sudah meneladani Yesus dalam berbelas kasih?

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, semoga kami dapat meniru teladanMu dalam menunjukkan belas kasihan kepada setiap orang yang kami jumpai. Amin.




Kamis, 6 Desember 2007
Yes 26:1-6
Mat 7:2124-27
===========================================================================

MEMBANGUN DASAR KOKOH SECARA BIJAKSANA

Setiap orang apalagi yang sudah berkeluarga merindukan tempat tinggal sendiri. Mereka tidak mau terus menumpang di rumah mertua, ataupun berpindah-pindah kontrakan. Menempati rumah kediaman sekalipun kecil dan sederhana adalah impian. Tentu saja hal seperti itu normal-normal saja. Beberapa developer di kota-kota besar tahu betul kondisi psikologis manusia seperti itu. Mereka juga tahu bahwa tidak mudah mendapatkan lahan untuk mendirikan pemukiman. Oleh karena itu apartemen menjadi sebuah gaya hidup baru. Memiliki rumah tanpa harus langsung berpijak pada tanah, tapi mengudara ke atas. Space untuk mendirikan rumah tak harus melebar, tapi bisa juga meninggi.
Tentu saja para pekerja di bidang apartemen ini harus berjuang gigih mengubah mind-set kebanyakan orang yang masih lebih sreg tinggal di rumah di atas tanah daripada di atas udara. Dan itu memang terbukti, sewaktu ada gempa yang juga dirasakan di sebagian kota Jakarta kapan lalu, banyak orang yang tinggal di apartemen terbirit-birit menyelamatkan diri. Memang, tinggal di apartemen resikonya lebih tinggi terhadap gempa daripada di rumah biasa. Tapi rumah biasa pun memiliki resiko tinggi, terutama terhadap banjir. Jadi ada sisi yang menguntungkan maupun yang merugikan baik bertempat tinggal di apartemen maupun rumah biasa di atas tanah.
Yesus dalam Injil hari ini berbicara tentang orang yang bijaksana. Ukuran kebijaksanaan itu adalah melakukan apa yang didengar dari perkataanNya. Yang mendasarkan perilaku dan perbuatan pada firman Yesus akan memperoleh dasar yang kokoh, seperti diumpamakan dengan orang yang mendirikan rumah di atas batu. Ketika hujan dan banjir melanda, rumah itu tidak roboh sebab dasarnya kuat. Sebaliknya, orang yang sekalipun tahu dan mendengar perkataanNya, tapi tidak melakukannya, ia seumpama dengan orang bodoh yang mendirikan rumah di atas pasir. Sewaktu hujan dan banjir, rumah itu roboh dan hebatlah kerusakannya.
Apa yang dikatakan Yesus itu jelas sekali artinya. Yang merupakan dasar kokoh untuk setiap perilaku dan tindakan kita adalah perkataanNya sendiri. Dasar kokoh dalam hidup ini bukan ditentukan oleh uang, nama besar, kuasa ataupun besarnya investasi serta kesuksesan duniawi. Semuanya itu adalah bersifat fana, sesewaktu dapat musnah dan lenyat seketika tanpa sisa.
Sementara itu firmanNya adalah kekal abadi. Yesaya menggambarkan indah dan kuatnya firman Allah itu. “Seperti hujan dan salju turun dari langit dan tidak kembali ke situ, melainkan mengairi bumi, membuatnya subur dan menumbuhkan tumbuh-tumbuhan, memberikan benih kepada penabur dan roti kepada orang yang mau makan, demikianlah firmanKu yang keluar dari mulutKu: ia tidak akan kembali kepadaKu dengan sia-sia, tetapi ia akan melaksanakan apa yang Kukehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Kusuruhkan kepadanya” (Yes 55:10-11).
Sudahkah kita menjadi orang yang bijaksana yang mendasarkan hidup kita pada firman Allah?

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, semoga kami senantiasa meyakini betapa dahsyatnya firmanMu dalam hidup kami. Amin.


Jumat, 7 Desember 2007
PW St. Ambrosius, Uskup Pujangga Gereja
Yes 29:17-24; Mat 9:27-31
===========================================================================

ORANG CACAT MEMBUTUHKAN PENGHARGAAN DARI SESAMANYA

Orang yang dilahirkan buta, tentu tidak dapat mengembangkan diri secara maksimal sebagaimana orang yang melek. Dalam kehidupan hariannya, mereka membutuhkan bantuan orang lain, misalnya untuk menuntunnya waktu berjalan atau menyiapkan makanan dan minumannya. Karena kekurangsempurnaan fisiknya, mereka sering diejek atau dicemooh oleh orang lain. Apalagi bila untuk bisa hidup, mereka harus mengemis, meminta belaskasih dari sesamanya.
Teriakan dua orang buta untuk meminta belas kasih dari Yesus adalah permohonan yang sangat wajar dari siapapun yang lahir cacat. Namun teriakan mereka bukan untuk meminta uang atau makanan dari Yesus karena diberi uang atau makanan pun tidak akan mengubah hidup mereka. Mereka berteriak minta tolong kepada Yesus supaya memberi mereka sesuatu yang lebih penting bagi hidupnya yaitu penglihatan, mata yang melek. Dengan itu, mereka dapat berdikari membangun hidupnya dan tidak menggantungkan diri pada belas kasih orang lain. Dan lebih dari itu, mereka dihargai sebagai manusia yang bermartabat sama seperti orang lain.
Yesus dengan cepat menanggapi permintaan dua orang buta itu. Pertama, karena Yesus menghargai mereka sebagai manusia yang sama martabatnya dengan orang-orang yang sehat; kedua, karena Yesus melihat bahwa mereka memiliki iman akan DiriNya sebagai Putera Daud, sebagai Mesias yang dijanjikan dan sekarang telah hadir di tengah manusia untuk membawa damai sejahtera. Iman itu nyata kelihatan ketika Yesus bertanya, “Percayakah kamu bahwa Aku dapat melakukannya?” Dengan tegas dan mantap mereka menjawab, “Ya Tuhan, kami percaya.” Dulunya mereka hidup bergantung dari belaskasihan orang lain, malah sering diolok dan dicemooh, sekarang bisa berdikari membangun diri dan bisa beramal bagkti bagi sesama, dan lebih dari semua itu, mereka dihargai sebagai manusia yang bermartabat seperti orang lain.
Bagaimana sikap kita menghadapi orang cacat? Apakah kita mampu menerima mereka sebagai manusia yang sama martabat dengan kita? Ataukah kita ikut-ikutan mencibir dan mencemooh mereka; pertama, karena ketidaksempurnaan fisiknya, atau kedua, karena ketergantungan nya pada orang lain?
Dalam Injil tadi, Yesus telah mengajarkan kita bagaimana sikap yang benar menghadapi orang cacat. Semoga kita dapat mengamalkannya dalam hidup kita secara konkrit menghargai orang cacat, karena merekapun orang kecintaan Allah, sama seperti kita.

Marilah berdoa,
Bapa yang maharahim, buatlah kami mampu melihat gambaran rupaMu dalam diri orang-orang cacat, sehingga kami mampu menerima mereka apa adanya. Amin.







Sabtu, 8 Desember 2007
HR St. Perawan Maria Dikandung Tanpa Dosa
Kej 3:9-15,20; Ef 1:3-6,11-12; Luk 1:26-38
===========================================================================

MARIA PERCAYA AKAN PENYELENGGARAAN ALLAH

Perkembangan dunia ilmu pengetahuan sangat pesat. Manusia berusaha untuk menjelaskan segala sesuatu dari segi ilmu. Bahkan berbagai peristiwa yang terjadi di dunia dianalisa dari segi ilmu. Oleh karena itu, orang sulit menerima sesuatu yang tidak bisa dijelaskan dengan ilmu pengetahuan. Maka seringkali orang tidak percaya akan hal-hal ilahi, karena tidak bisa dicerna dengan akal sehat. Itulah sebabnya manusia modern banyak yang menjadi atheis, tidak percaya akan Allah dan penyelenggaraanNya dalam hidup manusia. Itulah sebabnya, manusia modern semakin acuh tak acuh terhadap ajaran agama yang mengandalkan iman daripada ilmu pengetahuan.
Maria, ibu Yesus adalah satu sosok yang berbeda. Ia hidup dalam lingkungan masyarakat yang menjunjung tinggi nilai-nilai rohani dan percaya akan penyelenggaraan Allah dalam sejarah hidupnya. Oleh sebab itu, ketika Malaikat Gabriel datang menyampaikan berita bahwa ia akan mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki yang harus diberi nama Yesus, Maria pun percaya. Ia percaya walaupun ia tidak mengerti. Ia percaya walaupun peristiwa itu tidak dapat dijelaskan dengan akal budi. Ia percaya karena ia memiliki iman yang teguh akan Allah dan ia yakin akan penyelenggaraan Allah bagi diriNya. Maka ia menjawab dengan penuh penyerahan diri, “Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataanmu itu.”
Gereja Katolik mengajarkan bahwa Maria disiapkan oleh Allah menjadi ibunda Yesus Kristus, PuteraNya. Geraja percaya bahwa Allah telah mempersiapkan Maria sejak awal hidupnya sebagai seorang kudus, yang tidak dicemari dosa asal. Oleh karen itu, Gereja merayakan hari ini sebagai Hari Raya Perawan Maria Dikandung Tanpa dosa. Maria disiapkan sebagai Tabernakel, tempat kudus, tempat Yesus bersemayam sebelum dilahirkan ke dunia dan tinggal di antara kita sebagai Immanuel yang berarti Allah menyertai umatNya.
Bagaimana dengan kita sendiri? Apakah kita percaya juga akan penyelenggaraan Allah dalam hidup kita? Apakah kita menerima kehendak Allah bagi hidup kita walaupun kita tidak mengerti, walaupun tidak dapat dijelaskan dengan akal budi? Semoga peristiawa yang terjadi dalam kehidupan bunda Maria, meneguhkan iman kita kepada Allah dan karyaNya yang agung dalam hidup kita. Dan semoga kita berani menerima karya Allah dalam hidup kita itu dengan berkata seperti bunda Maria, “Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataanMu itu.”

Marilah berdoa,
Bapa Maharahim, bukalah hati kamu untuk mampu menerima penyelenggaraanMu dalam hidup kami seperti yang dijalani oleh Bunda Maria dalam hidupnya. Amin.
Minggu, 9 Desember 2007
Pekan Adven II
Yes 11: 1-10; Rm 15: 4-9; Mat 3: 1-12
===========================================================================

KECAMAN TIDAK KENAL TEBANG PILIH

Kita bangga karena pernah memiliki seorang pemimpin nasional yang sangat disegani oleh dunia internasional. Siapa dia itu kalau bukan Bung Karno! Seorang tokoh karismatis yang mampu menyatupadukan nusantara dari Sabang sampai Merauke. Pidatonya bagaikan gelora api tak terpadamkan membakar semangat rakyat untuk bersatu-padu mengusir penjajah Belanda yang menginjak-injak martabat bangsanya. Rakyat terpesona dan tersihir oleh pernyataannya bahwa kemerdekaan yang diperjuangkan dan direbut dengan darah para pahlawan adalah jembatan emas menuju gerbang Indonesia yang aman tenteram, sejahtera lahir batin. Hanya dari mulutnya meluncur seruan yang sangat menyengat ini: “Inggris kita linggis, Amerika kita seterika dan Malaysia kita ganyang!” Kapankah sang ibu pertiwi akan melahirkan lagi pemimpin seperti Bung Karno?
Israel adalah bangsa terpilih. Tuhan Allah tidak menghendaki bangsaNya hidup dalam situasi amburadul. Pemimpin demi pemimpin telah diutusNya untuk memimpin dan membebaskan bangsaNya dari kehancuran, tetapi semuanya gagal. Para pemimpin itu sibuk dengan diri sendiri. Rakyat dibiarkan hidup terlantar. Hak mereka tidak diperjuangkan oleh para pemimpin itu. Rakyat bagaikan domba-domba tanpa gembala. Dalam situasi yang memprihatinkan itu Tuhan Allah mengutus Yohanes Pemandi. Dia seorang nabi dan tokoh yang sangat karismatis. Dia menyaksikan kemunafikan, ketidakadilan, pemerasan, korupsi, penyalahgunaan jabatan dan kebejatan moral perkawinan meraja-lela. Kemunculan Yohanes Pemandi dengan kecamannya yang tidak kenal tebang pilih bagaikan buldozer raksasa yang mengobrak-abrik. Dari segala jurusan orang berduyun-duyun datang kepadanya untuk mengaku dosa dan minta dibaptis, termasuk para rohaniwan yang sok saleh, para pejabat yang suka main korupsi dan para serdadu yang sering mengancam dan menakut-nakuti rakyat dengan senjatanya. Mereka dituntutnya agar berhenti sok suci dan main korupsi; berhenti memeras, mengancam dan menyalahgunakan senjata. Raja Herodes yang merampas isteri saudaranya juga tidak lolos dari api hardikannya. Yohanes Pemandi memang hebat! Tidak gentar terhadap siapapun dalam rangka menyiapkan jalan lebar dan lurus bagi kedatangan Juruselamat.
Pewartaan Yohanes Pemandi dalam Injil hari ini juga ditujukan kepada kita. Sungguh keras memang. Menyiapkan kedatangan Tuhan tidak boleh setengah-setengah. Kedatangan Juruselamat yang begitu menentukan keselamatan kita memang harus ditanggapi dengan sikap dan tindakan tobat yang tuntas.

Marilah berdoa,
Tuhan Yesus,kami mohon agar gelora api warta Yohanes Pemandi membakar ludes sampah yang mengotori hidup kami, yakni sampah kemunafikan, sok suci, ketidakadilan, pemerasan, korupsi, salahgunakan jabatan, ketidaksetiaan dalam hidup perkawinan dan pelbagai kebejatan moral lainnya. Amin.


Senin, 10 Desember 2007
Yes 35: 1-10;
Luk 5: 17 – 26
===========================================================================

BERANI MENGAMBIL RISIKO

Saudara-saudariku terkasih, masih mungkinkah negeri kita ini melahirkan calon pemimpin yang berani mengambil risiko demi tegaknya martabat bangsa ini yang semakin terpuruk di mata dunia internasional? Sungguh memalukan, bangsa kita yang begini besar jatuh martabatnya di negara tetangga. Jutaan warga bangsa kita dicemooh sebagai PRT yang bodoh, pekerja yang malas; ada yang diperlakukan sewenang-wenang, dikejar-kejar, ditangkap, dipukul, dipenjarakan dan diperkosa. Yang lebih menyakitkan lagi ketika tiba di tanah air ada sama saudara sebangsa tega memeras dan bahkan merampok mereka. Maka lengkaplah sudah duka derita saudara-saudari kita tersebut. Bagaimana sikap para pemimpin kita? Betapa susahnya dewasa ini menemukan pemimpin yang berani mengambil risiko menentang perlakuan tidak manusiawi negara tetangga terhadap saudara-saudari kita yang mengadu nasib di sana .
Injil hari ini memberi kita inspirasi untuk berani mengambil risiko menolong saudara-saudari kita yang terlantar dan terpuruk nasibnya. Seorang lumpuh ditolong oleh empat temannya. Mereka begitu yakin hanya Yesus saja yang bisa menyembuhkan. Mereka nekat menjebol atap rumah dan menurunkan orang lumpuh itu ke bawah tepat di depan Yesus. Mereka tahu betul tindakan menjebol atap rumah memang keterlaluan. Mereka berani mengambil risiko demi keselamatan teman mereka. Iman mereka sungguh mengagumkan. Yesus menghargai iman semcam itu. Justru berkat iman mereka yang begitu nekat, Yesus dengan sigap menganugerahkan dua karunia sekaligus kepada si lumpuh, yakni pengampunan atas dosa-dosanya dan penyembuhan fisik yang prima.
Dalam masyarakat kita begitu banyak saudara-saudari kita yang lumpuh, sakit, menderita, terlantar, melarat, tergusur, tertindas, terpuruk, tak berdaya, terinjak-injak martabatnya. Mereka sesungguhnya sangat membutuhkan sesama yang cepat tergerak hatinya dan bahkan yang berani mengambil risiko untuk membantu dan menyelamatkan mereka tanpa pamrih dan tanpa pandang bulu (diskriminasi). Kita sebagai pengikut Yesus Kristus seharusnya menjadi orang pertama mengambil inisiatip menyingsingkan lengan baju menyelamatkan sudara-saudari kita itu. Sigap membantu dan menyelamatkan saudara-saudari kita yang malang itulah yang sebetulnya menjadi identitas kita sebagai pengikut Yesus Kristus yang sejati. Hanya berpangku tangan, asyik menyaksikan dan berdiskusi tentang penderitaan mereka sampai mulut berbusa-busa adalah pengkhianatan dan penyangkalan terhadap identitas kita sebagai orang kristiani.

Marilah berdoa,
Tuhan Yesus, pasti Engkau sangat kecewa karena saya sering bersikap tak peduli dengan saudara-saudari yang menderita. Saya membiarkan mereka terlantar. Maafkan saya, mulai saat ini saya bertekad dan sigap untuk membantu dan menyelamatkan mereka. Berikan saya kekuatan untuk itu. Amin.



Selasa, 11 Desember 2007
Yes 40:1-11
Mat 18:12-14
===========================================================================

TIDAK MAU KEHILANGAN

Terbetik berita di ibukota, seorang ibu panik dan kebingungan setengah mati karena kepadanya diserahkan tas, dompet dan identitas puterinya ditemukan di pinggir jalan. Ibu itu mengira anak gadisnya telah menjadi korban penculikan. Mobil yang dibawa anaknya ditemukan di tempat parkir sebuah hotel berdasarkan petunjuk kartu parkir di dalam tas yang ditemukan itu. Tapi si gadis tidak ditemukan. Usut punya usut ternyata si gadis ditemukan di rumah temannya, segar bugar tanpa kurang suatu apa pun. Ibu itu lega karena anaknya tidak menjadi korban penculikan. Rupanya tas si gadis itu sengaja dicuri oleh teman cowok yang baru dikenalnya, lalu si cowok membuang begitu saja di pinggir jalan karena merasa jengkel dengan si gadis tidak memberi respon padanya.
Sikap ibu itu sangat dapat dipahami. Ia kebingungan kehilangan anaknya. Bisa jadi si anak telah berbuat salah, oleh karena itu ia takut kembali ke rumahnya sendiri. Anak itu mirip seperti domba yang sengaja keluar dari kawanan. Akhirnya ia tersesat. Akibatnya sang ibu kelabakan dan mencari kesana kemari.
Bagaimanapun, naluri seorang ibu tidak akan tega kehilangan anak yang dikasihinya. Demikian pula Allah. Ia tak menghendaki seorangpun dari anak-anakNya hilang. Segala daya dan upaya akan dilakukan supaya anak domba yang hilang itu ditemukan. Dasar semua itu tidak lain adalah kasih dan cintaNya yang besar.
Jika sesuatu yang amat dikasihi telah hilang dan akhirnya ditemukan, niscaya akan membawa kegembiraan besar. Pertobatan orang yang telah sesat dan mengaku salah akan menyenangkan dan menggembirakan Tuhan.
Ketika kita berbuat salah, acapkali kita takut bertemu dengan kawanan kita yang tak berbuat salah. Tentu saja ada rasa malu, sungkan dan segan dari pihak kita karena kita telah bersalah. Tapi tindakan menjauh dari kawanan bukanlah sesuatu yang berkenan di hati Allah. Hilangnya kita dari kawanan akan memprihatinkan Allah.
Dalam situasi lain, kita yang selama ini merasa diri dalam kawanan yang benar tak berbuat salah hendaknya juga mau meniru teladan sang gembala yang baik, yakni gembira dan bahagia menerima anggota yang kembali ke kawanan kita. Mereka yang merasa berbuat salah dan ingin kembali ke kawanan hendaknya kita terima dengan suka cita. Janganlah menekan dan mencemoohkan mereka, karena perbuatan salah itu belum lah tentu karena keinginan mereka. Memiliki apa yang seperti Allah punya, yakni “tidak menghendaki sesama kita hilang”, adalah tidak mudah. Itulah tantangan bagi kita semua.

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, semoga kami memiliki kasih yang besar terhadap sesama kami yang ingin kembali kepada kawanan kami. Amin.



Rabu, 12 Desember 2007
Yes 40:25-31
Mat 11:28-30
===========================================================================

SUMBER KELEGAAN

Seiring dengan pembangunan jalur bus Transjakarta, dikeluhkan kemacetan di mana-mana. Situasi itu menimbulkan kekacauan karena setiap orang saling serobot. Perilaku para pengendara juga semakin beringas. Seorang pengamat psikologi massa memperingatkan situasi semacam itu akan meningkatkan kadar stress setiap orang. Kalau banyak orang stress, situasi lalu lintas semakin kacau, produktivitas menurun dan perilaku orang juga semakin tidak sabar.
Semua itu berawal dari satu fenomena, kemacetan di jalan. Belum lagi kalau hendak dilihat, ada banyak lagi penyebab yang menjadi sumber stress: pengangguran, kenaikan harga, premanisme dan lain-lain. Sungguh tidak mudah hidup di kota besar seperti Jakarta. Kemungkinan mendapatkan stress lebih besar daripada yang hidup di kampung. Dan stress yang akut dan terus-menerus tak pelak lagi akan berpengaruh pada kesehatan jiwa dan badan. Stress semakin parah, kematian pun cepat menghadang.
Ada banyak cara untuk meredakan stress. Sebagian orang suka akan kehidupan malam, minum-minum dan mengkonsumsi narkoba. Banyak pula yang pergi ke luar kota setiap kali week end. Apakah kita pernah berpikir bahwa tanpa semua itu, sesungguhnya kita telah memiliki obat stress yang cespleng (manjur)?
Ya, Tuhan Yesus telah menyediakan dirinya menjadi obat stress dalam kehidupan kita. Ia bersabda, “Marilah kepadaKu, semua yang letih lesu dan berbeban berat. Aku akan memberi kelegaan padamu.” Datang padaNya akan memberikan jaminan bahwa setiap beban stress kita akan diringankan.
Kita tak perlu lagi meringankan tekanan hidup kita dengan cara-cara yang tidak benar: mabuk-mabukan dan narkoba. Juga week end ke puncak atau luar kota tidak terlalu perlu jika kita betul-betul memanfaatkan dengan sungguh kewajiban kita ikut misa setiap hari Minggu. Datang kepada Tuhan mengikuti Ekaristi pada hari Minggu adalah kesempatan yang istimewa. Kita menghadap Tuhan dan menyampaikan setiap beban hidup kita. Apakah kita dapat merasakan manfaat dari misa yang kita ikuti setiap Minggu?
Mungkin selama ini kita merasa sia-sia saja ke gereja pada hari Minggu. Tidak mendapat penghiburan rohani, kotbah pastor kering, liturgi monoton, dsb. Tapi kita lupa, kita adalah ibarat keranjang bambu kotor. Datang ke gereja dan ikut misa ibaratnya keranjang itu dicelupkan ke dalam air. Lama kelamaan, percayalah: keranjang itu akan bersih. Kita pun demikian. Kalau kita tekun mengikuti misa hari Minggu, hati kita dibersihkan. Ketegangan jiwa kita dikendorkan, sebab Yesus sendiri lah air yang menyejukkan, Dia lah oase rohani kita yang sejati.

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, bukalah mata kami akan rahmat istimewa yang ditawarkan Yesus PuteraMu sebagai obat rohani segala beban hidup kami. Amin.



Kamis, 13 Desember 2007
Yes 41:13-20
Mat 11:11-15
===========================================================================

ALLAH BENTENG HIDUPKU

Nabi Yesaya yang hidup di pembuangan bersama sejumlah umat pilihan Allah menghadapi situasi krisis. Penderitaan dan kesulitan yang dialami umat di pembuangan membuat umat beranggapan bahwa Allah telah meninggalkan mereka dan tidak lagi berpihak kepada mereka. Mereka merasakan bahwa hidup ini seolah tanpa harapan. Kesetiaan kepada Allah semakin lemah. Bahkan ada yang mulai meninggalkan imannya dan mengadaptasi diri dengan kultur-kultur kafir. Umat mengalihkan harapannya dari Allah dan menaruh harapan kepada yang bukan Allah.
Berhadapan dengan situasi di atas, Nabi Yesaya menubuatkan tentang Allah yang senantiasa setia menyertai umat dan melindungi umat. Yesaya meyakinkan umat bahwa tidak ada kekuasaan dan kekuatan manapun yang berdaya di hadapan Allah. Tentang ini dilukiskan sangat indah oleh Nabi Yesaya dalam bukunya 41:8-20.
Allah yang berkuasa dan yang terus bertindak menyelamatkan umat hadir secara nyata dalam diri Yesus Kristus Putra tunggal-Nya. Karena itu Matius sang penginjil mengutip pesan-pesan Yesus dan menuliskannya lagi untuk kita. “…jika kamu menerimanya yaitu Elia yang akan datang itu. Siapa yang bertelinga, hendaklah ia mendengar! (Mateus 11:14-15).
Yang mau dikatakan dengan pesan ini adalah penyertaan Allah dan rahmat keselamatan dialami/diterima oleh orang-orang yang mau menerima Tuhan Yesus Kristus dan yang senantiasa mendengarkan-Nya.
Hidup dalam penyertaan Allah bukanlah hidup tanpa kesulitan dan tantangan. Maka tidak bisa disimpulkan secara sederhana bahwa kalau ada kesulitan seolah Allah tidak menyertai. Sebaliknya, sebagai orang beriman sikap berserah kepada Allah harus semakin dinyatakan; sebab dalam pengalaman yang paling sulit hanya Allah sendiri yang tetap setia menyertai.
Benar bahwa orang tidak ingin hidup dalam kesulitan. Tetapi apabila kesulitan itu datang, hendaknya orang menghadapinya. Kesulitan bisa dihadapi dengan sikap optimis apabila orang menyadari dan mengimani bahwa Allah menyertainya. Sebaliknya, kalau orang tidak yakin akan penyertaan Allah dia akan terjerumus dalam sikap pesimis. Hal ini mengakibatkan lemahnya daya juang untuk bangkit dari kesulitan itu. Bisa juga dia mencari jalan keluar lain yang bertentangan dengan iman yang dihayatinya. Akibat yang diterima oleh orang seperti ini adalah dia tidak hanya kehilangan harta tetapi juga kehilangan hidup.
Bagaimana dengan kita sendiri ketika menghadapi pengalaman sulit. Adakah kita mengandalkan Allah dan tetap menyadari bahwa Allah sensntiasa setia menyertai.

Marilah berdoa,
Allah sumber kehidupan, terangilah budi dan hati kami
agar selalu menyadari kehadiran dan pernyataan-Mu dalam segala bentuk pengalaman hidup. Amin.



Jumat, 14 Desember 2007
Yes 48:17-19
Mat 11:16-19
===========================================================================

ALLAH PENUNTUN KEHIDUPAN

Nabi Yesaya dalam nubuatnya menggarisbawahi peran Allah sebagai penuntun sejarah hidup. Dalam kitabnya 48:17-19 dikatakan: “Beginilah firman Tuhan, Penebusmu, yang Mahakudus, Allah Israel: Akulah Tuhan Allahmu, yang mengajar engkau tentang apa yang memberi faedah, yang menuntun engkau di jalan yang harus kau tempuh. Sekiranya engkau memperhatikan perintah-perintah-Ku itu, maka damai sejahteramu akan seperti sungai yang tidak pernah kering, dan kebahagiaanmu akan terus berlimpah seperti gelombang-gelombang laut yang tidak pernah berhenti. Maka keturunanmu akan seperti pasir, dan anak cucumu seperti kersik banyaknya; nama mereka tidak akan dilenyapkan atau ditiadakan dari hadapan-Mu.”
Sebagai penuntun sejarah hidup umat manusia, Allah tidak hanya mengundang agar manusia mengikuti jalan-Nya. Di sini Allah juga menghendaki agar manusia menanggapi dengan serius undangan Allah itu. Allah menjanjikan juga bahwa siapapun yang menanggapi undangan-Nya dan mengikuti jalan-Nya, akan dikaruniai berkat melimpah dalam semua segi kehidupan.
Sadar akan kemurahan Allah dan sadar pula bahwa Allah selalu menepati janji-Nya, maka manusia tidak henti-hentinya memohon berkat kepada Allah. Dalam kebiasaan memohon kepada Allah, dijumpai ada dua tipe orang/pemohon, yaitu pertama: orang/pemohon yang setia mengindahkan jalan Allah. Orang macam ini biasanya memahami pengalaman hidup (entah pengalaman yang menyenangkan atau pengalaman yang tidak menyenangkan) dalam konteks rencana Allah. Karena itu selalu optimis dan terus berjuang. Hidupnya diwarnai dengan sikap syukur.
Kedua: orang/pemohon yang tidak mengindahkan jalan Allah. Orang macam ini cenderung menuntut. Tidak melihat hikmah dalam semua pengalaman hidup. Kalau apa yang diinginkannya tidak diperoleh, lalu menganggap Allah tidak mendengarkan doanya. Apa yang dipikirkannya baik untuk dirinya itulah yang dianggapnya hal terbaik. Padahal sebagai orang beriman kita semua tahu bahwa yang terbaik bagi manusia adalah apa yang dirancang oleh Allah sendiri. Ajakan agar manusia mengikuti jalan-Nya tentu saja agar manusia memahami rancangan Allah itu. Pemohon tipe kedua seringkali tergoda untuk bersikap skeptis dan pesimis. Akibatnya sangat minim dalam sikap syukur.
Hal ideal yang semestinya tetap manusia perjuangkan adalah menjadi pemohon yang selalu setia mengindahkan jalan Allah. Allah sendiri pun menghendaki demikian. Karena ketika para utusan-Nya (para nabi misalnya) kurang didengar, Allah akhirnya mengutus Putra Tunggal-Nya sendiri Yesus Kristus untuk mengajarkan dan menuntun manusia ke jalan Allah.
Kesetiaan Allah dalam menuntun umat melalui Yesus Kristus Putra-Nya tidak cukup ditanggapi umat manusia. Karena itu melalui perumpamaan Tuhan Yesus katakan: “Dengan apakah akan Kuumpamakan angkatan ini? Mereka itu seumpama anak-anak yang duduk di pasar dan berseru kepada teman-temannya: Kami meniup seruling bagimu tetapi kamu tidak menari, kami menyanyikan kidung duka tetapi kamu tidak berkabung. Karena Yohanes datang, ia tidak makan, dan tidak minum, dan mereka berkata: Ia kerasukan setan. Kemudian Anak Manusia datang, Ia makan dan minum, dan mereka berkata: Lihatlah, Ia seorang pelahap dan peminum, sahabat pemungut cukai dan orang berdosa. Tetapi hikmat Allah dibenarkan oleh perbuatannya.”
Bagaimana dengan kita, apakah selalu setia mengikuti jalan Allah?

Marilah berdoa,
Ya Allah, melalui Yesus Kristus Putra-Mu, Engkau menunjukkan jalan hidup kepada kami. Sadarkanlah kami agar dengan setia mengikut jalan yang telah ditetapkan-Nya. Amin.


Sabtu, 15 Desember 2007
Sir 48:1-4,9-11
Mat 17:10-13
===========================================================================

TOKOH ADVENTUS

Yohanes Pembaptis adalah salah satu tokoh terbesar Adventus. Ia sering dikatakan sebagai nabi terakhir Perjanjian Lama. Ia menjadi jembatan yang menghubungkan Perjanjian Lama dengan Perjanjian Baru. Pola hidupnya radikal dan eksentrik, sama seperti para nabi Perjanjian Lama.
Meski demikian Yohanes tahu diri, siapakah dirinya dan apa tugas utamanya. Yang menonjol dari hidupnya adalah kerendahan hatinya. Ia sama sekali tidak menganggap dirinya lebih besar daripada Yesus. Yohanes hanya bertugas mempersiapkan jalan bagi Sang Putera.
Mesias yang akan datang membawa penebusan dan pembebasan harus didahului oleh kedatangan Elia. Itulah prinsip yang dipegang teguh oleh Taurat. Nubuat itu diterima lurus-lurus oleh para ahli Taurat untuk menolak Mesianitas Yesus. Yesus pasti bukan Mesias, karena Elia sudah lama tiada.
Tentu saja pandangan semacam itu sangat picik dan sempit. Kebenaran Taurat tetap dapat dipertanggungjawabkan kalau mereka peka terhadap tanda-tanda zaman, bahwa Yohanes tidak lain dan tidak bukan adalah Elia yang baru. Elia dikenal sebagai nabi yang membawa pembaharuan. Demikian juga Yohanes. Ia memulihkan segala sesuatu, mewartakan pertobatan dan membaptis orang di Sungai Yordan untuk membaharui cara hidup orang banyak pada zamannya. Bukankah itu semua merupakan hakikat tugas Elia juga?
Yesus menyatakan diriNya sebagai Mesias dengan legitimasi kehadiran Yohanes sebagai Elia yang baru. Ini merupakan fakta yang tak terbantahkan. Hanya orang-orang yang keras hati sajalah yang tak mau dan tak mampu melihat kehadiran Yesus sebagai Mesias.
Agar kita dapat memandang Yesus, perbaharuilah diri kita. Bertobatlah dan persiapkan diri kita seperti yang diwartakan oleh Yohanes Pembaptis. Kalau hati kita sudah lurus, tidak berkelok-kelok, maka Tuhan akan melewati kita dan menyelamatkan kita. Mari kita jalani masa penantian ini dengan sungguh-sungguh merindukan kedatangan Yesus sang Mesias dalam hidup kita.

Marilah berdoa,
Ya Tuhan semoga kami selalu rendah hati seperti Yohanes, yang dengan tekun dan terus-menerus merindukan kehadiran PuteraMu Sang Penyelamat. Amin.









Minggu, 16 Desember 2007
Pekan Adven III
Yes 35:1-6a,10; Yak 5:7-10; Mat 11:2-11
===========================================================================

KRISIS

Sudah terbukti dalam sejarah dan kisah hidup manusia, penjara tak jarang menjadi sebuah tempat pemurnian. Paulus menghasilkan surat-surat pastoralnya yang hebat, dan itu ditulisnya dalam penjara. Santo Yohanes dari Salib, tokoh kontemplatif yang memiliki nama besar sebagai pembaharu kehidupan kontemplatif, menulis karya-karyanya di penjara biara. Arswendo Atmowiloto, penulis yang hebat itu, menemukan jati diri dan imannya pada Kristus pada saat ia dipenjara karena kasus tabloid Monitor. Dan banyak lagi tokoh yang menjadi besar dan terkenal justru karena pernah mengalami kehidupan di penjara.
Mengapa demikian? Sebab situasi di penjara hampir pasti merupakan situasi kritis. Segala jati diri, baik masa lalu maupun masa depan dibongkar untuk direkonstruksi ulang. Makna hidup menjadi sebuah pertanyaan serius. Segala yang telah dilakukan diteropong secara kritis, dicabut dan dibongkar serta diberi makna baru. Itu semua merupakan pergolakan berat dalam batin. Itulah yang disebut masa krisis.
Yohanes pun mengalami krisis yang hebat ketika di penjara. Ia mulai mempertanyakan apa yang telah diperbuatnya. Ia juga menjadi putus asa apakah ia telah menghasilkan buah-buah atas kesaksian hidupnya selama ia masih menjadi manusia bebas di luar penjara. Ia juga mempertanyakan apakah Yesus memang Mesias yang ia harapkan selama ini. Krisis yang dialami Yohanes sedemikian hebat, sampai-sampai ia menyuruh murid-muridnya bertanya kepada Yesus: “Engkaukah yang akan datang itu atau haruskah kami menantikan orang lain?”
Pertanyaan semacam itu menunjukkan betapa hebat krisis yang dialami Yohanes. Ia merasakan juga kesia-siaan atas segala yang telah dilakukannya. Yohanes merasa menjadi seseorang yang tidak berarti sama sekali.
Tetapi Yesus memberikan peneguhan kepada Yohanes. Yesus menitipkan pesan kepada Yohanes bahwa orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik. Deskripsi itu menekankan bahwa Mesias itu sungguh telah datang dan ada dalam diri Yesus. Oleh karena itu Yohanes tidak perlu merasa kecil hati. Yesus justru memuji Yohanes, di antara yang pernah lahir dari seorang perempuan, tak ada yang lebih besar daripada Yohanes.
Krisis, kehilangan arah dan jati diri seringkali mengerdilkan kita. Namun bagi yang tekun dan tidak menolak Yesus, niscaya itu akan menjadi sesuatu yang besar dalam Kerajaan Surga. Semoga kita semua dapat mengambil hikmah dari setiap krisis yang kita alami dalam hidup kita sehari-hari.

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, semoga kami tidak mudah putus asa dalam setiap krisis yang kami alami. Semoga kami selalu peka melihat tanda-tanda kehadiranMu dalam diri Yesus, juruselamat kami. Amin.



Senin, 17 Desember 2007
Kej 49:2,8-10
Mat 1:1-17
===========================================================================

KETURUNAN ORANG BERDOSA

Pernahkah Anda mengunjungi keraton Kasunanan Solo? Jika Anda pergi ke sana, di salah satu sudut museum keraton akan Anda jumpai seorang abdi yang menunggui stand suvenir dan di sana dijual lembaran silsilah raja-raja Jawa. Di situ dituliskan dengan lengkap raja-raja Nusantara yang berakhir pada raja yang saat ini berkuasa.
Mungkin hanya segelintir orang saja yang suka akan silsilah rumit semacam itu. Daftar silsilah tidak mungkin mencantumkan semua daftar nama anak dan keturunan raja-raja. Yang masuk silsilah adalah orang-orang yang besar dan dikenal saja. Mengapa tidak dicantumkan semua keturunan? Alasan pertama adalah karena banyaknya anak dan keturunan raja yang lahir juga dari selir-selir. Alasan kedua adalah karena tidak semua anak-anak dan keturunan raja menjadi raja dan orang besar yang mudah diingat oleh orang banyak. Jadi, mau tidak mau, sebuah daftar silsilah adalah rekayasa tergantung tujuan tertentu yang hendak dicapai oleh penulis silsilah itu. Penulis silsilah bisa saja menghapus daftar orang-orang yang tak disukainya. Dalam ilmu sejarah, hal semacam itu biasa terjadi, yakni tulisan-tulisan historis tidak pernah dapat dilepaskan dari penilaian subyektif penulisnya.
Daftar silsilah Yesus juga ditulis dalam konteks seperti itu. Matius membuat daftar silsilah Yesus bukan semata-mata demi tujuan historis. Ada aspek subyektif yang hendak disampaikan oleh Matius. Perhatikanlah daftar silsilah Yesus itu. Ada sesuatu yang menarik, bahwa Matius mencantumkan nama-nama perempuan yang dalam sejarah Israel dikenal sebagai bukan perempuan baik-baik. Tamar adalah perempuan sundal yang berselingkuh dengan mertuanya sendiri yakni Yehuda (Kej 38:6-30). Sementara itu Rahab juga adalah perempuan sundal yang berjasa bagi orang-orang Israel sewaktu mengintai kota Yerikho (Yos 6:25). Perempuan lain yang bukan keturunan Israel adalah Rut, seorang perempuan Moab yang diperistri Boas (Rut 4:13). Dan jangan lupa, perempuan selingkuhan raja Daud, yakni Batsyeba istri Uria juga disebut dalam silsilah itu.
Matius bukan hendak mengotori silsilah Yesus dengan mencantumkan perempuan-perempuan sundal dan kafir. Ia hendak menyatakan bahwa sekalipun kita berdosa dan berasal dari kalangan luar Israel, toh kita menjadi bagian dari sejarah keselamatan yang berpuncak pada Yesus. Matius telah melakukan sesuatu yang tidak biasa dalam menuliskan silsilah keturunan, yakni memberi tempat kepada kaum pendosa. Apakah kita juga memberi tempat dalam hati kita bagi mereka yang berdosa?

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, semoga hati kami juga terbuka untuk memberi kesempatan kepada setiap orang untuk berperan dalam peristiwa keselamatanMu. Amin.




Selasa, 18 Desember 2007
Yer 23:5-8
Mat 1:18-24
===========================================================================

YUSUF YANG LEMBUT HATI DAN PEKA

Nama Yesus berarti Yahwe yang menyelamatkan. Nama tersebut sama dengan Yosua yang dalam perjanjian lama dikenal sebagai tokoh yang membawa orang Israel ke tanah perjanjian. Arti sebuah nama dalam Perjanjian Baru biasanya dapat dikaitkan dengan ketokohan sebuah nama dalam perjanjian lama yang memiliki ciri dan kharisma yang khusus.
Lantas, bagaimana dengan nama Yusuf yang adalah bapa angkat Yesus? Adakah tokoh perjanjian lama yang memiliki kekhususan sama seperti Yusuf bapa Yesus? Ya, Yusuf dalam perjanjian lama adalah salah satu anak Israel yang memiliki kharisma khusus menafsirkan mimpi. Sepuluh kakanya sangat membenci dia dan menjuluki Yusuf sebagai tukang mimpi (Kej 37:4-11). Sejarah hidup Yesus diwarnai oleh fenomena mimpi, bagaimana ia dijual sebagai budak oleh kakak-kakanya, sampai ke Mesir menjadi tahanan dan akhirnya karirnya menanjak sebagai pejabat Mesir karena kemampuannya menafsirkan mimpi Firaun. Yusuf akhirnya menjadi penyelamat bagi kaum keluarganya dari bahaya kelaparan karena kharisma khususnya menafsirkan mimpi yang sesuai dengan kehendak Allah.
Demikian pula Yusuf suami Maria. Sejarah keselamatan dibingkai dalam kisah mimpi yang dialami Yusuf. Ketika ia hendak melepaskan diri dari peran sejarah keselamatan dengan menjadi bapa angkat bagi Yesus yang tidak diperanakkannya secara biologis, Yusuf menerima pesan dari Allah melalui mimpi. Ia taat pada perintah Allah, sekalipun pesan itu disampaikan lewat mimpi. Juga ketika setelah kelahiran Yesus, nyawa anak itu terancam oleh Herodes, Yusuf disuruh mengungsi ke Mesir, dan pesan itu diterimanya lewat mimpi.
Dalam diri Yusuf perjanjian lama dan perjanjian baru, mimpi mendapatkan arti serius sebagai media komunikasi Allah. Mimpi bukan sekedar bunga tidur tanpa makna. Apa jadinya jika Yusuf menganggap remeh mimpi-mimpi itu? Mungkin sejarah keselamatan tidak akan berjalan seperti skenario Allah jika mimpi ilahi tersebut diabaikan.
Memang, tidak semua mimpi mengandung kebenaran ilahi. Kemampuan mendistingsi, memilah-milah dan menafsirkan mimpi secara akurat tidak dimiliki oleh setiap orang. Kemampuan itu membutuhkan kelembutan dan kepekaan hati. Yusuf versi perjanjian lama maupun Yusuf perjanjian baru memiliki kesamaan karakter itu, yakni keduanya sangat tulus dan lembut hati. Kepekaan menafsirkan mimpi hanya dapat disemai di atas sikap tulus, peka dan lembut hati. Sudahkah kita memiliki keutamaan-keutamaan itu?

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, semoga kami selalu peka terhadap tanda-tanda pesan dan kehendakMu yang Kausampaikan dengan cara apapun sesuai kehendakMu. Amin.



Rabu, 19 Desember 2007
Hak 13:2-7.24-25a
Luk 1:5-25
===========================================================================

YOHANES PENUH DENGAN ROH KUDUS

Kelahiran Yohanes Pembaptis tergolong unik dan di luar dugaan manusia. Secara manusiawi hal itu tidak mungkin karena Zakharia dan Elisabeth istrinya sudah lanjut usia dan mandul. Namun karya dan rencana Tuhan berbeda dengan apa yang dipikirkan manusia. Sebagai mana yang difirmankan Tuhan “Sebab rancanganKu bukanlah rancanganmu dan jalanmu bukanlah jalanKu” (Yes 55:8).
Dalam sejarah kelahiran Yohanes Pembaptis yang terbilang unik dan aneh itu sangat nampak rencana dan karya Allah untuk membahagiakan, menggembirakan dan menyelamatkan umatNya. Ini sangat jelas dari pernyataan malaikat kepada Zakharia bahwa “Ia akan membuat banyak orang Israel berbalik kepada Tuhan, Allah mereka” (Luk 1:16). Pernyataan itu menjadi sangat nyata lewat peran yang dipercayakan kepada Yohanes sebagai utusan Allah untuk menyiapkan jalan bagi datangnya Tuhan dan menghantar umat Allah untuk bertemu dengan Tuhan yang akan datang. Yohanes mempersiapkan umat untuk menyambut kedatangan Tuhan, Sang Mesias. Karena itu, Yohanes menyerukan pertobatan dan mengajak umat untuk berbalik kepada Allah.
Figur Yohanes Pembaptis masih sangat dibutuhkan saat ini. Ketika peperangan, pembunuhan, perdagangan anak dan perempuan, pemerasan, pelanggaran HAM, korupsi, penipuan, kekerasan dalam rumah tangga semakin merajalela, setiap orang pasti mendambakan hidup yang tenang, damai dan bahagia. Untuk mewujudkan suasana hidup seperti ini harus ada orang yang berani untuk diutus seperti Yohanes Pembaptis. Maka, apakah masing-masing kita rela dan mau menjadi Yohanes Pembaptis zaman ini yang berani membuat dan menghantar banyak orang berbalik kepada Allah? Apakah kita rela menjadi sarana yang mendatangkan rahmat Tuhan bagi banyak orang?
Sang Raja Damai akan segera datang. Sudahkah kita mempersiapkan diri untuk menyambutNya? Damai adalah warta gembira yang menjadi ciri khas pesta Natal, sebab bayi Yesus yang lahir di kandang hewan kota Betlehem itu adalah Sang Raja Damai. Maka, mari kita persiapkan diri dan batin kita untuk menyambutNya, sehingga Damai yang dibawaNya pada pesta Natal sungguh-sungguh menjiwai dan memenuhi seluruh hidup kita. Semoga setiap kita bersedia untuk menjadi Yohanes-Yohanes kecil dalam hidup sehari-hari, untuk membawa sesama yang lain bertemu dengan Yesus, Sang Raja Damai.

Marilah berdoa,
Tuhan Yesus, sebentar lagi kami merayakan pesta kelahiranMu. Jadikan hati kami layak untuk menjadi tempat kelahiranMu. Amin.





Kamis, 20 Desember 2007
Yes 7:10-14
Luk 1:26-38
===========================================================================

PASRAH PADA TUHAN KARENA IMAN

Injil hari ini mengisahkan tentang Maria yang mendapat tamu agung, namanya Gabriel. Gabriel adalah utusan Allah, datang untuk membawa warta kepada Maria bahwa ia akan mengandung. Warta tersebut meskipun kelihatannya menyenangkan, namun penuh resiko. Karena itu Maria diminta untuk jangan takut, sebab Allah sendiri yang berkenan menyatakannya. Bahwa Roh Kudus akan berkarya di dalamnya. Tapi sebagai manusia, tetap saja Maria belum percaya dan mencoba untuk mengelak. Ketika Gabriel mengatakan bahwa Allah menyertaimu, barulah Maria percaya dan bersedia menerima tawaran tersebut.
Mungkin kita bertanya-tanya mengapa Maria pasrah dan mau melakukan apa yang dikehendaki Allah? Tidak lain karena Maria melihat bahwa apa yang mustahil di mata manusia, merupakan hal biasa bagi Allah. Roh Kudus memberi kekuatan pada Maria untuk menerima dan melaksanakan rencana Allah itu. Karena itu, dalam iman Maria berpasrah diri pada Tuhan untuk melaksanakan kehendakNya.
Dalam pengalaman hidup kita pun, masih banyak orang yang hidup dalam bayangan-bayangan ketakutan. Dalam situasi seperti itu kita perlu untuk memohon kedatangan Roh Kudus sebagai penghibur untuk menguatkan, memberdayakan dan membela kita. Kita mohon Roh Kudus untuk meyakinkan kita bahwa setiap rencana Tuhan atas diri dan hidup kita adalah baik, sehingga kita tidak perlu takut untuk menerima dan melaksanakannya. Untuk itu kita harus memiliki iman seperti Maria.
Jawaban Maria “sesungguhnya aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataanmu”, hendaknya menjadi jawaban kita semua atas setiap rencana dan kehendak Tuhan dalam hidup sehari-hari. Sebab dengan berpasrah pada Allah, Maria setiap pada jalan hidupnya, bahkan Maria setia menyertai puteranya sampai di puncak Golgota. Itu karena ia yakin bahwa Tuhan memilih yang terbaik untuknya walaupun jalam menuju yang terbaik itu sangat menyakitkan. Namun ganjaran kemuliaan telah menantinya karena ia menjalani semua itu dengan hati gembira. Sikap pasrah dalam iman seperti ini pula yang hendaknya kita bangun dalam diri kita dalam menantikan kedatangan Yesus, Sang Mesias, Raja Damai. Semoga dengan hati gembira dan jiwa yang bersih kita menyambut Sang Juru Selamat.

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, semoga Roh KudusMu selalu menerangi langkah hidup kami, sehingga pantas untuk menyambut kedatangan Yesus Sang Juru Selamat .Amin.








Jumat, 21 Desember 2007
Kid 2:8-14
Luk 1:39-45
===========================================================================

PENDIDIKAN SEJAK DARI KANDUNGAN

Dalam tradisi dan budaya Jawa, ada suatu kepercayaan luhur seperti ini: Jika seorang istri sedang mengandung, maka ia beserta suaminya harus menjaga diri. Banyak hal yang tidak boleh dilakukan atau berpantang. Tidak boleh berkata-kata kasar, tidak diperkenankan membunuh hewan dan seabreg pantangan lainnya. Tujuannya sebenarnya hanya satu, yakni agar jabang bayi dalam kandungan tidak terpengaruh energi negatif yang dihasilkan dari ibu dan bapanya. Segala produk kata-kata dan perbuatan yang dihasilkan oleh orang tua memiliki konsekuensi terhadap anak yang ada dalam kandungan. Itulah makna yang terkandung dalam adat dan tradisi tersebut.
Mungkin ada banyak nilai-nilai dan kebijaksanaan yang senada di tempat lain. Bukti bahwa adat dan tradisi ternyata menyimpan mutiara kehidupan yang berharga. Dengan aturan adat semacam itu, terdapat pengakuan bahwa kehidupan itu sesungguhnya sudah ada sekalipun masih dalam kandungan. Aneka aturan adat itu juga hendak menyatakan bahwa proses pendidikan yang sejati sesungguhnya dimulai sejak si anak ada dalam kandungan.
Teori modern pada dasarnya sepaham dengan adat yang kelihatannya kuno itu. Buktinya adalah: semakin banyak pada zaman modern ini, ibu-ibu dan keluarga muda yang meyakini bahwa anak dalam kandungan dapat menjadi cerdas kalau diterapi dengan musik klasik karangan Mozart. Psikologi menganjurkan perlunya ibu-ibu hamil menjaga dan dijaga perasaan dan suasana hatinya agar anak yang di dalam kandungan bertumbuh dengan baik dan cerdas. Tentu saja nutrisi dan gizi juga sangat menentukan baik tidaknya pertumbuhan anak dalam kandungan.
Pertemuan dua calon ibu, yakni Maria dan Elisabet sangat menarik. Ketika Elisabet yang sudah mengandung Yohanes disapa oleh Maria, maka melonjaklah janin Yohanes. Sungguh indah pertemuan itu. Terjadi komunikasi rohani yang luar biasa, Yohanes melonjak kegirangan ketika menyambut kedatangan Sang Penebus di dalam rahim ibuNya. Salam yang diucapkan oleh Maria menghasilkan energi rohani yang menggerakkan janin Yohanes.
Kata-kata yang baik, doa-doa dan kata-kata penuh berkat adalah ibarat nutrisi rohani yang akan menjadikan seorang anak dalam kandungan bertumbuh menjadi orang yang baik. Jangan sepelekan fakta tersebut. Didiklah anak-anak sedari kandungan, ajarkan segala sesuatu yang baik kepada anak-anak sekalipun masih dalam kandungan. Jaga perilaku dan perkataan, sebab itu semua berefek pada anak yang ada dalam kandungan.

Marilah berdoa,
Ya Tuhan berkatilah semua wanita yang tengah mengandung. Kiranya mereka dan suami-suami mereka mampu menjaga diri dalam perkataan dan perbuatan sehingga anak-anak yang ada dikandung dapat bertumbuh sesuai dengan kehendakMu. Amin.






Sabtu, 22 Desember 2007
1Sam 1:24-28
Luk 1:46-56
===========================================================================

MAGNIFICAT

Setelah Maria menerima warta dari malaikat bahwa ia akan mengandung Yesus, Roh Kudus menggerakkan Maria untuk mengunjungi Elisabeth saudarinya. Saat itu juga sudah tersiar berita bahwa Elisabeth mengandung di masa tuanya. Itu merupakan sesuatu yang luar biasa, bahwa tanda belas kasih Allah turun atas wanita saleh istri Zakharia tersebut.
Sementara itu Maria juga merasakan kegembiraan luar biasa karena diberi kepercayaan mengandung Sang Juruselamat. Maria adalah gadis sederhana. Namun ternyata apa yang sederhana di mata manusia, memperoleh kehormatan besar di mata Allah. Ketika orang-orang kecil golongan kaum anawim memperoleh kegembiraan, itu menjadi tanda bahwa Allah telah memperhatikan kerendahan hamba-hambaNya.
Maria tidak kehilangan harga dirinya sebagai orang kecil dan sederhana. Perbuatan besar telah dilakukan Allah yang menjungkirbalikkan dominasi orang kaya dan congkak hatinya. Inilah saat bagi orang kecil seperti Maria mengungkapkan harga dirinya, bahwa justru yang kecil dan rendah ditinggikan oleh Tuhan. Ia juga memberi peneguhan kepada Elisabeth yang selama itu mendapat penilaian dari masyarakat sebagai wanita tak berguna, mandul dan seolah-olah tidak diberkati Allah. Lihatlah, apa yang direndahkan oleh manusia dan masyarakat, ternyata mendapat tempat istimewa di hadapan Allah.
Apakah yang bisa dibanggakan oleh orang kecil seperti Maria? Tidak lain dan tidak bukan adalah perhatian dan belas kasih Allah. Oleh karenanya, Maria mengagungkan Allah. Itulah arti dari kidung Magnificat, artinya adalah dia [Maria] mengagungkan [Tuhan].
Tidak banyak orang yang dapat bersikap rendah hati seperti Maria. Setiap kita seringkali suka dipuji oleh sesama manusia karena prestasi, harta dan penampilan mewah kita. Semua itu mempresentasikan keberhasilan dan usaha kita. Siapapun tak suka dianggap kecil, tak berarti dan miskin. Sekalipun de facto kita miskin, acapkali kita menutupi kekurangan kita itu dengan penampilan dan gaya hidup kita yang serba wah. Adalah berat bagi kita mengakui kekerdilan, kelemahan dan kekurangan kita.
Kidung yang diucapkan Maria memberikan bagi kita pelajaran: tak ada salahnya kita sadar diri akan kelemahan, kekurangan dan kemiskinan kita. Karena justru dalam semua itu, Allah semakin diagungkan. Dengan demikian kita masih tetap dalam pemeliharaan dan perlindungan Allah, sebab Allah takkan membela dan melindungi orang yang merasa diri kuat oleh kemampuannya sendiri.

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, semoga kami semakin bersandar pada kemurahan dan kekuatanMu. Diluhurkan dan dimuliakanlah namaMu yang Agung, kini dan sepanjang masa. Amin.






Minggu, 23 Desember 2007
Hari Minggu Adven IV
Yes 7.10-14; Rm 1.1-7; Mat 1.18-24
===========================================================================

KESETIAAN YUSUF

Kisah kelahiran Yesus Kristus, bila boleh dibandingkan, ibarat ceritera-ceritera dalam sinetron, agak aneh namun nyata. Sebelum Maria yang bertunangan dengan Yusuf hidup bersama sebagai suami dan istri, ketahuan kalau Maria telah mengandung. Tapi untunglah Yusuf seorang laki-laki yang baik hati. Karena tidak ingin tunangannya, Maria, kehilangan muka di depan umum, ia bermaksud menceraikannya secara diam-diam. Namun niatnya tidak kesampaian, karena dalam mimpi dikatakan bahwa anak yang dikandung tunangannya berasal dari Roh Kudus. Bahkan bila lahir nanti Ia harus dinamai Yesus, Imanuel, yang artinya Allah menyertai kita. Tanpa pikir panjang, Yusuf pun lalu menjadikan Maria sebagai istrinya.
Ceritera kelahiran Yesus tidak bisa dilepaskan bukan saja dari jawaban ‘ya’ Maria terhadap undangan Allah, tetapi juga kesediaan Yusuf untuk ikut ambil bagian dalam rencana penyelamatan tersebut. Tanpa keterlibatan Yusuf, alur kisah kelahiran Yesus tentu akan menjadi lain. Yusuf bukanlah figur penentu dalam lakon tersebut, tetapi perannya tidaklah boleh dikesampingkan begitu saja. Sebenarnya wajar dan masuk akal bila Yusuf bermaksud untuk menceraikan Maria. Hati lelaki siapa yang tidak hancur ketika mengetahui bahwa orang yang sangat dicintainya telah mengandung tanpa diketahui siapa yang menyebabkannya. Akan tetapi niatnya itu tidak jadi dilakukannya karena ia terbuka dan percaya terhadap rencana Allah. Dengan tulus ia menerima Maria apa adanya. Suatu sikap yang tidak otomatis dimiliki oleh semua orang.
Yusuf rela mengesampingkan egonya, agar rencana penyelamatan Allah menjadi nyata di dunia ini. Dia berbesar hati bukan saja dengan menjadikan Maria sebagai istrinya, melainkan juga bersedia untuk menerima anak yang dilahirkan oleh tunangannya. Dengan segala kerendahan hati dan tanpa banyak bicara, dia rela membesarkan dan mendidik anak yang telah dipercayakan kepadanya. Kesetiaannya sungguh luar biasa. Kesetiaannya terhadap janjinya kepada Tuhan untuk menjaga Maria dan Yesus bukan saja diucapkannya dengan kata-kata kosong, tetapi lebih dari itu, dia mewujudkannya dalam tindakan nyata. Dia menjaga Maria dan Yesus sama seperti dia menjaga dirinya sendiri. Segala macam bahaya dia jalani demi menjaga keselamatan Maria dan Yesus.
Suatu pengorbanan yang luar biasa dari Yusuf. Seandainya saja kita mau bersikap seperti Yusuf, yang rela menerima orang lain apa adanya, yang rendah hati dan tidak egois, yang setia dan mau berkorban. Pasti dunia kita akan menjadi lebih aman, damai dan tenteram.

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, semoga kami berani meneladan ketulusan hati Yusuf dalam menerima kehendakMu sekalipun terasa tak mengenakkan hati kami. Amin.

Senin, 24 Desember 2007
Malam Kelahiran Tuhan Yesus
2 sam 7,1-5.8b-12.16; Luk 1,67-79
===========================================================================

KIDUNG ZAKHARIA

Ceritera tentang kelahiran Yesus tidak bisa dilepaskan begitu saja dari ceritera mengenai kelahiran Yohanes. Ceritera tentang keduanya bahkan mempunyai kemiripan. Berita kelahiran mereka sama-sama disampaikan oleh Malaikat. Bedanya: Maria di masa mudanya, sedangkan Elisabeth di masa tuanya. Yusuf hampir menceraikan Maria ketika mengetahui kehamilan tunangannya, Zakharia dibuat bisu karena tidak mempercayai omongan Malaikat. Kabar gembira kelahiran Yesus dikumandangkan dengan penuh sukacita oleh para malaikat yang lalu menyampaikannya kepada para gembala, kelahiran Yohanes dimuliakan oleh Zakharia, ayahnya, yang kebisuannya disembuhkan secara ajaib oleh Tuhan.
Zakharia bersuka ria karena Allah telah menggenapi Sabda-Nya yang telah disampaikan oleh para nabi. Allah telah berjanji untuk menyelamatkan umatNya dan kini janjiNya itu Ia tepati. Ia tidak pernah ingkar terhadap janjiNya. Ia menyelamatkan umatNya dengan mengutus PuteraNya yang tunggal. Dan kedatanganNya itu dipersiapkan oleh Yohanes.
Di mata Zakharia, puteranya adalah nabi Allah yang maha tinggi. Ia adalah pembuka jalan bagi kedatangan Tuhan. Karena perkataan dan perbuatannya, umat Allah berbalik dari dosa mereka dan menyerahkan diri mereka sepenuhnya ke dalam belas kasih Allah. Karena ajakannya, banyak orang bertobat dari segala dosa dan kesalahan mereka dan membiarkan diri mereka dibaptis.
Zakharia telah ‘dihukum’ Allah karena ketidakpercayaannya dan kini setelah mengalami kebaikan Allah, tidak ada alasan baginya untuk tidak memuliakan Allah. Pujiannya berasal dari pengalamannya akan Allah. Pengalaman akan Allah yang berbelaskasih, pengalaman akan Allah yang maha pengampun dan maha rahim. Allah telah membuatnya tidak berdaya dihadapanNya tetapi kemudian memulihkannya dan kini menjadi tugasnya untuk mewartakan kemurahan Tuhan tersebut.
Setiap hari, setiap saat, Allah telah berbuat baik kepada kita. Menjadi tugas kita sekarang untuk bersyukur dan berterima kasih untuk apa yang telah kita peroleh itu. Bukan saja dengan perkataan, bukan saja dengan pujian, tetapi terlebih dengan perbuatan. Berbuat baik kepada semua orang yang datang membutuhkan bantuan kita.

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, seperti Zakharia semoga kami dapat memahami dengan ikhlas rahasia penyelenggaraanMu atas hidup kami. Amin.


Selasa, 25 Desember 2007
HR Natal
Yes 52:7-10; Ibr:1-6; Yoh 1:1-18
===========================================================================

FIRMAN ITU TELAH MENJADI MANUSIA

Inkarnasi adalah rahasia agung Allah, di mana Allah yang bersifat ilahi sudi masuk dalam daging dan menjadi manusia (in=masuk, caro=daging). Mengapa Allah sudi bertindak demikian? Itu semua karena besarnya kasihNya kepada kita manusia, sehingga Ia rela mengaruniakan PuteraNya menjadi manusia. Inkarnasi Allah dalam diri Yesus adalah puncak segala rahasia cinta Allah. Ia menjadi sama seperti manusia, berbicara dan berkomunikasi sebagai manusia dan bahkan mengalami kesakitan dan kematian secara manusia.
Natal sebagai peristiwa inkarnasi tidak mudah dipahami oleh rasio dan budi manusia. Bagaimana mungkin Allah sudi meninggalkan segala kemewahan surgawi dan menjadi manusia dalam keluarga miskin Nazareth?
Jelas sekali logika dan rahasia Natal berbeda sekali dengan apa yang biasa dipikirkan manusia. Yang umum terjadi pada manusia adalah: tidak mau miskin dan menderita, tak sudi gagal dan direndahkan orang lain, dan kalau bisa hidup kaya dan tak berkekurangan. Kalau setiap ditanya: “Jika diberi kesempatan lahir kembali, kelahiran macam apa yang diinginkan?” Jawabannya jelas: Ya kalau bisa lahir di tengah keluarga orang kaya, cantik, pintar dan terpandang.
Semua naluri manusia akan kesuksesan, kekayaan dan gemerlapnya impian hidup manusia diruntuhkan oleh kelahiran Yesus, Sang Putera Allah. Dia yang memiliki hak kemuliaan surgawi dan kemewahan kekal sudi turun turun ke dunia menjadi manusia. Dia yang dapat memilih dilahirkan sebagai putera raja penguasa bala tentara yang bergelimang kemewahan, tidak memanfaatkan peluang itu. Hanya lahir sebagai Putera Maria dan Josef yang miskin, yang bahkan tidak mendapatkan tempat untuk penginapan pada saat sensus waktu itu, dijenguk oleh para gembala miskin, itulah Yesus yang adalah Putera Allah. Sungguh kontras dengan hakikat diriNya yang adalah Putera Allah yang Mahaagung.
NatalNya adalah teguran bagi kita sekalian yang masih diliputi oleh napsu dunia. KehadiranNya mengingatkan kita bahwa bergelimang harta dan kuasa bukanlah segala-galanya. Justru kesederhanaan dan kerendahan hati, itulah yang harus menjadi bagian kehidupan kita. Dengan demikian Natal adalah peringatan juga bagi setiap orang yang sombong dan congkak hati, sekaligus penghiburan bagi mereka yang menderita, terusir dan terpinggirkan dalam masyarakat. Warna Natal bukanlah pesta pora, melainkan syukur bahwa Allah sudi solider dengan kita manusia yang bergelimang dosa. Ia datang membawa damai sejahtera. Ia tinggal di antara kita dan menjadi bagian dari kehidupan kita. Selamat datang Tuhan Yesus, tinggalah beserta kami.

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, semoga kami juga melihat kehadiranMu dalam diri setiap orang yang menderita di sekitar kami. Amin.





Rabu, 26 Desember 2007
PW Stefanus, Martir Pertama
Kis 6:8-10; Mat 10:17-22
===========================================================================

MARTIR STEFANUS

Pernah suatu kali saya ditanya umat. “Romo, mengapa liturgi Gereja menempatkan peringatan St. Stefanus dekat sekali dengan Natal? Rasanya kurang sreg, masih dalam suasana kelahiran dan kegembiraan Natal, kok tiba-tiba diwarnai oleh kematian dan darah.”
Ya, kesan itu mungkin benar. Kematian dan darah yang tertumpah merusak suasana kebahagiaan kelahiran Tuhan. Tapi, itu bukan berarti bahwa Allah kita itu mencintai pertumpahan darah, sekalipun penebusan oleh Yesus pun pada akhirnya diwarnai oleh salibNya yang berdarah.
Stefanus mendapat julukan sebagai martir pertama karena dari segi kronologi waktu, dialah salah satu murid yang mati dibunuh karena membela imannya. Tidak lama setelah Yesus wafat, para pengikutNya bergiat menyebarkan Injil. Stefanus termasuk dalam bilangan para diakon yakni sekelompok orang yang secara khusus melayani orang miskin dan para janda. Konsentrasi tugasnya bukan seperti para murid lain yang berkotbah dan mengajar firman. Tugasnya lebih bersifat sosial dan berkaitan dengan anggota jemaat yang miskin.
Ketika Stefanus ditangkap dan dihadapkan pada mahkamah agama karena aktivitasnya sebagai pengikut Kristus, sesuatu yang luar biasa terjadi. Stefanus dengan lantang dan berani berbicara membela imannya pada Kristus. Sambil menengadah ke langit, Stefanus meneriakkan kesaksian imannya, siap mati demi Tuhan Yesus. Kotbah dan kesaksian Stefanus itu luar biasa karena diucapkan secara terang-terangan di hadapan mahkamah agama yang sangat membenci penyebaran Injil oleh para murid Yesus. Dalam diri Stefanus yang kharisma dasarnya hanya melayani dan bukan berkotbah, terpenuhilah apa yang dikatakan Injil Matius: “Apabila mereka menyerahkan kamu, janganlah kuatir akan bagaimana dan akan apa yang harus kamu katakan, karena semuanya itu akan dikaruniakan kepadamu pada saat itu juga; karena bukan kamu yang berkata-kata, melainkan Roh Bapamu, Dia yang akan berkata-kata di dalam kamu.”
Kesaksian iman yang indah seperti yang dilakukan oleh Stefanus itu, sekalipun harus dihiasi dengan darahnya yang tertumpah, tidak merusak suasana kegembiraan Natal. Justru pertumpahan darah yang terjadi di seputar perayaan Natal mengingatkan kita bahwa salib dan darah adalah mahkota mulia penyelamatan dan kehadiran Yesus.
Sama halnya setiap ibu yang melahirkan anak pasti harus disertai oleh jerit kesakitan dan darah, demikian halnya kelahiran Yesus pun disertai oleh darah martirnya. Tertumpahnya darah tidak akan dirasakan sebagai penderitaan setelah kelahiran. Yang ada hanyalah sukacita karena justru dari darah yang tertumpah itu, dimulailah kehidupan baru yang membahagiakan.

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, semoga kami semakin dapat memahami rahasia kehidupan baru dalam setiap derita yang kami alami setiap hari. Amin.






Kamis, 27 Desember 2007
Pesta St. Yohanes Rasul
1Yoh 1:1-4; Yoh 20:2-8
===========================================================================

YANG DIKASIHI TUHAN

Tantangan dan godaan yang sangat sulit menjadi orang tua yang baik adalah menyingkirkan perasaan lebih mengasihi salah satu anaknya daripada anak yang lain. Kecenderungan semacam itu sangat biasa terjadi, juga dalam kehidupan yang lebih luas, misalnya dalam konteks pendidikan sekolah, dunia kerja dan bahkan pemerintahan. Inilah yang disebut dengan fenomena anak emas.
Di antara anak, peserta didik, karyawan ataupun anggota suatu perkumpulan, biasanya ada yang lebih disayangi dibandingkan yang lain oleh pemimpinnya. Mengapa seseorang dapat menjadi anak emas? Bisa jadi karena anak atau orang tersebut memiliki sifat penurut, tak suka membantah, pintar dan pendiam. Kriteria anak emas sangat relatif tergantung pada sifat yang cocok dan disukai oleh orang tua atau pimpinan.
Di antara para rasul Yesus pun, sudah menjadi rahasia umum bahwa ada anak emas. Murid ini sangat dekat dengan Yesus. Ia tak banyak ulah, pendiam dan pintar. Ya, dia lah rasul Yohanes.
Arti nama Yohanes adalah yang dikasihi Allah. Dalam perilaku hidupnya, rasul Yohanes telah menunjukkan dirinya sebagai orang yang pantas menyandang nama itu. Ia memiliki relasi yang sangat dekat dengan Yesus, tekun merenungkan firmanNya. Yohanes adalah pribadi yang tenang, kontemplatif dan tidak meledak-ledak. Manakala Yesus ditangkap dan menjalani penderitaanNya di salib, hanya dialah yang hadir di dekat Yesus, sementara rasul-rasul yang lain lari ketakutan.
Dan ketika Yesus bangkit dari mati, dialah yang pertama-tama melihat bahwa kubur Yesus telah kosong, tinggal kain kapanNya saja. Pada situasi itu, sebelum Petrus menyadari apa yang terjadi, Yohanes seketika itu juga menjadi percaya, bahwa Tuhan telah bangkit dari mati.
Yohanes membuktikan dirinya sebagai murid yang sangat cepat memahami ajaran Yesus dan yang paling cepat melihat kehadiran Tuhan. Keistimewaan lain yang dimiliki oleh Yohanes adalah cara kematiannya. Ia tidak mati sebagai martir seperti para rasul yang lain, melainkan mati dalam usia tua sebagai orang yang merasakan kasih Tuhan sepenuh hidupnya. Injil dan surat-surat yang ditulisnya menunjukkan ciri khas yang berbeda dengan Injil Sinoptik, yakni bukan sekedar kumpulan kisah dan sabda Yesus, melainkan Injil kontemplatif yang puitis dan penuh simbol.
Sesungguhnya Yohanes sendiri tak merasa lebih istimewa atau sebagai anak emas dibandingkan teman-teman rasul yang lain. Ia menghendaki setiap pengikut Yesus menjadi murid yang juga dikasihi Yesus. Dan lebih penting dari itu ialah, agar setiap pembaca Injilnya memperoleh hidup yang kekal bersama Yesus. Bagaimanakah kita? Apakah kita juga sudah berusaha menjadi pengikut Yesus yang layak dikasihiNya?

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, semoga kami mendapatkan kehidupan kekal dalam pengenalan yang semakin mendalam akan Yesus PuteraMu. Amin.


Jumat, 28 Desember 2007
Pesta Kanak-kanak Suci
1 Yoh 1 : 5 – 2 : 2; Mat 2 : 13 – 18
===========================================================================

AGEN KEHIDUPAN

Kita sering mendengar berita kematian tragis anak-anak yang kelahiran mereka tidak diinginkan atau berita anak-anak yang lahir lalu ditelantarkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Dan, hampir pasti anak-anak itu lahir dari mereka yang belum menikah secara sah baik menurut agama, adat maupun sipil. Tindakan-tindakan seperti ini dilakukan untuk menutup malu dan untuk menghindar dari tanggung jawab berkeluarga. Kenyataan ini mau mengatakan bahwa orang tidak menyadari betapa pentingnya sebuah kehidupan dan orang sama sekali tidak menghargainya sebagai ciptaan Tuhan.
Pada hari ini, Gereja katolik merayakan pesta kanak-kanak suci untuk mengenang kanak-kanak yang meninggal karena ulah orang lain sejak zaman Yesus lahir hingga saat ini termasuk kanak-kanak yang meninggal oleh cakar ibunya sendiri. Gereja secara khusus mengenang mereka karena mereka adalah juga anak-anak Allah yang dilahirkan ke dunia dari rahim yang diciptakan oleh Allah. Mereka adalah anak-anak Allah yang masih polos dan suci, belum mengenal perbuatan-perbuatan kotor dan dosa.
Bacaan hari ini pun secara jelas mengelompokan anak-anak tersebut dalam kelompok yang patut dikasihi oleh semua orang, karena anak-anak tersebut dikorbankan demi kepentingan orang tertentu. Pada zaman Yesus lahir, Herodes tidak mau ada orang lain yang lahir untuk menggantikan posisinya sebagai raja. Karena itu, ia berusaha agar bayi yang telah ditakdirkan untuk menjadi raja tersebut dibunuh. Herodes mempertahankan kedudukannya dengan cara yang paling keji yakni membunuh semua bayi yang berumur dua tahun ke bawah. Ramalan tentang kelahiran Yesus yang disampaikan oleh para majus dianggapnya sebagai ancaman baginya sehingga dengan kekuasaannya ia bisa berbuat apa saja untuk mempertahankan posisinya sebagai raja.
Kembali kepada kehidupan kita zaman sekarang. Seringkali orang lebih mementingkan diri sendiri, privilese dan jabatan dalam masyarakat sehingga apapun bisa dilakukan untuk menjaganya, bahkan dengan cara yang keji sekalipun. Orang tidak segan membunuh demi kepentingannya dan yang sering menjadi korban adalah anak-anak yang tidak berdosa. Kita sering mendengar tentang aborsi. Aborsi dilakukan oleh orang yang hanya mementingkan diri sendiri. Ia lebih mementingkan nama baiknya, jabatannya, karier dan kehidupan pribadinya. Orang lebih memilih menghindar dari rasa malu dan tanggung jawab dari pada harus memelihara sebuah kehidupan. Orang menjadi lupa akan karya penciptaan Allah, yakni kehidupan.
Gereja katolik melalui injil hari ini mengingatkan kepada kita untuk lebih mencintai kehidupan yang diberikan oleh Allah kepada kita. Oleh karena itu, dengan kepedulian kita akan kehidupan, kita menjadi rekan kerja Allah untuk meneruskan karya penciptaannya. Kita berusaha agar bisa menjadi orang yang mencintai kehidupan dan dijauhkan dari ego untuk mementingkan diri sendiri.

Marilah berdoa:
Ya Tuhan Allah sumber kehidupan, ajarlah kami agar semakin mencintai kehidupan yang Kau berikan kepada kami dan menyadari bahwa kami adalah penerus karya penciptaanMu di dunia. Amin.

Sabtu, 29 Desember 2007
1 Yoh 2 : 3 – 11
Luk 2 : 22 – 35
===========================================================================

MATAKU TELAH MELIHAT KESELAMATAN

Ketika mendekati bulan Desember, lagu-lagu natal mulai berkumandang dan hiasan-hiasan pun mulai bermunculan di mana-mana. Hal ini tanpa sadar seringkali dilakukan karena kebiasaan atau tradisi setempat. Natal menjadi suatu ritus yang harus diadakan setiap tahun dan orang lebih memperhatikan kemeriahan acaranya. Panitia natal lebih memperhatikan koor yang bagus dan semua orang mengidealkan natal yang berlangsung di parokinya berlangsung semeriah mungkin, sehingga tidak salah orang menyebutnya pesta natal.
Pada hari ini, Simeon mengajarkan kepada kita hal yang paling penting dari peristiwa natal. Peristiwa kelahiran Yesus merupakan peristiwa datangnya Sang Juruselamat. Simeon mengungkapkan imannya yang kokoh akan keselamatan yang dijanjikan oleh Allah kepada bangsa Israel, bahkan ia menanti keselamatan selama hidupnya di dunia. Hal ini diungkapkan dengan kata-kata, “Sekarang, Tuhan, biarkanlah hambaMu ini pergi dalam damai sejahtera, sesuai dengan firmanMu, sebab mataku telah melihat keselamatan yang datang dari padaMu”.
Bagi Simeon, natal merupakan puncak dari penantiannya. Selama hidupnya ia menantikan datangnya penyelamat yang telah dijanjikan oleh Allah sendiri. Namun, penyelamat itu bukan hanya ditujukan kepada bangsa Israel tetapi juga kepada segala bangsa. Keselamatan yang datang dari Allah itu diperuntukkan bagi semua orang yang mau menerimaNya. Dikatakan demikian karena Simeon juga tahu bahwa ada yang menerima dan ada juga yang menentangNya. “Sesungguhnya Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang di Israel dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan”.
Kesaksian Simeon tentang Yesus ini mau mengingatkan kepada kita agar lebih memahami makna peristiwa natal itu sendiri. Selain kita mempersiapkan perayaan yang meriah, kita juga menyiapkan hati kita untuk menerima Sang Juruselamat yang datang dalam hidup kita, sehingga kita pun dengan suka cita mewartakan, “Mataku telah melihat keselamatan”

Marilah berdoa:
Ya Tuhan, Sang Juru selamat, kini Kau hadir dalam hidup kami untuk mengangkat kami dari kenistaan karena dosa. Bukalah mata kami untuk melihat keselamatan yang tawarkan dalam hidup kami dan kuatkan kami untuk menjadi saksi tentang karya keselamatanMu. Amin.











Minggu, 30 Desember 2007
Pesta Keluarga Kudus
1 Sam 1 : 20 – 22. 24 – 28; Luk 2 : 41 – 52
===========================================================================

KELUARGA KUDUS NAZARETH

Hari Minggu ini, sesudah kita merayakan pesta kelahiran Yesus, kita juga diingatkan bahwa Yesus, Sang Penebus lahir dalam satu keluarga, basis utama dalam hidup bermasyarakat. Bacaan-bacaan Kitab Suci hari ini mengajak kita untuk hidup sebagai anak-anak Allah dalam keluarga. Semua anggota keluarga hendaknya menyembah Allah yang hidup. Hidup sebagai anak-anak Allah ditandai atau diwarnai oleh suasana kerelaan untuk saling mendengarkan, saling menghargai dan saling mendukung pertumbuhan iman menjadi dewasa.
Kedewasaan iman dapat dialami dan dilihat secara jelas dari sikap menerima diri apa adanya, juga kelebihan dan kekurangan anggota keluarga yang lain. Kata-kata, “Saya mohon maaf dan saya berterima kasih kepadamu.....” menjadi kata-kata yang berkekuatan magis untuk mencairkan kembali suasana keluarga yang sedang beku oleh rasa kecewa, rasa cemburu atas kegagalan dan kesuksesan anggota keluarga lain.
Ketulusan memohon maaf dan mengucapkan terima kasih akan membuat setiap anggota keluarga merasa dihargai, diterima dan didukung. Dengan demikian, suasana hidup surgawi dan kedamaian yang sejati dapat dialami dalam hidup berkeluarga. Orang tidak perlu mencari kebahagiaan itu di tempat lain, tetapi bisa mengalaminya di dalam keluarga sendiri. Dan, teladan hidup kekeluargaan ini ada dalam keluarga kudus Nasareth.


Marilah berdoa:
Ya Tuhan, Engkau berkenan lahir ke dunia melalui keluarga kudus Nasareth.
Ajarilah kami selalu untuk meneladani kehidupan keluarga kudusMu, sehingga kami bisa bertumbuh dan kelak bisa bergabung dalam keluarga abadi di surga. Amin.


















Senin, 31 Desember 2007
1Yoh 2: 18-21
Yoh 1: 1-18
===========================================================================

SOLIDARITAS, HADIAH, PERCAYA: NILAI-NILAI KESELAMATAN KITA

Memasuki hari ketujuh dalam Oktaf Natal, bersama Santo Yohanes Penginjil kita diundang untuk menangkap kembali makna terdalam peristiwa penjelmaan Allah menjadi Manusia bagi hidup kita.
Ada tiga pokok pikiran yang hendak saya sheringkan. Pertama, peristiwa Natal yang telah kita rayakan adalah peristiwa Solidaritas, Penjelmaan Firman menjadi manusia lemah, rapuh dan tak berdaya. “Firman itu telah menjadi manusia dan diam di antara kita” (Yoh 1:14). Inilah “cara Allah menyelamatkan dunia ciptaan-Nya.” Allah menyelamatkan kita lewat Yesus Putera-Nya, yang hadir di tengah kita dalam rupa manusia lemah dan tak berdaya. Inilah pula tanda nyata solidaritas Allah. Allah solider, menyatu dengan mereka yang tersisih, tersingkirkan dan terpuruk. Ke-Allah-an menampak dalam wajah manusia rapuh. Tuhan dengan itu membangunkan kembali harga diri mereka yang sering tidak didengarkan suaranya, yang kecil dan tak berdaya.
Kedua, peristiwa penjelmaan Allah menjadi Manusia dalam diri Yesus Kristus adalah peristiwa hadiah Allah yang cuma-cuma bagi kita manusia. Lagi-lagi Santu Yohanes menulis: “Karena dari kepenuhan-Nya kita semua telah menerima kasih karunia demi kasih karunia..” (Yoh 1:16). Yohanes dengan ini mau mengungkapkan satu kebenaran utama keselamatan kita yang bermula dari anugerah gratis, hadiah cuma-cuma. Allah dengan inisiatip sendiri mau turun, mendatangi manusia berdosa dan menawarkan hubungan baru tanpa bicara apa pun, tentang syarat, apalagi tuntutan. Paulus dengan keyakinan iman mengatakan, “di mana dosa bertambah banyak, di sana kasih karunia menjadi berlimpah-limpah” (Rm 5:20). Inilah kelimpahan, malahan keanehan kasih Allah, mengatasi keterbatasan dan dosa manusia. Kebaikan adalah kata akhir segala sesuatu. Inilah pesan Yesus dan praktek hidup-Nya. Pada Tuhan hanya ada kebaikan, hadiah cuma-cuma.
Ketiga, dalam peristiwa penjelmaan itu kita melihat bahwa arti keselamatan ialah Menerima atau Percaya. “Tetapi semua orang yang menerima-Nya, diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya” (Yoh 1:12). Kemampuan menjadi anak Allah, menghayati hidup baru, itu karena anda dan saya memiliki sikap menerima, karena rela percaya, karena beriman. Dan ini benar atau berlaku bukan hanya untuk keselamatan abadi dalam hubungan dengan Tuhan, melainkan untuk kehidupan biasa sehari-hari antara kita. Mutlak perlu iklim percaya, saling menerima agar kehidupan dapat bertumbuh, agar kebahagiaan dapat tercipta, agar keselamatan terwujud. Betapa berat rasanya hidup ini, jika tidak ada sikap menerima, sikap percaya antara manusia, jika yang ada hanyalah rasa curiga. Pengabdian terbesar yang dapat kita tawarkan untuk sesama ialah menerima dan memungkinkan mereka merasa berbahagia karena memberi. Sebagian terbesar kebahagiaan dalam hidup kita justru datang dari kenyataan bahwa sesama kita bersedia menerima pemberian kita dan menjadikannya bagian hidup mereka.
Melalui prolognya, Santo Yohanes Penginjil mengajak kita untuk menghidupkan kembali nilai-nilai luhur keselamatan kita. Kita diingatkan kembali tentang apa yang sebenarnya membuat hidup kita bahagia dan selamat. Nilai-nilai itu ialah, solidaritas lewat kehadiran, kehidupan sebagai hadiah cuma-cuma, sikap menerima dan percaya yang mutlak perlu bagi kehidupan. Ternyata nilai-nilai itu adalah nilai-nilai yang biasa yang kita jumpai setiap hari dalam hidup kita yang biasa: hidup sebagai hadiah, solidaritas karena senasib, dan saling percaya. Agar kehidupan kita tumbuh, dan terus berkembang, perlu rasa solidaritas, perlu hadiah dan perlu sikap percaya. Maka juga di masa krisis ini masih selalu ada dasar untuk senantiasa bersyukur dan memuji kedermawanan Allah bagi kita manusia. Semoga.

Marilah berdoa,
Ya Tuhan semoga nilai-nilai luhur peristiwa kelahiran PuteraMu semakin kami hidupi sehari-hari. Amin.