Jumat, 07 September 2007

Renungan Bulan September 2007


AMBILLAH DAN BACALAH

Bulan September didedikasikan oleh Gereja Katolik sebagai bulan Kitab Suci. Ajakan yang diserukan Gereja jelas, agar seluruh umat beriman menjadi semakin dekat dan akrab dengan Firman Allah. Orang yang dekat dengan Firman Tuhan hidupnya seperti yang digambarkan pemazmur: Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tak layu daunnya, apa saja yang diperbuatnya berhasil (Mzm 1:3).
Ada kalanya hidup kita mengalami kekosongan, kegelapan dan kebuntuan. Juga seringkali kita mengalami kegagalan. Tentu semua itu menyakitkan dan menjadikan kita tak tahu arah tujuan hidup ini. Kita menjadi lupa, bahwa Firman Tuhan menjanjikan banyak hal yang dapat mencerahkan dan menghibur kita.
Godaan untuk mencari penghiburan yang lain, penuntun yang disediakan dunia seringkali menerpa kita. Padahal, Tuhan yang begitu dekat dengan diri kita senantiasa melambai-lambai mengundang kita untuk mendekatiNya. Ia hadir dalam FirmanNya yang setiap saat menyapa kita.
Bulan Kitab Suci mengajak kita untuk kembali mencintai Kitab Suci yang adalah FirmanNya yang penuh daya kehidupan. Selama ini mungkin kita menempatkan Alkitab dalam rak buku dan tetap tampak baru karena jarang kita buka dan kita baca. Bukan seperti itu yang dikehendaki Tuhan. Dia mau supaya Alkitab itu menjadi konsumsi rohani kita setiap hari.
Ada hal baik yang juga dilakukan oleh saudara-saudara kita, orang muslim. Setiap sore setelah mandi sore, para orang tua mendandani anak-anak mereka dengan baju koko dan baju kurung. Lalu mereka akan menggiring anak-anak itu ke mushola di lingkungan mereka. Di sana sudah menunggu seorang ustad yang siap mengajarkan anak-anak tersebut selama 1 atau 2 jam membaca Al-Quran. Anak-anak dibiasakan dekat dengan Firman Allah, dan pastilah itu suatu pola pendidikan yang sangat baik.
Lalu berpaling pada keluarga-keluarga kristiani. Jangan mudah menghakimi cara hidup orang lain. Sederhana saja, sudahkah kita dengan tekun dan rasa hormat menanamkan pentingnya membaca Sabda Allah bagi anak-anak kita?
Pada bulan September ini mungkin ada banyak kegiatan lingkungan yang dicanangkan untuk mengajak kita mendalami Kitab Suci. Dan bisa jadi itu semua menjadi beban bagi kita. Bukan hal yang baru kalau yang terjadi adalah: sepinya pendalaman Kitab Suci di lingkungan-lingkungan. Mungkin banyak orang berargumen: Ngapain repot-repot pendalaman Kitab Suci, toh kami bisa membaca sendiri di rumah. Pertanyaannya, benarkah kita membaca Kitab Suci di rumah? Sudahkah kita meluangkan waktu meski 10 menit saja membaca Kitab Suci bersama anak-istri-suami dalam keluarga?
Sajian renungan harian ini kembali hadir di hadapan kita untuk meremotivasi kita akan kegemaran membaca Kitab Suci. Mungkin buah-buah akibat membaca Kitab Suci belum terasa dalam waktu dekat, tapi yakinlah bahwa hanya kebaikan yang akan dihasilkan kalau kita rajin membaca Kitab Suci dan dekat dengan Firman Allah. Belajarlah dari pengalaman pemazmur, apapun yang diperbuatnya akan berhasil karena dekat dengan Firman Tuhan. Selamat berziarah bersama renungan harian JPIC. Tuhan memberkati Anda dan keluarga.

Pengasuh





Sabtu, 1 September 2007
1 Tes 4:9-11
Mat 25:14-30
===========================================================================

YANG MALAS YANG MALANG

“Talk does not cook rice”, kata peribahasa Cina. Artinya bicara saja tidak bisa menanak nasi. Tindakan atau perbuatan nyata itulah yang menghasilkan sesuatu. Asal omong tanpa tindakan nyata tidak akan menghasilkan apa-apa.
Hari ini Tuhan mengajak kita untuk melihat diri kita. Apakah kita termasuk tukang omong atau orang yang senang berbuat sesuatu. Hamba pertama dan kedua suka bekerja. Mereka omong hal-hal yang penting-penting saja. Mereka adalah orang-orang yang mau bekerja. Mereka tidak suka pada banyak ide yang muluk-muluk dan tinggi-tinggi. Ide-ide indah langsung mereka praktekkan. Mereka tidak terbuai oleh buah pikiran yang bagus.
Hamba ketiga adalah seorang dreamer ( pemimpi) dan malas. Ide bagus untuk mendapat laba tidak segera ia wujudkan. Ia hanya sampai pada mimpi. Hanya itu! Talenta yang dipercayakan kepadanya tetap satu saja. Ia kuburkan ide itu dalam rasa malasnya sendiri. Ketika diminta pertanggungjawaban oleh tuannya, ia mulai mencari-cari alasan. Ia mempersalahkan tuannya atas kegagalannya. Katanya ia takut kepada tuannya yang sangat kejam dan yang suka cari untungnya saja. Hamba malang itu memproyeksikan sifat malasnya kepada tuannya. Kenyataannya sangat berbeda. Hamba itu sendirilah yang malas dan hanya mau cari untung atas kemurahan orang lain.
Hamba-hamba yang rajin mendapat pujian. Mereka meraih sukses dan kebahagiaan. Sebaliknya hamba yang malas, malanglah nasibnya. Air mata penderitaan terus menyertai hidupnya. Kebahagiaan adalah milik orang yang rajin dan tekun. Kebahagiaan tidak pernah memihak orang malas.
Apakah kita telah mengembangkan berkat-berkat dan kemampuan telah kita terima dari Tuhan? Anda sendiri termasuk kelompok yang mana? Apakah Anda bertanggungjung jawab menerima kegagalan Anda? Atau ?

Marilah berdoa,
Ya Bapa, jadikanlah aku hamba yang setia dan rajin mengembangkan talenta-talenta yang Engkau percayakan kepadaku. Bila aku tidak berhasil, buatlah aku untuk menerima kenyataan itu dan tidak cepat melemparkan kesalahan kepada orang lain.
Amin.











Minggu, 2 September 2007
Pekan Biasa XXII, Minggu Kitab Suci Nasional
Sir 3:17-18,20,28-29; Ibr 12:18-19,22-24a; Luk 14:1,7-14
===========================================================================

BIJAK MENURUT UKURAN TUHAN

Kita tidak suka kalau orang mencap kita bodoh, bego, tolol. Sebaliknya kita senang kalau dipuji dan diakui sebagai pribadi-pribadi yang arif dan bijaksana. Dalam diri setiap kita ada dorongan untuk menjadi bijaksana. Ada orang yang mengaku-ngaku dirinya sebagai kaum intelektual arif, padahal kenyataannya mereka bukan. Sebaliknya ada orang bijak yang rendah hati dan yang tidak mau menonjol-nonjolkan kearifannya.
Hari ini Tuhan memberi kita tips atau kiat menjadi arif-bijaksana. Menjadi arif-bijaksana menurut standard Tuhan, bukan standard manusia. Putera Sirakh menulis: Hati yang arif merenungkan amsal.Telinga pendengar merupakan idaman orang bijak (Sirakh 3:29).
Menurut Firman Tuhan, seorang bijak adalah pertama-tama seorang yang suka mendengarkan. Telinganya selalu peka dan tertuju pada amsal, kebijaksanaan. Selain itu, seorang bijak adalah seorang yang suka merenungkan amsal dalam hatinya. Jadi, ada dua syarat penting menuju kebijakasaanan yaitu mendengarkan dan merenungkan. Pembatinan amsal tidak lain adalah usaha untuk mencapai persatuan dengan sang Pemberi Kebijaksanaan. Seorang arif-bijak menggunakan kemampuan telinga, pikiran dan hatinya.
Allah adalah Kebijaksanaan Tertinggi. Ia memberikan kita kebijaksanaanNya melalui Kitab Suci. Semakin seseorang mendengarkan dan merenungkan Firman Tuhan, ia menjadi semakin arif-bijaksana. Semakin arif seseorang, semakin ia bersatu dengan Sang Kebijaksanaan. Tuhan mengatakan orang yang merenungkan kebijaksanaan akan menjadi sahabat Allah.
Bunda Maria adalah seorang bijak dalam arti yang sesungguhnya. Ia mendengar dan merenungkan Firman Allah. Firman itu begitu menyatu dengan seluruh dirinya, jiwa-raganya. Ia mendengar dan membathinkan Firman itu. Injil Yohanes mengatakan bahwa jika kita menerima Yesus, Sang Sabda, dalam hati dan mengakuiNya sebagai penyelamat, kita tidak hanya menjadi sahabatNya, melainkan juga diangkat menjadi anak-anak Allah.

Marilah berdoa,
Ya Bapa sumber segala kebijaksanaan ilahi, kirimkanlah dari surga Roh KebijaksanaanMu supaya Ia menuntun aku di sepanjang hidupku. Izinkanlah aku belajar pada dan bersatu dengan Sang Guru Kebijaksana Ilahi. Amin.












Senin, 3 September 2007
PW. St. Gregorius Agung, Paus dan Pujangga Gereja
1 Tes 4:13-17a
Luk 4:16-30
===========================================================================

PENGGENAPAN FIRMAN

Kemunculan Yesus di hadapan publik menggenapi nubuat para nabi perjanjian lama. Sabda itu telah benar-benar menjadi manusia dan tinggal di antara manusia. Sabda itu menyapa manusia dengan bahasa manusia. Bahasa indah nan menyentuh seperti yang dinubuatkan oleh Yesaya kembali dihidupkan oleh karya dan perbuatan Yesus. Roh Tuhan telah mengurapi Yesus untuk menyampaikan kabar baik kepada orang miskin; kepada para tawanan diberitakan pembebasan; yang buta diberikan penglihatan; yang tertindas dibebaskan. Roh Tuhan itu pula yang telah memberitakan bahwa tahun rahmat Tuhan telah datang.
Namun sayang sekali, orang-orang sekampung Yesus tertutup hatinya untuk melihat kebenaran sejati yang diwartakan oleh Yesus. Mereka justru hendak mengusir dan membuang Yesus karena mereka disamakan dengan orang-orang perjanjian lama yang menolak utusan Allah.
Sesungguhnya, firman memiliki kekuatan untuk mengubah seseorang. Yesus hendak menyatakan bahwa firman Allah melalui para nabinya telah tergenapi dengan kedatanganNya. Yesus sendiri membuktikan bahwa firman dan karyaNya berhasil mengubah banyak orang di luar kampungNya. Banyak orang menjadi percaya kepada Yesus.
Namun di kalangan kampung halamanNya sendiri, Yesus tidak dapat berbuat banyak karena ketidakpercayaan mereka. Orang-orang sekampungNya tidak dapat melihat keistimewaan Yesus. Mereka menyangka bahwa Yesus adalah sama seperti mereka karena ibu dan saudara-saudaraNya mereka kenal betul, ada bersama mereka.
Demikianlah, kehidupan kita sehari-hari juga sering tak mampu mendeteksi cara kerja firman. Segala kesibukan dan kejadian di sekitar kita sudah sedemikian biasa bagi mata hati kita. Hidup mengalir dengan begitu cepat, dari moment ke moment tanpa pemaknaan. Fokus perhatian pada suatu hal yang kita kerjakan acapkali menjadikan kita tidak menyadari bahwa Sabda Allah sebenarnya menyapa kita setiap hari.
Mari kita tajamkan mata hati kita agar bisikan sabda dari Allah sungguh-sungguh menyapa kita. Luangkan waktu untuk membaca Kitab Suci barang sejenak. Dengan itu segala aktivitas hidup kita akan diteguhkan dan dikuatkan. Semoga firman Allah hidup dan bertumbuh di dalam hati kita.

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, semoga kami semakin rela membuka hati kami untuk Kausapa dengan FirmanMu yang memberi kehidupan dan kesegaran. Amin.








Selasa, 4 September 2007
1 Tes 5:1-6,9-11
Luk 4:31-37
===========================================================================

DAYA KEKUATAN FIRMAN ALLAH

Yesus melanjutkan perjalanan ke Kapernaum. Ia mengajar di rumah ibadat kota itu. Banyak orang terkagum-kagum mendengar pengajaranNya. Kedatangan Yesus sempat mengganggu roh jahat yang merasuki seseorang. Orang itu berteriak-teriak, “Hai Engkau, Yesus orang Nazaret, apa urusanMu dengan kami? Engkau datang hendak membinasakan kami? Aku tahu siapa Engkau: Yang Kudus dari Allah.”
Roh jahat itu merasa tidak nyaman di hadapan kehadiran Yang Kudus dari Allah. Kegelapan tidak berdaya berhadapan dengan Yang Terang. Demikianlah kehadiran Yesus akan menghalau segala macam kekuatan gelap kejahatan.
Hidup kita sehari-hari ada kalanya juga diliputi oleh kegelapan dan frustasi. Kejenuhan serta kebosanan memancing kita untuk tidak mau maju. Namun hendaknya kita tak perlu mengikuti kecenderungan-kecenderungan tersebut. Kita memerlukan daya kekuatan firman Allah untuk mengusir kegelapan hati.
Ada seorang bapak muda mengeluhkan anaknya yang masih berumur 3 tahun. Anaknya itu setiap kali nonton TV pada jam enam sore tidak mau channelnya diubah, padahal pada saat itu semua stasiun TV menyiarkan adzan magrib. Sebagai seorang Katolik, bapak muda itu hendak mendidik anaknya secara Katolik, tapi yang mencemaskan dia adalah ternyata anaknya itu sangat menikmati suara adzan magrib.
Fenomena itu membingungkan orang tua anak itu. Namun kemudian mereka juga disadarkan bahwa selama ini mereka kurang memberi perhatian pada pendidikan iman anaknya itu. Kedua orang tua sibuk bekerja, lalu pengasuhan anak itu diserahkan pada pembantu. Anak itu terbiasa mendengarkan suara adzan, bukan suara dan lagu-lagu rohani Katolik. Mereka juga jarang mengajak anaknya ke gereja dan mendengarkan lagu-lagu, liturgi dan bacaan rohani Katolik. Jadi sangat mudah dimengerti kalau akhirnya anak itu lebih tertarik mendengarkan adzan magrib.
Pengalaman semacam itu dapat menjadi bahan refleksi bagi kita semua. Apakah selama ini dalam keluarga-keluarga Katolik sudah ditanamkan kebiasaan membaca Firman? Kelemahan kita orang Katolik adalah tidak adanya kebiasaan dan semangat membaca Kitab Suci dalam keluarga-keluarga kita. Kalau kebiasaan baik ini sungguh hidup dalam keluarga-keluarga kita, niscaya anak-anak kita pun akan bertumbuh dan berkembang dengan memegang teguh Firman Allah. Mereka akan dikuatkan dan diteguhkan dan takkan tergoda untuk mencari-cari yang lain. Jika Dia yang adalah Firman yang Kudus dari Allah hadir dalam keluarga dan hidup kita, niscaya kita tak akan dibinasakan oleh kekuatan-kekuatan jahat dan takkan berada dalam kegelapan.

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, biarkanlah daya kekuatan FirmanMu berada di tengah-tengah kami. Semoga hati kami Kaugerakkan untuk semakin hari semakin mencintai FirmanMu yang memberi kehidupan sejati. Amin.



Rabu, 5 September 2007
Kol 1:1-8
Luk 4:38-44
===========================================================================

KARYA BAGI LEBIH BANYAK ORANG

Semakin tua seseorang, biasanya makin kuat tertanam sikap statis. Berpindah atau beralih tempat adalah suatu yang berat dilakukan. Orang sudah merasa nyaman dengan keadaan yang dialaminya. Sebaliknya, ketika masih muda orang lebih suka pada yang dinamis. Tempat-tempat baru ingin dijelajahi. Demikianlah kecenderungan kita manusia.
Hari ini kita mendengarkan kisah Yesus yang melakukan karya penyembuhan bagi banyak orang. Ia keluar masuk kampung dan berjumpa dengan orang-orang sakit dan yang kerasukan roh jahat. Mereka sangat merindukan Yesus dapat menyembuhkan penyakit mereka.
Yesus memang melakukan keinginan mereka, yakni melakukan penyembuhan atas penyakit-penyakit mereka. Namun, ketika mereka dengan sangat mendesakNya supaya lebih lama tinggal bersama mereka, Yesus tidak memenuhi permintaan mereka. Yesus tidak mau diikat oleh tempat tertentu. Ia berkata, “Juga di tempat-tempat lain Aku harus mewartakan Injil.”
Yesus tahu bahwa karya keselamatan Allah dan Warta Gembira harus diberikan juga kepada banyak orang lain. Tak seorangpun berhak mengklaim bahwa keselamatan Allah hanya bagi diri mereka sendiri. Kerelaan melepaspergikan orang yang dicintai agar dapat mengembangkan orang lain adalah sesuatu yang berat.
Tidak jarang kita merasa begitu kehilangan karena seorang romo yang sudah begitu kita kenal dengan baik, tenyata harus pergi meninggalkan kita dan berpindah tugas. Kita tidak rela romo tersebut berpindah. Kalau bisa sebaiknya romo yang baik tersebut tetap dekat dengan kita. Sewaktu-waktu kita tak perlu susah payah menghubunginya.
Ada sebersit egoisme pada sikap semacam itu, yakni kita hanya mementingkan diri sendiri dan menghendaki romo tersebut hanya untuk kita. Padahal, kalau kita bersikap altruis akan kita pahami bahwa juga orang-orang lain berhak pula mengalami kebaikan romo kita itu. Jadi kita pun harus siap sesewaktu ditinggal oleh romo tersebut. Kita juga harus rela berkurban melepas segala ikatan batin yang menyenangkan selama ini.
Itu hanyalah sebuah contoh sederhana dalam kehidupan dalam hal rela melepaspergikan orang lain demi kepentingan orang lain yang lebih banyak. Contoh-contoh lain masih dapat diambil dari kehidupan kita sehari-hari, misalnya: orang tua terhadap anak yang sudah mulai menginjak dewasa dan berkeluarga, istri-istri yang bersuamikan aktivis lingkungan ataupun paroki. Kadang kita pun harus mau terbuka untuk tidak mengklaim mereka yang kita kasihi itu hanya untuk diri kita sendiri. Juga orang-orang lain membutuhkan mereka yang kita kasihi itu. Yang dibutuhkan dari kita adalah kerelaan hati untuk memberi keleluasaan bagi mereka yang kita kasihi itu untuk dipakai Tuhan sebagai alat-alatNya dalam warta keselamatan dari Allah bagi semua orang.

Marilah berdoa:
Ya Tuhan, pakailan diriku dan juga orang-orang yang kami kasihi untuk turut mengambil bagian dalam karya keselamatanMu bagi semua orang. Amin.




Kamis, 6 September 2007
Kol 1:9-14
Luk 5:1-11
===========================================================================

BERTOLAKLAH KE TEMPAT YANG DALAM...

Kedalaman hati adalah tempat yang paling sensitif. Jika hati seseorang telah tersentuh, orang tersebut akan dapat berubah menjadi apa saja. Perubahaan itu bisa sedemikian radikal dan tak terduga-duga.
Yesus tahu akan rahasia tersebut. Dia memakai teknik menyentuh hati itu untuk memanggil murid-muridNya yang pertama. Panggilan murid-murid pertama di kalangan nelayan Galilea pertama-tama karena hati yang disentuh oleh Yesus sampai sedalam-dalamnya. Dinamika disentuhnya kedalaman hati manusia itu dapat disamakan dengan proses menangkap ikan. Suatu dunia yang sangat dekat dengan kehidupan nelayan ikan.
Yesus berkata kepada Simon Petrus, “Bertolaklah ke tempat yang dalam, dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan.” Meski awalnya Simon Petrus agak enggan melaksanakan perintah itu karena sudah semalam-malaman mereka menangkap ikan dan tak seekor pun bisa mereka dapat, tapi karena Tuhan yang menyuruh, berangkatlah ia ke tempat yang dalam.
Hasilnya sungguh luar biasa! Mereka berhasil menangkap sejumlah besar ikan sampai jala mereka hampir koyak. Melihat mujizat tersebut, Simon Petrus tersungkur di hadapan Yesus. Simon merasa tak pantas berada di hadapan Yesus yang kudus. Moment tersebut dimanfaatkan oleh Yesus untuk mengajak mereka menjadi murid-muridNya. Yesus hendak menjadikan mereka bukan lagi penjala ikan, melainkan penjala-penjala manusia. Dan akhirnya para murid menunjukkan perubahan yang radikal: meninggalkan segala sesuatu lalu mengikuti Yesus. Yang ditinggalkan oleh mereka adalah keluarga, profesi, tanah kelahiran, relasi bisnis dan juga orang-orang sekampung mereka.
Mengapa para murid dapat begitu radikal berubah, meninggalkan segala sesuatu yang selama ini menjadi jaminan hidup mereka? Hal itu dapat terjadi karena kedalaman hati mereka telah disentuh oleh Yesus. Hati mereka tak sekeras profesi dan pekerjaan mereka sebagai nelayan. Di balik kekerasan hidup dan pekerjaan mereka sebagai nelayan, para murid pertama masih memiliki sisi kelembutan hati. Inilah yang dimanfaatkan oleh Yesus sehingga akhirnya mereka dapat menjadi murid-murid Yesus yang setia.
Juga dalam hidup kita saat ini, sudahkan kita menyertakan kedalaman hati kita saat kita ingin berubah? Apakah kita dapat memahami kedalaman hati orang-orang yang ada di sekitar kita? Mari kita bertolak ke kedalaman hati setiap orang yang kita jumpai, maka kita akan dapat menjadi penjala-penjala manusia yang efektif.

Marilah berdoa,
Ya Tuhan semoga kami mampu bertolak ke kedalaman hati kami sendiri dan orang lain agar menghasilkan perubahan yang baik untuk menjadi murid-muridMu. Amin.






Jumat, 7 September 2007
Kol 1:15-20
Luk 5:33-39
===========================================================================

MANUSIA BARU DAN SEMANGAT BARU

Yesus menggambarkan kebijakan para petani pada zamanNya dalam hal menyimpan hasil panen anggur. Hasil perasan anggur baru tidak disimpan dalam kantong kulit yang lama. Mereka akan membuat kantong kulit yang baru untuk menyimpan anggur baru itu. Karena proses fermentasi (proses menjadi alkohol) dari anggur baru itu bisa merusakkan kantong kulit bila kantong itu sudah tua. Kalau kantong kulit rusak, maka anggur akan terbuang percuma dan sang petani akan mengalami kerugian besar. Oleh sebab itu, anggur hasil panen baru harus disimpan dalam kantong yang baru pula.
Perumpamaan ini mau menggambarkan kehidupan kita manusia terhadap ajaran Yesus atau Sabda Allah. Yesus datang ke dunia mewartakan Sabda Allah dengan satu semangat baru. Ajaran Yesus jauh berbeda dari ajaran para nabi jaman dahulu, sebelum kedatanganNya. Ajaran Yesus dengan semangat baru, mendobrak sendi-sendi kehidpan manusia yang sudah mapan dengan hukum dan peraturan lama. Hukum dan peraturan lama itu diperbaiki dan disempurnakan oleh Yesus. Misalnya perintah untuk mencintai, tidak hanya mencintai orang yang dekat dengan kita,tetapi juga mencintai musuh. “mencintai musuh” ini merupakan semangat baru yang dibawa oleh Yesus untuk menyempurnakan hukum dan peraturan yang sudah ada dalam masyarakat.
Menanggapi semangat baru yang dibawa oleh Yesus ini, maka manusia yang menjadi wadah penampung Sabda itu harus diperbaharui supaya tahan uji terhadap proses pengajaranNya. Bila manusia tidak tahan uji terhadap pembaharuan sesuai dengan semangat Yesus. Maka manusia tidak akan sanggup menerima Sabda Yesus dalam dirinya dan tidak akan mampu mengamalkannya dalma kehidupan sehari-hari. Akibatnya Sabda Yesus itu akan berlalu dengan sia-sia, terbuang percuma dan tidak akan menghasilkan sesuatu yang berguna dalam hidup. Namun bila manusia tahan uji menerima tempaan Yesus, maka ia akan sanggup menampung Sabda itu dalam dirinya dan mampu mengamalkannya dalam kehidupan konkrit. Sabda itu akan menghasilkan buah-buah baik bagi dirinya sendiri, bagi anggota keluarga dan bagi warga masyarakat di sekitarnya.

Marilah berdoa:
Tuhan Yesus Kristus, buatlah kami menjadi manusia baru yang mampu menerima dan mewartakan SabdaMu dalam hidup kami. Semoga kami mampu mewarnai hidup dan karya kami dengan semangat baru yang Engkau bawa bagi kami. amin.










Sabtu, 8 September 2007
Pesta Kelahiran St. Perawan Maria, HUT SVD ke-132
Mik 5:1-4a atau Rm 8:28-30; Mat 1:1-16,18-23
===========================================================================

MARIA, IBU TELADAN BAGI SEMUA ORANG BERIMAN

Kelahiran seorang anak ke dunia membawakegembiraan bagi banyak orang. Misalnya bagi bapa dan mamanya, kakek dan neneknya, anggota keluarganya di rumahnya, bahkan juga bagi tetangga-tetangganya. Kelahiran seorang anak bisa mengundang orang-orang lain untuk datang mengunjunginya dan mengambil bagian dalam kegembiraan keluarga. Suatu kegembiraan yang berpusat pada seorang anak kecil dan kemudian meluas menjangkau orang banyak.
Demikian pula dengan kelahiran Maria yang kita rayakan hari ini. Kelahiran pasti membawa kegembiraan bagi bapa Yoachim dan mama Anna, kedua orang tuanya. Ia juga menjadi sumber kegembiraan bagi kaum keluarganya yang datang dari jauh untuk merayakan kelahirannya, ia juga membawa kegembiraan bagi para tetangga di sekitarnya yang datang dengan senang hati mengucapkan selamat.
Kegembiraan orang-orang ribuan tahun yang lalu menyambut kelahiran Maria, sekarang ini telah diperluas menjadi kegembiraan seluruh Gereja, karena Maria telah menjadi ibu Tuhan Yesus “Sang Sabda yang telah menjadi Manusia.” Maria telah menjadi ibu semua orang beriman.
Gereja Katolik mengajarkan bahwa Maria dikandung dan dilahirkan tanpa dosa asal, karena dia telah dipersiapkan oleh Allah sendiri menjadi ibunda PuteraNya. Melalui Maria, Putera Allah menjadi Manusia. Allah yang jauh di atas langit, menjadi Allah yang dekat dengan manusia, sehingga Yesus diberi gelar “Emmanuel” artinya “Allah beserta kita”. Semua itu bisa terjadi karena kesediaan Maria untuk menerima rencana Allah dalam dirinya dan dengan tekun serta setia dia melaksanakan tugasnya sebagai ibu Yesus.
Allah juga mempunyai rencana dalam diri kita masing-masing untuk menghadirkan karya keselamatanNya ke dalam dunia. Apakah kita telah melaksanakan tugas kita masing-masing dengan penuh tanggung jawab seperti bunda Maria? Semoga teladan hidup bunda Maria yan gsederhana itu membuat kita mampu menjalankan tugas kita dengan tekun dan setia, sehingga orang lain dapat merasakan buah-buah kebaikan dalam kehidupan mereka.

Marilah berdoa:
Tuhan Yesus, bantulah kami agar kami mampu melaksanakan tugas-tugas kami dengan tekun dan setia seperti ibundaMu Maria yang kami rayakan kelahirannya hari ini. Amin.












Minggu, 9 September 2007
Pekan Biasa XXIII
Keb 9:13-18; Flm 9b-10,12-17; Luk 14:25-33
===========================================================================

TIDAK TAKUT KEHILANGAN SIMPATISAN

Para calon pemimpin duniawi sangat cerdik menarik minat para simpatisan. Pada saat kampanye mereka menyampaikan visi dan misi dengan cara yang memikat sambil mengobral janji muluk-muluk dengan harapan pada pemilu para simpatisan itu memenangkan mereka. Ada para calon pemimpin takut kehilangan para simpatisan. Karena itu mereka juga tidak malu-malu membagi-bagi uang kepada para simpatisan. Apakah dengan membagi-bagi uang orang-orang itu akan memenangkan mereka? Belum tentu! Itulah yang membuat para calon pemimpin cemas dan gelisah.
Dalam Injil hari ini dikatakan banyak orang berduyun-duyun mengikuti Yesus dalam perjalananNya ke Yerusalem. Orang-orang itu mengikutiNya dengan penuh entusiasme. Mereka mendambakan Yesus tampil di Yerusalem sebagai pemimpin yang mampu memenuhi harapan mereka. Tetapi Yesus tidak mau membiarkan diri terjerumus ke dalam harapan mereka.
Untuk meredam ambisi mereka yang sangat membahayakan tujuan tugas perutusanNya, Yesus dengan tegas mengatakan: “Jika seseorang datang kepadaKu dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya,, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi muridKu. Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengkuti Aku, ia tidak dapat menjadi muridKu”. Perkataan Yesus ini bagaikan petir di siang bolong yang membuyarkan harapan orang banyak itu. Dengan berkata demikian, Yesus hendak menegaskan bahwa Dia ke Yerusalem untuk mewujudkan secara tuntas kehendak Allah Bapa. Di Yerusalem Dia akan menunjukkan identitasnya, sebagai Almasih sejati yang siap menderita dan wafat di salib untuk menebus dan menyelamatkan manusia
Dapat dibayangkan reaksi orang banyak itu terhadap perkataan Yesus tersebut. Apakah Yesus tidak takut kehilangan para simpatisan? Sama sekali tidak. Silahkan mereka mundur. Yesus tetap dengan sikap mantap masuk ke kota Yerusalem. Di sanalah Dia akan dicaci-maki dan diteriaki juga oleh orang-orang yang tadinya berduyun-duyun mengikuti Dia. Dia dinilai tidak mampu memenuhi harapan mereka. Di sanalah Dia memahkotai tugas perutusanNya dengan mengorbankan diriNya sehabis-habisnya bahkan sampai wafat di salib demi keselamatan umat manusia. Luar biasa memang! Manusia ditebus dengan HARGA YANG SANGAT MAHAL
Siapkah anda memikul salib bersama Yesus? Yesus pasti menguatkan anda. Percayalah! Kehidupan anda akan sungguh bermakna kalau setia memikul salib bersama Yesus. Hidup dan karya anda akan diberkati Yesus. Kehidupan anda akan lebih bermakna pula kalau anda rela menyalurkan berkat Yesus kepada sesama.

Marilah berdoa,
Tuhan Yesus, terima kasih. Engkau tidak pernah membiarkan aku sendirian memikul salib kehidupanku. Tabahkan aku agar setia dan tekun memikulnya sampai akhir hayatku. Jadikan aku penyalur berkatMu bagi sesama. Amin


Senin, 10 September 2007
Kol 1:24-2:3
Luk 6:6-11
===========================================================================

BERBUAT BAIK, SIAPA TAKUT?

Seorang ibu pernah minta kepadaku untuk memberkati tangan kanannya yang lagi bengkak-bengkak. Saya langsung menyadari betapa penting tangan kanan ibu itu untuk kelancaran tugas pelayanannya sebagai seorang ibu rumah tangga. Suami dan anak-anaknya sangat membutuhkan tangan kanannya yang sehat agar bisa bekerja maksimal. Permintaannya segera saya layani. Kutumpangkan tanganku pada tangan ibu itu, berdoa atasnya dan memberkatinya. Setelah mengucapkan terima kasih ibu itu langsung ke gereja untuk mengikuti ekaristi yang saya pimpin sore itu. Saya harap dia ingat akan pesanku agar dalam ekaristi persembahkan tangan kanan yang bengkak-bengkak itu kepada Tuhan Yesus. Biarlah Tuhan Yesus sendiri menjamahnya. Seminggu kemudian, ibu itu memperlihatkan lagi tangannya kepadaku. Dia begitu gembira karena tangan kanannya terasa semakin membaik. Saya percaya Tuhan telah menjamahnya.
Injil hari ini mewartakan seorang yang mati tangan kanannya disembuhkan oleh Yesus. Menurut ceritera yang sempat beredar dari mulut ke mulut orang yang mati tangan kanannya itu adalah seorang tukang batu. Dia datang kepada Yesus dan memohon dengan sangat agar Yesus berkenan menyembuhkan tangannya. Dia mau memperoleh roti (rejeki) untuk menghidupi keluarganya dengan usaha tangannya sendiri. Dia malu hanya meminta-minta. Dia tidak mau membebani orang lain. Yesus sangat menghargai motivasi orang tersebut. Permintaannya dikabulkan oleh Yesus. Yesus mengembalikan kesehatan tangan kanan orang itu yang sudah sejak lama seolah terampas dari padanya.
Tindakan Yesus menyembuhkan orang yang mati tangan kanannya itu mendapat tantangan ahli-ahli Taurat dan orang-orng Farisi. Yesus tahu betul pikiran jahat mereka dan sadar sepenuhnya dampak dari tindakanNya, yakni menjadi sasaran kebencian dan niat jahat ahli-ahli Taurat dan orang-0rang Farisi untuk berkomplot menangkap serta membunuhNya. Dalam kesadaran itu, Yesus malah semakin memperlihatkan wibawaNya dengan melontarkan pertanyaan yang membuat ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi tidak berkutik: “Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat? Menyelamatkan orang atau membinasakannya?” Yesus hendak menyadarkan mereka bahwa hukum cinta kasih merupakan hukum tertinggi dan hukum lainnya termasuk hukum Sabat harus tunduk di bawah tuntutan hukum tertinggi tersebut.
Pertanyaan Yesus di atas juga ditujukan kepada kita. Mari kita memberikan jawaban yang jujur. Ada banyak peraturan yang melingkupi hidup bersama kita. Peraturan yang hanya menindas, mengekang, mengerdilkan dan membunuh daya kreatif serta inisiatif harus kita tantang. Sedangkan peraturan yang benar-benar menunjang pertumbuhan dan perkembangan nilai-nilai kehidupan harus dipertahankan serta setia diwariskan kepada anak cucu kita. Yesus telah memberikan kita contoh: demi menyelamatkan kehidupan terang-terangan menantang ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang secara fanatik buta mempertahankan peraturan yang menindas dan mematikan.Hendaknya menjadi moto kita : Berbuat baik, siapa takut? Bersama Yesus kita bisa

Marilah berdoa,
Tuhan Yesus, berilah kami keberanian untuk menantang dan melenyapkan semua peraturan yang menindas dalam masyarakat kami. Amin.










































Selasa, 11 September 2007
Kol 2:6-15
Luk 6:12-19
===========================================================================

AURA YESUS MEMBAWA KEBAIKAN

Zaman kita banyak diwarnai oleh pengetahuan dan kesadaran baru. Bahwa setiap orang memancarkan aura. Setiap orang berkharisma khusus. Aura dan kharisma, selain adalah anugrah, juga bersifat seperti pisau. Semakin diasah, semakin tajam. Semakin rajin dipakai, semakin jauh dari karat. Aura, selain menjadi warna pribadi, juga berpengaruh terhadap lingkungan di sekitarnya. Seorang yang bertangan dingin, akan menumbuhkan semangat hidup bagi tanaman. Akibatnya, tidak semua orang bisa mengurus tanaman dengan baik. Demikianlah, ada orang-orang tertentu yang bila mengurus tanaman, maka tanaman itu akan menghasilkan bunga. Hal serupa juga bisa terjadi dengan hewan. Ada orang-orang yang bisa menjadi begitu akrab dengan hewan. Seolah-olah ada pertalian erat antara hewan dengan dirinya.
Dalam pergaulan hidup, ada orang yang kehadirannya membawa rasa damai, tenang, teduh. Tetapi juga ada orang yang kehadirannya justru tidak disukai. Banyak alasan bisa muncul. Misalnya saja, orang tidak disukaii karena jika orang itu ada, cenderung terjadi pertengkaran, perselisihan, perbedaan pendapat. Dengan demikian kita bisa belajar bahwa, setiap orang memancarkan sesuatu yang membuat orang lain menilai “orang seperti apakah kita ini”.
Aura Yesus juga terpancar dan dinikmati oleh orang-orang sekitarnya. Banyak orang berusaha menemukan dan jika mungkin, menjamah Dia karena auraNya membawa kebaikan. Aura Yesus itu kita bahasakan dengan “kekuasaan” yang terpancar dari diriNya. Setiap orang yang dijumpaiNya mengalami sesuatu yang baik. kehadiranNya membawa kesembuhan jasmani dan rohani. Demikian besar kuasa itu atau auraNya itu sehingga semua yang dekat denganNya merasa damai. Itulah sebabnya, orang banyak berusaha mencari Dia dan orang berusaha menyentuh Dia.
Yesus memang adalah manusia Allah. Dia memiliki kuasa luar biasa karena ke-Allah-anNya. Tetapi Yesus juga tidak melupakan saat untuk mengasah diri dengan doa malam atau menjelang pagi, mengambil waktu di sela kesibukan pelayananNya dengan mengajak para murid untuk menyingkir ke tempat yang sunyi dan berdoa. Hasilnya sungguh luar biasa. KuasaNya tidak pernah meninggalkan Dia. Sebab kuasa itu dipupuk pula dengan membagi kebaikan bagi siapapun yang dijumpaiNya. Dia menyembuhkan semua mereka yang datang kepadaNya.
Doa dan pelayanan, menjadi batu asah bagi mekarnya rahmat Ilahi yang ada dalam diriNya. Hal itu juga terjadi pada diri kita. Memupuk diri dengan doa, didasari oleh Firman Tuhan akan membuat kita sanggup untuk melaksanakan pelayanan yang membawa kebaikan bagi orang lain. Oleh sebab itu, semoga kehadiran kita membawa nuansa baik bagi lingkungan hidup kita, di manapun kita berada.

Marilah berdoa:
Ya Yesus, semoga Engkau mengajarkan kami untuk memupuk kuasaMu dalam diri kami dengan bimbingan FirmanMu sendiri. Amin.




Rabu, 12 September 2007
Kol 3:1-11
Luk 6:20-26
===========================================================================

CITA-CITA ORANG SUSAH

Kata bijak kerap kali disukai orang. Banyak orang menyukai slogan-slogan. Bahkan bangsa ini dikenal sebagai bangsa yang pintar membuat slogan. Simak saja dunia entertain atau media massa kita. begitu banyak kata bijak atau motto yang terungkap.
Motto atau slogan dalam kata lain bisa dikenal dengan nama cita-cita. Bisa pula dimengertii sebagai visi, idaman, impian dan sebagainya. Kecenderungan munculnya slogan atau idaman biasa terjadi di kalangan mereka yang mulai membangun harapan. Harapan bagi mereka yang sedang mengalami penindasan adalah kebebasan. Harapan dari mereka yang mengalami tekanan batin adalah keleluasaan dari problem hidup. Harapan bagi mereka yang dikucilkan adalah penghargaan, penerimaan dan seterusnya. Orang yang tinggal di gorong-gorong jembatan Jakarta merindukan tempat tinggal yang disinari lampu listrik, bebas dari nyamuk dan bau got yang menyengat.. Mereka yang kesulitan dalam ekonomi bermimpi memiliki jaminan hidup yang baik.
Mimpi, harapan, cita-cita, tercuat keluar dalam kata-kata yang memang paling mudah dihasilkan. Kampanye untuk pemilihan wakil rakyat atau pemimpin masyarakat juga kerap kali memajukan mimpi orang-orang yang tertekan itu dalam kata-kata dan janji-janji.
Yesus juga tampil dengan mengusung impian orang-orang yang tertekan. “Datanglah padaKu kalian semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberikan kelegaan kepadamu”. Bila Yesus disamakan dengan calon pemimpin yang mengadakan kampanye, maka Yesus boleh dikatakan sukses. Dia bahkan mengecam orang-orang yang menghambat tercapainya mimpi orang-orang yang tertekan. Jika kebanyakan kampanye pemilu diakhiri dengan bentuk pemerintahan yang mengecewakan, kiranya tidak demikian dengan kampanye yang dilakukan oleh Yesus. Apa yang dijanjikan, dibagikan secara nyata bagi mereka yang merindukan dan memimpikannya. Banyak pendengarNYa yang mengalami kebebasan jasmani. Disembuhkan dari penyakit badan. Dilepaskan dari kungkungan roh jahat. Dibebaskan dari perhambaan. Dan yang terutama, dibebaskannya mereka yang mengharapkan kebebasan dari dosa.
Yesus memberikan janji dan bukti. Semua mereka yang mengharapkan dan memimpikan kebebasan batin, menemukannya dalam Yesus. Amat jelas bahwa Yesus membela kaum yang memiliki cita-cita dan impian yang layak. Tetapi Yesus amat mengecam mereka yang bermimpi akan menguasai orang lain dengan kekayaan, mengecam mereka yang kenyang sendiri tanpa mempedulikan lingkungan hidup sekitarnya. Dia juga mengecam mereka yang dipuji sukses hanya oleh pendukungnya sendiri dalam memperjuangkan sebuah paham, sebab banyak nabi terbunuh karena adanya orang yang dengan keras berusaha melenyapkan tokoh-tokoh nabi yang mengungkit kebobrokan mereka. Maka, apakah kita memiliki cita-cita yang layak untuk diwujudkan oleh Yesus atau jangan-jangan kita akan dikecam karena cita-cita kita justru merugikan orang lain.

Marilah berdoa:
Ya Yesus, Sabda PenghiburanMu penguat langkah kami. Teguhkan kami berdiri di atas jalan FirmanMu sendiri. Amin.



Kamis, 13 September 2007
PW. St. Yohanes Krisostomus, Uskup dan Pujangga Gereja
Kol 3:12-17; Luk 6:27-38
===========================================================================


MENCINTAI ORANG JAHAT


Perempatan coca cola, terowongan casabalanca, pasar Tanah Abang dan sebagainya, sudah menjadi titik hitam. Banyak kejahatan terjadi di tempat-tempat seperti itu. stigma kejahatan di daerah khusus itu mungkin juga telah mempengaruhi kita untuk bersikap hati-hati ketika melintasi daerah itu. kita akan cenderung lebih waspada di daerah stigma kejahatan itu.
Angkutan umum di Jakarta juga tak lepas dari ancaman kejahatan. Penjambretan, pencopetan, penodongan, perampokan sangat mungkin terjadi di angkutan umum kota Jakarta ataupun tempat lain. Ketika memakai fasilitas umum, hampir pasti kita merasa tidak aman dari incaran mereka yang bermaksud tidak baik. Di tengah situasi tidak nyaman itu, bagaimana Sabda Yesus hari ini bisa diwujudkan? Bagaimana kita bisa mencintai mereka yang mengancam kehidupan kita? Bagaimana kita bisa bersikap ikhlas pada penjambret yang hendak menjambret dompet yang kita bawa? Bagaimana kita bisa rela juga dengan memberikan telpon seluler yang didalamnya tersimpan berbagai catatan penting?
Sabda Yesus hari ini memang amat sulit dilaksanakan. Mencintai musuh atau orang jahat, memberikan lebih kepada orang yang merampok kita. Memberi hadiah atau bonus lebih kepada pencopet. Maka, hampir dapat dipastikan bahwa Sabda hari ini amat berat dan sulit. Sabda hari ini menantang sikap kekristenan kita. sanggupkah kita mencintai mereka yang berbuat jahat terhadap kita? Sanggupkah kita bersikap rela hati kepada mereka yang meminta bahkan secara paksa atas apa yang kita perjuangkan?
Mencintai orang yang mencintai kita, adalah standar minimal yang sudah biasa dan mesti terjadi. Bersikap santun terhadap mereka yang baik hati terhadap kita juga sudah menjadi hal yang lumrah. Tetapi bagaimana bila Yesus menuntut para pengikutNya untuk bersikap mencintai musuh? Mengasihi mereka yang membenci kita? Sanggupkah kita mengikuti Dia dan memikul salib ini?


Marilah berdoa:
Yesus Tuhan kami, tidaklah mudah menanggung ajaranMu ini. Tetapi bantulah kami. sanggupkan kami untuk mencintai tanpa batas. Amin.










Jumat, 14 September 2007
Pesta Salib Suci
Bil 21:4-9 atau Flp 2:6-11; Yoh 3:13-17
===========================================================================


MEMANDANG SALIB TUHAN


Hampir setiap orang Katolik menyukai benda suci berupa salib. Bersama kalung salib, kita merasa dilindungi, disertai dan aman. Seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian Anak Manusia akan ditinggikan. Siapa yang memandang Dia, akan diselamatkan. Itulah buah salib Tuhan. Keselamatan dianugerahkan kepada siapapun yang dengan tekun memandang salib Tuhan.
Penjanjian lama mengangkat ular sebagai sosok yang jahat. Kitab Kejadian bahkan menyebut setan muncul dalam rupa ular yang membawa kehancuran Adam dan Hawa. Mereka harus meninggalkan tanah bahagia firdaus karena termakan bujukan ular. Tetapi dalam perjalanan selanjutnya, justru ular itulah yang ditinggikan di padang gurun dan menyelamatkan Israel dari ancaman tergigit ular. Apakah ular bisa mengusir ular? Mengapa lambang setan ditinggikan dan dilihat orang israel untuk memperoleh keselamatan? Apakah kita harus menyembah setan supaya bisa diselamatkan dari ancaman gigitan setan itu sendiri?
Ular memang lambang hewan yang licik. Seperti liciknya cara kerja iblis. Tetapi secara ilmu kesehatan, ular memang menyimpan kasiat yang membawa kesembuhan dari berbagai penyakit. Ular yang ditinggikan di padang gurun oleh Musa, bukanlah personifikasi setan yang harus disembah supaya memberi keselamatan. Ular itu adalah lambang kesehatan yang hingga kini dipakai dalam dunia kedokteran. Penghancur kebahagiaan Adam dan Hawa menjadi lambang pembawa kesehatan dan kehidupan.
Lambang itulah yang dimaklumkan dalam salib. Dalam jaman pemerintahan Roma di tanah Palestina, salib adalah bentuk penghinaan. Sebelum seseorang sampai ajalnya, dia dipermalukan dengan keadaan telanjang dan dipertontonkan kejahatannya. Akibatnya, orang menuju kematiannya dengan aib yang akan dibawanya sampai mati. Tetapi hal itu menjadi amat berbeda dengan peristiwa penyaliban Yesus. Yesus memang dipermalukan, dihina serendah mungkin. Namun berkat kuasa Ilahi, lambang penghinaan itu justru menjadi terbalik. Seperti ular bagi Adam dan Hawa berbalik peran dalam zaman Israel di padang Gurun, demikian pula, salib. Salib lambang penghinaan justru menjadi tanda kemenangan. Hal itu terjadi karena kuasa Tuhan sendiri. Oleh sebab itu, Ular dan salib tetap menjadi lambang dan tanda yang membawa kebaikan dan kemenangan atas maut.

Marilah berdoa:
Yesus, terima kasih. Berkat salibMu, kami selamat.
Amin.






Sabtu, 15 September 2007
PW. St. Perawan Maria Berdukacita
Ibr 5:7-9; Yoh 19:25-27 atau Luk 2:33-35
===========================================================================

MARIA DEKAT DENGAN PUTRANYA

Liturgi Gereja Katolik mungkin tidak dipahami dengan baik oleh umat awam. Mengertikah Anda bahwa perayaan Hari Raya Hati Kudus Yesus pada Jumat ketiga Pentakosta, langsung diikuti dengan Hari Hati Maria Yang Tak Bernoda pada hari Sabtunya? Mengertikah Anda bahwa Pesta Salib Suci tanggal 14 September, langsung diikuti dengan Hari Bunda Maria Yang Berdukacita pada hari berikutnya? Hal itu bukan ditentukan sembarangan saja. Gereja Katolik memandang bahwa antara Bunda dan Putranya ada pertalian yang amat erat.
Maria dan Yesus adalah dua pribadi yang memiliki posisi penting dalam perjalanan iman kita. Dua pribadi ini mengalami peristiwa yang saling terkait satu sama lain.
Maria menerima tugas penyelamatan dengan konsekuensi bahwa dia akan terkait dengan segala peristiwa yang akan dihadapi anaknya sendiri. Sudah menjadi hal yang biasa bila seorang ibu menjadi sangat dekat dengan anaknya secara emosional. Dunia sinetron bisa menjadi gambaran bagi kita bahwa seorang anak yang dibuang oleh orang tuanya atau dititipkan di rumah penitipan anak, masih memiliki pertalian dengan orang tua, minimal dengan ibunya sendiri. Bagaimana mungkin seorang ibu bisa melupakan anaknya sendiri. Hewanpun tahu yang mana anaknya sendiri sampai pada suatu tahap tertentu. Hewan yang boleh dikatakan memiliki intuisi atau insting berbeda dari manusia pun masih bisa mengerti mana anaknya, mana bukan. Mungkin juga terjadi bahwa insting hewan jauh lebih tajam daripada insting manusia. Jika demikian manusia bisa dikatakan lebih rendah daripada hewan.
Seorang ibu yang terpaksa melahirkan anaknya secara sembunyi-sembunyi dan menitipkan bayinya pada tukang becak dengan alasan bahwa dia akan mampir ke toko untuk membeli obat bagi si bayi, bisa meninggalkan anaknya sejak itu sampai sekarang. Tetapi dapatkah seorang ibu melupakan bahwa dia pernah melahirkan seorang anak?
Pertalian Yesus dan Maria, perjuangan mereka sejak masa dalam kandungan, suka dan duka mereka alami bersama. Gereja mengerti dengan amat baik hubungan mereka ini. Yesus yang MahaKudus telah dipertalikan dengan Maria yang memang telah dipersiapkan dengan tak bernoda. Apalagi dalam masa penderitaan. Maria tidak lepas pula dari situasi yang dialami Putranya. Dialah yang terhitung berdiri di kaki salib putranya itu. Maria mendampingi putranya hingga menjelang kematiannya. Kesusahan seorang anak di hadapan Maria, menjadi kesusahan hatinya sendiri. Maka Gereja mengajak kita untuk menyadari bahwa seorang anak dan orang tua, khususnya ibunya, amatlah tidak mungkin saling melupakan. Alangkah baiknya bila anak dan orang tua, anak dan ibu menjadi pengingat bagi kita bahwa semua kita terlahir karena orang tua kita. alangkah baiknya bila kita juga sadar bahwa anak yang terlahir, bagaimanapun juga adalah anak yang memiliki pertalian secara emosional. Maka Bunda Maria menjadi teladan bagi kita untuk memelihara kehidupan, menghadapi hidup dalam suka dan duka, juga suka duka putra kita sendiri.

Marilah berdoa:
Yesus Tuhan kami, semoga kami sanggup memelihara hubungan yang akrab dengan ibu kami dan ibuMu Maria. Amin.


Minggu, 16 September 2007
Pekan Biasa XXIV
Kel 32:7-11,13-14; 1Tim 1:12-17; Luk 15:1-32
===========================================================================


YANG HILANG DAN MENGGEMBIRAKAN

Kehilangan benda atau seseorang yang disayangi memang membuat sedih. Banyak orang menjadi patah semangat ketika kehilangan sesuatu atau seseorang. Hampir semua orang akan menangis menumpahkan kesedihan ketika kematian membuat mereka kehilangan orang yang disayanginya. Kehilangan yang tak tergantikan bahkan bisa membuat orang mengambil jalan pintas, bunuh diri. Domba yang hilang, dirham yang hilang, anak yang hilang, tiga perumpamaan Yesus yang membesarkan hati kita.
Hewan, barang dan manusia, memang bisa saja hilang. Domba yang hilang tidak menyurutkan semangat gembala untuk mencarinya, apapun keadaannya saat ditemukan. Dirham yang hilang mungkin tak berarti dalam jumlah tetapi bila dirham itu berkaitan dengan laporan keuangan yang harus dilengkapi maka upaya mencari dan menemukannya menimbulkan rasa cemas. Sedangkan anak yang hilang mengundang emosi orang tua untuk tidak tidur nyenyak sebelum anak itu kembali.
Tiga perumpamaan tentang kehilangan itu samasekali tidak menyurutkan kerinduan untuk menemukan dan menerima kembali. Bahkan ketika kehilangan, dua perumpamaan itu menunjukkan upaya yang perlu ditempuh supaya sesuatu yang hilang itu dapat ditemukan kembali. Uniknya, ketika yang hilang adalah manusia, tidak ada upaya untuk mencari dan menemukannya. Mengapa justru tidak ada upaya dari bapa itu untuk mencari anak yang hilang itu? Mengapa bapa hanya menanti di pintu depan rumah sambil berharap anaknya akan pulang kembali? Apakah itu menyiratkan kita manusia juga? Yang ketika kehilangan barang atau hewan kekayaan, dengan susah payah kita berusaha untuk menemukannya kembali. Sedangkan ketika sebuah persahabatan atau hubungan kekeluargaan hilang, kita justru cenderung menunggu orang lain untuk kembali dan bertobat?
Bapa surgawi yang digambarkan sebagai bapa yang baik hati, memberi kebebasan seluasnya pada anaknya yang nakal, tidak pernah memaksakan kehendakNya pada anakNya yang nakal. Mungkin kita adalah domba yang hilang, yang menanti dicari dan ditemukan. Atau kita menganggap diri seperti dirham yang hilang sambil berharap bahwa Tuhan akan menyingkirkan semua yang lain, membuang yang lain dan memprioritaskan kita untuk dicari dan ditemukan? Tetapi kita juga mesti sadar, bahwa kita bukan kelas domba atau dirham yang tak mengerti. Kita adalah manusia. Tuhan tetap memberi kebebasan tanpa memaksakan kehendakNya untuk membuat kita kembali. Dia tetap menunggu sambil berharap, bahwa kita sadar. Sadar bahwa kita bukan hewan yang harus digendong untuk dibawa kembali ke tengah kawanan.

Marilah berdoa:
Ya Tuhan, semoga kami memiliki kebenarian untuk pulang kembali kepadaMu, walaupun sadar bahwa kami penuh salah dan dosa. Amin.




Senin, 17 September 2007
1Tim 2:1-8
Luk 7:1-10
===========================================================================


YA TUHAN, SAYA TIDAK PANTAS

Seorang perwira Romawi yang disebut sebagai bangsa kafir, dipuji oleh Yesus karena imannya. Masyarakatnya juga memuji sikapnya yang terbuka terhadap sikap hidup rohani bangsa Yahudi. Walaupun dia dinilai sebagai bangsa kafir, dia tidak menutup diri terhadap nilai religiositas bangsa yang mengaku diri sebagai bangsa terpilih di hadapan Tuhan. Perwira yang baik hati terhadap kelompok Yahudi. Perwira yang amat peduli pada seorang hamba itu, adalah perwira yang amat rendah hati. Dia mengerti bagaimana pandangan orang Yahudi terhadap dirinya sebagai orang Roma. Dia amat sadar bahwa di hadapan Tuhan, dia dianggap sebagai orang kafir yang jauh dari Tuhan. Tetapi sikap hidupnya membuat Yesus pun kaget. Yesus kagum dan sadar bahwa di luar agama Yahudi juga ada orang ber hati baik. Itu pulalah yang terwujud bahwa pada akhirnya Yesus melintasi batas-batas keyahudian untuk mewartakan kabar baik.
Dunia Yahudi seperti mendapat hak khusus di hadapan Tuhan. Mereka, kaum israel, tercatat dalam Alkitab sebagai bangsa kesayangan Tuhan. Tetapi rahmat Tuhan rupanya tidak terbatas hanya untuk mereka yang merasa diri terpilih. Orang Roma yang dianggap kafir, perwira yang merasa diri tak pantas di hadapan Tuhan, juga mendapat berkat tersendiri.
Perwira itu juga ternyata amat mengerti persoalan sosial yang mungkin akan timbul jika Yesus sampai ke rumahnya. Dia tidak mau membawa Yesus memasuki persoalan sosial yang tidak perlu terjadi. Maka dengan satu keyakinan, dia meminta supaya Yesus membagi berkat dari jauh tanpa harus menciptakan persoalan sosial. Haram bagi orang Yahudi jika memasuki rumah bangsa kafir. Sebenarnya Yesus sedang menuju rumah perwira itu. artinya, Yesus sendiri tidak mempertimbangkan persoalan sosial yang akan muncul. Dia rela juga direndahkan bila memang mesti datang membawa pertolongan. Catatan yang perlu kita ingat adalah, perwira itu memang dinilai kafir, tetapi orang yahudi telah menganggap bahwa perwira itu “layak”.
Lepas dari persoalan perdebatan di antara kaum Yahudi, perwira itu sendiri lebih mengerti. Walaupun dia dianggap tidak pantas, atau dia sendiri merasa tak layak, tetapi keyakinannya mendorong dia untuk minta bantuan pada Yesus. Imannya dipuji oleh Yesus. Maka dengan leluasa Yesus bisa mengerjakan hal yang baik bagi hamba perwira itu, walaupun dari jauh. Itulah doa.
Doa terjadi dari manapun, di manapun, saat manapun. Jika terjadi ketulusan hati antara kedua belah pihak, bukan hal mustahil bahwa doa itu mendatangkan hal yang diharapkan.


Marilah berdoa:
Ya Yesus, ajarkan kami beriman seperti perwira yang tulus dan rendah hati.
Amin.






Selasa, 18 September 2007
1Tim 3:1-13
Luk 7:11-17
===========================================================================


ANAK MUDA, BANGUNLAH

Seorang janda dengan satu anak, menjadi amat sedih. Seluruh hidupnya dicurahkan bagi anak yang dibesarkannya. Hingga saat orang muda itu harus bersikap dewasa, malah harapan janda itu lenyap. Anaknya matil. Harapannya hilang. Semangat hidupnya juga lenyap. Banyak orang menyertai pemakamannya. Itu juga menunjukkan sikap dan penghargaan masyarakat terhadap orang muda itu. Tentu juga sikap kasih terhadap janda itu. Di tengah perjalanan menuju kubur, Yesus menyaksikan arakan kematian itu. Arakan kematian harapan. Arak-arakan kematian sebuah mimpi masyarakat dari orang muda itu. harapan mereka putus. Itulah putus asa.
Putusnya harapan dan asa mengundang Yesus untuk bersabda, “anak muda, ... bangkitlah..” Sabda itu sungguh membangkitkan orang muda itu dan juga membangkitkan harapan bagi si janda dan juga masyarakat sanak kerabatnya. Hal yang luar biasa dan mengagumkan bagi masyarakat itu. Keagungan dan kuasa Sabda Yesus amat nyata dan bukan hanya kata-kata tanpa makna. Kata-kataNya membangkitkan jasad yang kaku. Kata-kataNya membangkitkan hidup dari kematian. FirmanNya juga membangkitkan harapan baru.
Bulan ini, bulan Kitab Suci. Bulan yang mengajak kita untuk membaca dan merenungkan Sabda Tuhan secara lebih aktif. Keyakinan kita sebagai orang beriman adalah Firman itu membawa kebaikan. Membimbing kita di jalan hidup. Tak jarang kita jumpai pula bahwa mereka yang telah diarak menuju kematian harapan, akhirnya bersemangat lagi karena Firman Tuhan. Tak jarang pula kita temukan, orang yang merasa tak memiliki harapan, akhirnya menemukan jalan untuk keluar dari persoalan hidup karena bimbingan Firman Tuhan.
Firman Tuhan memang penuh kuasa. Dalam FirmanNya tidak ada jalan buntu. Dalam FirmanNya jalan kematian telah dibelokkan menuju kehidupan. Jasad yang kaku pun sanggup dihidupkan dengan FirmanNya. Apalagi jalan yang terasa buntu.
Orang muda yang merasa bahwa jalan hidupnya telah berakhir kerap kali harus mendengar Sabda Tuhan “bangkitlah”. Jika jasad kaku pemuda di Nain masih bisa mendengarkan SabdaNya dan bangkit, mengapa pemuda yang masih bernyawa dan fleksibel tidak mendengar Sabda Yesus untuk bangkit dan bergerak seperti seruan SAGKI? Atau jangan-jangan, yang hidup dan katanya masih belum kaku dan fleksibel ini tidak bisa mendengarkan Sabda Tuhan? Haruskah kita menjadi kaku terlebih dahulu untuk bisa mendengarkan Sabda “bangkitlah”?

Marilah berdoa:
Yesus Tuhan kami, bukalah telinga hati kami untuk mendengarkan SabdaMU. Bangkitkanlah kami dari kematian harapan kami. Amin.







Rabu, 19 September 2007
1Tim 3:14-16
Luk 7:31-35
===========================================================================

MENGIKUTI JALAN TUHAN

Kisah injil hari ini menampilkan sebuah renungan kecil yang menunjukkan betapa sulitnya hidup bagi orang lain dan betapa sulitnya orang membuka hati untuk menerima suatu kebenaran. Kebanyakan orang hidup berdasarkan kebenaran dan aturannya sendiri. Karena itu, ketika orang lain melakukan sesuatu yang benar, acap kali ditolak karena tidak sejalan dengan aturan mereka. Yohanes Pemandi tidak diterima karena ia tegas dalam membela kebenaran. Atau Yesus tidak diterima katerena Ia terlibat dalam kehidupan biasa manusia, makan dan minum seperti manusia kebanyakan.
Penginjil menggambarkan situasi itu dengan seorang yang bermain seruling. Ia mengajak orang bernyanyi, namun orang lebih suka melagukan kidung sendiri. Ia mengajak orang menari, namun orang lebih suka menari menurut iramanya sendiri. Sikap ini memperlihatkan betapa sulitnya orang membuka hatinya untuk menerima keselamatan yang sedang ditawarkan kepada mereka.
Namun demikian, orang yang sungguh terbuka bagi tanda-tanda kehadiran Allah tentu akan mampu mengenal kehendak Allah dalam kehidupannya. Orang seperti ini selalu siap untuk menerima rahmat Allah yang dianugerahkan kepadanya. Kebijaksanaan Allah bisa menyentuh hati setiap orang, termasuk menyentuh hati orang yang sederhana sekali pun. Tapi persoalannya, apakah kita masih peka terhadap hati nurani kita sendiri?
Suasana untuk membangun kepekaan itu mutlak perlu diciptakan. Latihan untuk membangun kepekaan akan membantu kita untuk mengenal kehendak Allah dalam kehidupan kita. Juga membantu kita untuk dapat dengan bijaksana menempatkan diri dalam kehidupan bersama, entah dalam keluarga, komunitas basis, tempat kerja maupun di tengah masyarakat.
Kepekaan itu bisa tercipta kalau kita setia membangun relasi yang akrab dan intim dengan Allah sendiri, sehingga menjadikan diri kita sebagai kenisah Allah yang hidup, tiang dan penopang kebenaran. Tuhan telah menunjukan kepada kita jalan kebenaran itu. Kebenaran yang akan membawa kita kepada keselamataan. Tuhan yang mahabijaksana akan setia membimbing jalan hidup kita. Maka, kita perlu menyesuaikan diri dengan Tuhan yang berbicara kepada kita lewat tanda-tanda zaman, sebab hikmat Allah dibenarkan oleh orang yang menerimanya. Semoga kita dapat melihat setiap saat sebagai saat rahmat karena Allah dalam diri Yesus PuteraNya menyelamatkan kita setiap saat.

Marilah berdoa,
Tuhan Yesus, curahkan daya kuasa RohMu ke atas diri kami, sehingga kami mampu untuk mengenal setiap kehendakMu dalam kehidupan sehari-hari. Amin.





Kamis, 20 September 2007
PW. Andreas Kim Taegon dan Paulus Chong Hasang
1Tim 4:12-16; Luk 7:36-50
===========================================================================
SIAPAKAN DIA INI SEHINGGA IA MENGAMPUNI DOSA

Orang Farisi sering menganggap dirinya bersih dari dosa. Karena itu mereka tidak mau bergaul dengan para pendosa. Mereka berpikir bahwa kenajisan kaum pendosa niscaya mencemari kehidupan orang benar. Yesus menunjukkan bahwa kebutuhan untuk memisahkan diri sama seperti menunggu hukuman bagi kaum pendosa dan mengabaikan kebijaksanaan Allah.
Yesus berani menerima perempuan yang dianggap pendosa karena melihat pertobatan perempuan itu tulus. Kekayaannya ditumpahkan dan keharuman muncul dari perbuatannya. Ia menangisi kehidupannya dengan duduk di dekat kaki Yesus. Rambut yang menjadi mahkota kewanitaannya menjadi pembersih air mata kesedihannya. Ia menciumi kaki Yesus sebagai tanda kasih. Yesus melihat perempuan itu bukan sebagai pendosa melainkan sebagai pengasih. Kasihlah yang membuka lembaran baru kehidupan. Mengampuni dosa menciptakan hidup baru, sesuatu yang ada diluar kemampuan manusia. Yesus membenarkan keheranan para penanya bahwa yang ada di sini lebih daripada manusia.
Bagaimana pendosa diubah oleh Yesus? Pertama, Yesus menerima si pendosa. Ia tahu, siapakah dan orang apakah perempuan yang menjamahNya ini; Ia tahu bahwa perempuan itu adalah orang berdosa. Ia tidak mengusir tetapi membiarkan si pendosa mendekat. Ia menerimanya dengan damai. Kedua, Yesus mengenal si pendosa seperti bapa mengenalnya, sebagai orang berdosa yang tetap dicinta dan akan diselamatkan oleh Yesus Sang Putera lewat sengasara, wafat dan kebangkitanNya. Ketiga, dosa tidak ditiadakan begitu saja tetapi dibawa oleh Yesus dalam sengsara dan penderitaanNya. Ia mati bagi kita agar bersama Dia kita mati bagi dosa dan bangkit sebagai ciptaan baru bersama Dia. Semua itu dijalankan oleh Yesus sebagai Sang Putera, yang dijadikan dosa untuk mengangkat kita keluar dari dosa, dari maut menjadi ciptaan baru. Yesus telah melunasi dosa kita dengan harga yang paling mahal yakni darahNya sendiri.
Iman pada Yesus, Sang Putera mendatangkan keselamatan. Yesus memuji iman yang ada dalam diri para pendosa. Iman itulah yang menyelamatkan para pendosa. “Imanmu telah menyelamatkan engkau, pergilah dalam damai”. Misi perutusan yang harus dilaksanakan oleh pendosa yang telah diampuni itu ialah untuk terus-menerus mengerjakan keselamatannya itu dalam hidup setiap hari. Si Pendosa terus berjuang membebaskan diri dari unsur-unsur kematian yang meliliti hidupnya. Semangat inilah yang terus dibangun dalam hidup kita, bukannya sibuk mencari dan memperbincangkan kesalahan dan dosa orang lain.
Yesus menyadarkan kita untuk tidak memberi cap secara gampang terhadap sesama, berani menerima sesama sebagai pribadi dan menciptakan suasana pengampunan yang memungkinkan orang membenahi hidupnya. Membangun suasana kehidupan yang kondusif untuk persaudaraan adalah awal pengampunan. Bisakah kita untuk mau mengampuni dosa sesama kita?

Marilah berdoa,
Tuhan, kami sering kali jatuh dalam dosa dan begitu gampang mencap orang lain sebagai pendosa. Ampuni dosa kami dan berilah kami kekuatan untuk hidup sebagai manusia baru dalam rahmatMu. Amin.
Jumat, 21 September 2007
Pesta St. Matius, Rasul dan pengarang Injil
Ef 4:1-7,11-13; Mat 9:9-13
===========================================================================


PENDOSA BAGI TUHAN

Blacklist atau daftar orang yang dicatat sebagai “orang hitam” tanpa sadar, ada dalam benak kita. Ada orang-orang yang dengan sendirinya kita jauhi dari pergaulan kita. Dengan alasan supaya kita sendiri tidak terpengaruh oleh orang-orang seperti itu, kita berusaha menjauhinya. Bahkan terhadap anak-anak kita, kita sering berpesan supaya memilih teman pergaulan. Sedapat mungkin teman pergaulan itu mendapat rekomendasi baik dari lingkungan hidup kita. jarang ada orang tua yang mengarahkan anaknya untuk bergaul dengan orang-orang yang dicap tidak baik. Jarang pula ada orang yang dengan kesadaran penuh, hadir dan bergaul dengan para perampok. Ibarat “perawan di sarang penyamun”.
Di sisi lain, tidak enak dicap hitam dalam pergaulan. Ketika orang mencibirkan bibirnya terhadap kita. Ketika orang berkata “saya kenal dia”, atau “saya tahu kartunya”, kita telah membuat cap seperti orang Farisi terhadap para pemungut cukai seperti Matius. Sebagai Matius, atau bila kita dicap seperti itu, kita menjadi tidak memiliki kesempatan untuk berkembang. Apapun yang kita lakukan, orang langsung berkata, “saya sudah tahu kartunya”. Sikap ini terjadi dengan berbagai bentuk dalam pengalaman hidup kita.
Yesus membawa sesuatu yang sama sekali berbeda. Dia tahu kartu Matius. Dia tahu seberapa jauh Matius merugikan orang lain. Tetapi Yesus mengambil sikap mendatanginya dan menerima dia tanpa membawa cap masyarakat terhadapnya.
Orang Farisi mengambil sikap “demi menjaga keamanan diri” maka mereka tidak mau bergaul dengan orang-orang yang dicap jelek dalam masyarakat. Mereka takut tertular kejahatan. Mereka takut digunjingkan sebagai orang yang bersekongkol dengan orang yang dicap jahat. Tetapi sikap Yesus membuka pemahaman baru. Justru orang seperti Matius lah yang perlu mendapat perhatian. Bagi orang seperti Matius lah Yesus hadir. Yesus tidak menutup kemungkinan bergaul dengan orang-orang dengan stigma khusus itu.
Pada lain posisi, orang Farisi merasa nyaman dengan membatasi pergaulan hanya dengan orang-orang yang dianggap bersih. Pergaulan yang eksklusif sambil mencibir terhadap kelompok lain mungkin perlu kita renungkan. Bukankah kita cenderung akrab dengan orang-orang yang menurut kita adalah orang yang baik terhadap kita? Dan mengambil sikap hati-hati ketika harus ada bersama orang-orang yang kita anggap hitam? Hendaknya kita sadar, bahwa Yesus menegur orang Farisi yang bersikap merasa diri lebih baik dari orang jahat tetapi menilai orang lain tidak layak untuk diajak bergaul.

Marilah berdoa:
Yesus Tuhan kami, semoga kami berani mengikuti Engkau. Menerima setiap orang, bahkan mereka yang dicap jelek dalam lingkungan kami.
Amin.




Sabtu, 22 September 2007
1Tim 6:13-16
Luk 8:4-15


MENABUR FIRMAN BAGI SEMUA ORANG

Firman Tuhan, pada masa lalu tidak semua orang bisa mendengarkan. Kitab Suci hanya diijinkan dipegang dan dibuka oleh orang-orang terpilih. Pengalaman gelap dalam Gereja membuat Gereja mengambil kebijakan seperti itu. Pada masa itu, banyak orang menafsir Sabda Tuhan sekehendak hatinya dan menciptakan perpecahan di kalangan umat. Sikap itu tentu adalah sikap yang keliru. Sabda Tuhan bukan milik segelintir orang. Sabda Tuhan tidak bisa dibatasi hanya bagi orang-orang tertentu. Sebab Tuhan bersabda bagi semua orang, bukan hanya bagi orang yang merasa dekat denganNya.
Perumpamaan penabur dan benih yang ditabur menunjukkan pada kita. Sabda Tuhan ditaburkan bagi semua kalangan. Tidak ada pemikiran untung dan rugi ketika Sabda itu ditaburkan. Apa gunanya menaburkan Firman di tengah jalan yang akan lenyap tanpa bekas. Apa gunanya menabur Firman di tengah semak duri? Tidak ada petani yang sembarangan dalam menabur benih yang baik. Juga, tidak ada orang yang sembarangan menebar kemurahan hatinya tanpa memikirkan efek dan manfaatnya bagi dirinya sendiri. Orang cenderung berpikir, apa faedah menebar kemurahan hati kepada orang lain. Bahkan ketika menebar kasih terhadap para pengemispun orang masih berpikir “demi keselamatan kendaraan dari goresan paku”, atau “supaya pengamen itu cepat pergi dan tidak mengganggu acara makan”.
Tuhan menabur benih FirmanNya bukan sembarangan. DitaburkanNya bagi semua situasi. Situasi tanah yang keras, situasi tanah yang bersemak duri, situasi yang haus dengan Firman dan sebagainya. Firman Tuhan tidak pilih kasih. Sikap batin kita tidak membuat Tuhan jera untuk menebarkan benih FirmanNya. Entah kita menanggapinya dengan serius, entah hangat-hangat tahi ayam, entah dengan sambil lalu, Firman itu tetap mengalir untuk kita.
Tiap hari, tiap saat, Tuhan menaburkan FirmanNya bagi kita. Firman itu bukan hanya Sabda yang telah dicetak dalam Alkitab. Kerapkali malahan, Firman Tuhan disampaikan pada kita lewat pengalaman di perjalanan. Kesadaran ini hendaknya mengundang kita untuk mengerti bahwa Firman Tuhan tidak hanya ditaburkan di dalam perayaan ekaristi, atau hanya ketika kita membaca Kitab Suci. Firman itu ditaburkan setiap saat. Tak pernah Tuhan membatasi FirmanNya hanya dalam ruang tanah yang subur. Bulan ini, Bulan Kitab Suci. Bulan, di mana Firman itu mengundang kita untuk menanggapi Firman dengan lebih baik. Memang alangkah baiknya bila Firman itu menghasilkan buah kebaikan dalam diri kita. Hal ini mengajak kita untuk mengerti bahwa Firman itu bukanlah buah yang ditaburkan. Firman itu adalah benih yang ditaburkan untuk mencapai hasil. Siapapun kita, Firman itu tetap ditaburkan. Sadarkah kita bahwa Firman itu ditaburkan setiap saat dalam hati kita. Tidak peduli bagaimana sikap kita dalam menyambut FirmanNya itu, Dia tetap tertabur bagi hati kita yang mungkin kering atau tidak berharap akan FirmanNya.

Marilah berdoa:
Yesus, Sabda Ilahi, semoga SabdaMu kami sambut dengan penuh semangat dan menghasilkan buah baik dalam hidup kami. Amin.

Minggu, 23 September 2007
Pekan Biasa XXV
Am 8:4-7; 1Tim 2:1-8; Luk 16:1-13
===========================================================================

MUSUH UTAMA TUHAN

Manusia takut pada hantu, itu sudah biasa. Atau manusia takut pada kegelapan masa depan hidupnya, penyakit yang menggerogoti tubuhnya, pada orang lain yang akan menjatuhkan karirnya, semua itu wajar-wajar saja dan sangat manusiawi. Setiap manusia memiliki ketakutannya sendiri-sendiri. Ketakutan menjadikan manusia bersifat manusiawi. Sama seperti pepatah yang menyatakan: Menungso nggendhong lali (=manusia memikul sifat lupa), maka manusia pun memikul ketakutan terhadap sesuatu.
Apakah dengan demikian TUHAN tidak memiliki rasa takut? Tuhan pun memiliki ketakutan terhadap suatu hal. Tentu saja Tuhan tak takut pada hantu, setan ataupun iblis. Juga bukan masa depan suram ciptaanNya yang menakutkan Tuhan. Kalau hendak disebut apa dan siapa yang menjadi musuh utama Tuhan dan menakutkanNya, itu adalah Mamon.
Mamon itulah yang menjadi musuh utama Tuhan yang senantiasa meneror Tuhan. Mengapa Mamon? Mamon adalah uang, harta kekayaan duniawi yang memiliki pesona bagi manusia. Mamon menjadi impian manusia. Jaminan kenyamanan duniawi dan kemudahan diberikan oleh mamon kepada setiap manusia yang memilikinya. Bukan hal yang aneh lagi kalau mamon juga menjadi semacam dewa penyelamat bagi manusia.
Di sinilah permasalahannya. Tuhan hendak merengkuh manusia dalam kasihNya. Tuhan rindu bahwa semua manusia ada dalam pengaruhNya. Tapi ternyata ada begitu banyak manusia yang tak peduli padaNya. Banyak manusia yang tak mau mengandalkan Tuhan dalam hidupnya. Mereka berpaling dari kasih Tuhan dan berselingkuh dengan mamon.
Ibarat istri pertama, Tuhan juga cemburu berat pada mamon yang seumpama istri muda yang cantik nan menawan bagi manusia. Oleh karena itu sama seperti istri tua yang merasa takut disaingi oleh istri muda, demikianlah kira-kira ketakutan Tuhan.
Perumpamaan tentang bendahara yang tak jujur disampaikan oleh Yesus untuk menggambarkan betapa cara pikir anak-anak manusia lebih cerdik daripada anak-anak terang. Kecerdikan sekaligus kelicikan manusia dapat muncul karena pengaruh mamon. Yesus juga hendak menyatakan suatu kebenaran bahwa ternyata mamon tidak dapat menjamin masa depan manusia. Tidak ada gunanya mempertautkan hidup pada mamon dan menjadikan mamon sebagai dewa sakti. Bendahara tak jujur itu akhirnya memahami bahwa dalam relasi yang baik dengan sesama, dalam kemurahan hati terhadap sesama, di situlah terletak kunci jaminan masa depan hidupnya.
Oleh karena itu, pesan Injil sangat jelas. Jalinlah relasi dengan orang lain dengan tulus dan murah hati. Jangan menjalin relasi dengan mamon. Tetaplah kembali kepada Tuhan yang adalah jaminan hidup abadi. Berbaliklah pada Tuhan yang kasih dan cintaNya tulus bagi kita. Kembalilah dalam rengkuhan kasihNya.

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, semoga kami senantiasa ingat dan sadar bahwa hanya Engkaulah jaminan hidup dan masa depan kami, bukan pada harta benda dan mamon duniawi ini. Amin.


Senin, 24 September 2007
Ezr 1:1-6
Luk 8:16-18
===========================================================================

CARA MENDENGAR

Bantuan idealnya diberikan kepada seseorang yang kekurangan dan tidak mempunyai sesuatu. Ketika terjadi bencana kelaparan misalnya, bantuan makanan diberikan kepada mereka yang tak mempunyai makanan. Kepada yang rumahnya hancur karena bencana gempa, diberikanlah bantuan untuk membangun kembali rumah mereka. Bagi yang masih mempunyai makanan dan rumah, tentu bantuan tidak diperlukan.
Melalui Injil yang hari ini kita dengarkan, Yesus mengatakan sesuatu yang aneh: “Kepada siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi. Tetapi siapa yang tidak mempunyai, daripadanya akan diambil, juga apa yang ia anggap ada padanya.” Apa maksud Yesus?
Secara harafiah dan sekilas, tampaknya Sabda Yesus itu sungguh tidak adil. Orang yang sudah memiliki sesuatu tentu saja tidak membutuhkan bantuan. Memberikan bantuan makanan kepada orang yang tak kelaparan, memberikan sumbangan uang kepada orang yang kaya dan berkecukupan atau memberikan bantuan pembangunan rumah kepada mereka yang rumahnya masih berdiri kokoh adalah tindakan seumpama menggarami air laut, sia-sia dan tak berfaedah.
Mari kita cermati Sabda Yesus itu lebih lanjut. Yesus bukanlah mengajarkan ketidakadilan. Yesus juga tak hendak memberitahukan tentang pemberian yang sia-sia. Apa yang dikatakan oleh Yesus itu berada dalam konteks pernyataan sebelumnya, yakni: “Karena itu perhatikanlah cara kamu mendengar...”
Yang dimaksud oleh Yesus tentang yang mempunyai akan diberi, yang tak punya akan diambil adalah berkaitan dengan cara mendengar, bukan tentang memiliki atau tak memiliki uang, makanan atau harta benda duniawi. Pendeknya, sesuatu yang dimiliki atau tak dimiliki itu adalah pengertian, niat serta tekad untuk menjadi jujur apa adanya, seperti yang diumpamakan dengan pelita yang bernyala.
Jadi seseorang yang memiliki niat baik dan jujur serta pengertian yang mendalam, kepadanyalah layak diberi lebih. Sebaliknya kepada mereka yang culas, masa bodoh dan tak berniat untuk maju, justru mereka akan kehilangan banyak hal yang ada pada mereka. Cara mendengar yang baik adalah ketika kita memposisikan diri sebagai pihak yang memiliki pengertian. Baru dengan demikian ia akan merasa mendapatkan sesuatu yang lain dari pihak lain.
Kongkretnya seperti contoh berikut. Ada seseorang yang sudah berpengalaman dalam hidupnya, berkecukupan secara materi, pekerjaan dan profesi yang mantap. Ia tekun mengikuti sebuah rekoleksi yang diadakan wilayahnya. Mungkin materi rekoleksi bukan sesuatu yang istimewa baginya, tapi ia mendapat kekayaan iman, diberi anugerah karena pada kesempatan itu ia dapat bertemu keluarga-keluarga lain dan saling membagikan pengalaman iman. Ia sangat bergembira dan bersemangat mengikuti rekoleksi tersebut karena hidupnya diperkaya. Nah, ia yang telah memiliki pengertian, niat dan kejujuran yang rendah hati, menjadikan dia menerima lebih banyak lagi.

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, semoga kami memiliki kerendahan hati untuk mau terbuka mendengarkan orang lain. Dengan demikian kami pun Kauberi anugerah berlimpah. Amin.

Selasa, 25 September 2007
Ezr 6:7-8,12b,14-20
Luk 8:19-21
===========================================================================

IBU DAN SAUDARA-SAUDARA YESUS

Hubungan persaudaraan dan ikatan hubungan darah selalu memiliki keistimewaan. Selalu ada nuansa yang berbeda manakala kita bertemu dengan saudara-saudara yang memiliki ikatan darah daripada dengan mereka yang tak memiliki hubungan darah. Tentu saja tidak semua relasi dan hubungan darah sedemikian kuat mengikat. Ada pula orang yang dapat menjadi sangat akrab dan dekat melebihi saudara kandungnya sekalipun berasal dari suku, bahasa dan asal yang berbeda.
Yesus menyadari hal itu. Oleh karena itu reaksi yang diperlihatkan oleh Yesus ketika diberitahu bahwa ibu dan saudara-saudaraNya datang ingin bertemu denganNya, adalah biasa-biasa saja. Yesus tak menunjukkan reaksi yang berlebihan menerima ibu dan saudara-saudaraNya di hadapan orang banyak. Bagi Yesus, ikatan darah bukanlah sesuatu yang istimewa. Yang lebih penting bagiNya adalah ikatan dalam Allah sendiri, yakni jika kita mendengarkan firman Allah dan melakukannya.
Hal itu juga bukan berarti bahwa kita harus mengabaikan sama sekali saudara-saudara kita yang memiliki ikatan darah. Bagaimanapun juga kaum keluarga dan mereka yang menjadi saudara-saudara yang terikat hubungan darah memiliki peran istimewa dalam hidup kita. Kita diajak untuk menjadi bijaksana agar tetap menghormati mereka, apalagi orang tua kita masing-masing. Bagaimanapun juga menghormati orang tua adalah perintah Allah yang harus kita jalankan.
Kadang kala setelah sukses dan berhasil kita menjadi enggan untuk mengakui saudara-saudara kita. Bahkan seperti hikayat malin kundang, bisa juga kita menjadi durhaka terhadap orang tua kita. Mungkin penampilan mereka kampungan dan tak berpendidikan, tidak seperti kita. Tetapi bagaimanapun juga adalah sesuatu yang tak benar jika kita tak mau mengakui ikatan darah kita dengan mereka.
Yesus bukan hendak mengubur masa laluNya dan tidak mengakui ibu dan saudara-saudaraNya ketika Ia berkata, “IbuKu dan saudara-saudaraKu ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan melakukannya.” Justru dalam pernyataan itu Yesus hendak menegaskan kepada khalayak pendengarNya. Jika ingin menjadi ibuKu dan saudara-saudaraKu, lihatlah mereka ini yang datang mengunjungiKu. Ibuku dan saudara-saudaraKu menjadi dekat denganKu bukan hanya karena hubungan darah, melainkan juga karena hubungan rohani dengan Allah.
Sekalipun memiliki ikatan darah, tapi kalau tidak memiliki hubungan rohani dengan Allah, niscaya tidak bisa menjadi saudara-saudara Yesus. Sebaliknya, sekalipun tak memiliki hubungan darah kalau memiliki hubungan rohani, bisa saja menjadi saudara-saudara Yesus. Yang paling ideal adalah: ya memiliki hubungan darah, ya sekaligus memiliki hubungan rohani.

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, semoga kami sanggup menjadi saudara bagi Yesus karena ketekunan kami mendengarkan firman Allah dan melaksanakannya. Amin.



Rabu, 26 September 2007
Ezr 9:5-9
Luk 9:1-6
===========================================================================

BUKTI DIUTUS

Suatu kali ada pasangan calon suami-istri yang datang ke pastoran untuk mengurus persiapan perkawinan. Ada persyaratan yang belum lengkap. Oleh pastor mereka dianjurkan untuk kembali lagi ke paroki asal dan berbicara dengan pastor paroki tempat mereka berasal. Sebelum meninggalkan pastoran, calon pengantin perempuan berkata kepada pastor, “Romo, bolehkan kami meminta secarik surat keterangan dari pastor untuk kami berikan kepada pastor paroki kami?”
Pasangan itu tidak merasa afdol kalau tidak membawa suatu bukti bahwa mereka diutus oleh pastor tempat mereka hendak mengurus pernikahan. Hal tersebut sangat dapat dimengerti. Ketika kita menjadi utusan orang lain, kita harus dapat menunjukkan bukti nyata bahwa kita memang diutus oleh yang mengutus kita. Hal itu akan memberikan kepercayaan kepada siapa yang akan kita datangi.
Injil hari ini mengisahkan pula bagaimana kedua belas murid Yesus diutus. Perbekalan jasmani seperti tongkat, bekal roti ataupun uang serta dua helai baju tidak perlu direpotkan. Namun demikian bukti dan jaminan tetap dibutuhkan oleh para murid Yesus. Oleh karena itu sebelum diutus, para murid diberi bekal rohani, yakni tenaga dan kuasa untuk menguasai setan dan menyembuhkan penyakit-penyakit.
Menjadi utusan Tuhan tidak perlu harus menunjukkan papan nama di dada yang bertuliskan “Utusan Tuhan”. Pun tak perlu surat keterangan yang ditanda-tangani oleh Yesus. Bukankah tidak perlu kita membawa-bawa surat baptis dan menunjukkan kepada khalayak kalau kita ingin menjadi saksi dan utusan Tuhan yang membawa kabar baik di lingkungan-lingkungan.
Sakramen baptis dan sakramen krisma yang telah kita terima telah menjadi bukti dan tanda nyata secara rohani bahwa kita semua terpanggil untuk menjadi utusan Tuhan. Mungkin kita masih sering kurang percaya diri menjadi utusan Tuhan di hadapan orang lain, karena kita merasa tidak layak, tidak ditahbiskan atau belum dilantik seperti para prodiakon ataupun para lektor.
Memang semua itu sangat mendukung perutusan kita. Para prodiakon misalnya, akan terasa afdol kalau juga dilantik di hadapan umat. Tapi apakah pelantikan itu yang menghasilkan semangat pelayanan? Niscaya bukan. Semangat pelayanan dan rela menjadi utusan adalah berasal dari hati masing-masing orang. Komitmen setiap orang untuk mengaktualisasikan sakramen baptis dan sakramen krisma adalah yang terpenting menjadi dasar setiap perutusan. Setiap orang Katolik dipanggil oleh Yesus untuk menjadi duta perpanjangan tangan kasihNya.
Sekalipun kita tak memiliki kelimpahan jasmani ataupu kekayaan berlebih, kita tak terhalang untuk menjadi utusan Tuhan. Semoga kita menjadi semakin yakin pada rahmat sakramen baptis dan krisma yang menjadikan kita siap sedia untuk pergi ke mana saja dan kepada siapa saja demi semakin meluasnya cinta Tuhan.

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, semoga kami senantiasa teguh dan yakin pada rahmat sakramen baptis dan krisma yang memberikan kekuatan bagi kami untuk siap menjadi utusan dan duta kasihMu. Amin.


Kamis, 27 September 2007
PW. St. Vinsensius a Paulo
Hag 1:1-8; Luk 9:7-9
===========================================================================

GENTAR DI HADAPAN ORANG SUCI

Berita tentang kehebatan Yesus terdengar oleh Herodes. Nama Yesus yang disebut-sebut oleh banyak orang menggentarkan hati Herodes. Ada rasa takut, jangan-jangan roh Yohanes Pembaptis bangkit dalam diri Yesus untuk membalas dendam. Justru karena itu Herodes ingin bertemu dengan Yesus supaya dapat menyaksikan mujizat-mujizat yang dilakukanNya.
Sosok Yesus yang suci dan berkuasa membuat penguasa duniawi seperti Herodes tergetar. Dalam kehidupan kita sehari-hari pun kita akan merasakan betapa kehadiran sosok orang yang suci menjadikan kita gentar dan belingsatan. Sama seperti pengalaman Petrus ketika menyaksikan Yesus membuat mujizat di perahunya, pada saat ia mendapat tangkapan ikan melimpah karena Yesus berkata ‘Bertolaklah ke tempat yang lebih dalam, tebarkan jalamu di sana’. Petrus langsung merasa takut dan gentar. Petrus menjadi tidak tahan di hadapan kekuatan ilahi yang dibawa Yesus, sehingga akhirnya ia berkata: “Pergilah dari hadapanku Tuhan, aku orang yang berdosa.”
Pancaran dan kekuatan dari orang yang suci menjadikan kegentaran bagi orang-orang yang jahat. Kekuatan sinar kekudusan menerobos dan mengusir kegelapan kejahatan. Berhadapan dengan yang suci, kuasa jahat akan lari terbirit-birit kegerahan.
Santo Vinsensius a Paulo adalah seorang kudus yang hatinya gentar dan gelisah karena kontras hidup yang dialaminya. Sebagai imam muda ia berkarya sebagai kapelan pada sebuah keluarga bangsawan yang kaya raya. Segala kebutuhan hidupnya terpenuhi. Namun, yang dilihatnya di luar tembok istana sungguh berbeda. Ia menyaksikan betapa banyak orang yang miskin dan kelaparan. Anak-anak berkeliaran menjadi gelandangan. Banyak orang miskin berpakaian compang-camping. Ketika menyaksikan itu semua dan membandingkan dengan keadaan dirinya yang mengabdi dan bekerja pada keluarga kaya, hatinya menjadi tidak tenteram. Kemudian Vinsensius memutuskan untuk melayani orang miskin. Ia meninggalkan kemapanan dan kemewahan hidupnya dan menjadi pastor bagi orang-orang miskin.
Pilihan hidup Vinsensius untuk mengabdi dan melayani orang miskin menarik perhatian banyak pemudia yang ingin mengikuti jalan hidupnya. Akhirnya Vinsensius menghimpun mereka dan mendirikan Kongregasi Misi. Kharisma dasar para anggota Kongregasi Misi atau CM adalah perhatian dan karya kerasulan di antara orang-orang miskin dan gelandangan. Itulah yang diwariskan oleh Vinsensius yang hatinya digetarkan oleh Allah sendiri, bukan dengan mujizat hebat, melainkan melalui peristiwa sehari-hari.

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, semoga hati kami senantiasa bergetar dan rindu untuk berjumpa dengan Dikau. Kiranya kehadiranMu menjauhkan kami dari kegelapan dan kejahatan. Amin.






Jumat, 28 September 2007
Hag 1:15b-2:9
Luk 9:18-22
===========================================================================

MENURUTMU, SIAPAKAH AKU INI?

Ada dua kenyataan yang paradoks ketika kita berjumpa dengan orang lain. Di satu sisi kita akan mudah menilai seperti apa orang itu sesuai pendapat kita, tapi di sisi lainnya akan sulit kita pahami dari cara pandang orang itu sendiri. Dari apa yang kita lihat sekilas kita akan mudah mengatakan bahwa orang yang di depan kita itu terlalu banyak bicara, tak dapat dipercaya, tidak serius dan mencurigakan. Dapat juga kita terbawa oleh sikapnya yang ramah, terbuka serta bersahabat. Namun seperti apa sesungguhnya yang ada dalam hati seseorang, kita tak pernah dapat menguaknya.
Di balik penampilan sopan nan menawan dapat terjadi tersimpan kelicikan dan kejahatan. Sebaliknya dapat terjadi orang yang penampilannya urakan dan seolah-olah tak peduli pada situasi sekitar tersimpan sikap lemah lembut dan solider. Menilai siapakah sesungguhnya orang di hadapan kita bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan.
Oleh karena itu sangat dimaklumi jika Petrus dan para murid pun gelagapan ketika tiba-tiba Yesus bertanya kepada mereka, “Menurutmu, siapakah Aku ini?” Mereka tidak siap menghadapi pertanyaan yang seperti itu dari Yesus. Untuk mengatasi ketidaksiapan mereka, dengan mudah mereka memakai apa kata orang tentang Yesus. Ada yang mengatakan bahwa Yesus sama seperti Yohanes Pembaptis ataupun sebagai penjelmaan nabi-nabi terdahulu.
Memang, meminjam apa yang dikatakan orang lain untuk menyatakan siapakah seseorang di hadapan kita adalah cara yang paling aman. Kita tak perlu merasa sungkan dan takut karena penilaian itu berasal bukan dari kita. Kalaupun tidak sesuai, ya itu kan kata orang. Ada sikap tidak fair dan kesatria jika kita mengatakan siapakah seseorang di hadapan kita dengan meminjam pernyataan orang lain.
Yesus tidak menghendaki yang seperti itu. Yang Ia kehendaki adalah penilaian otentik dan apa adanya tanpa harus menghiraukan apa kata orang tentang diriNya. Menurutmu, siapakah Aku ini? Demikianlah Yesus terus mengejar para muridNya.
Petrus memecahkan kekakuan dialog antara Guru dan murid-muridNya tersebut. Ia menjawab, “Engkau adalah Mesias dari Allah.” Pengakuan Petrus itu berkenan pada Yesus. Akhirnya Yesus memperingatkan mereka untuk tidak memberitahukan jati diriNya kepada siapapun.
Demikianlah, pengakuan dari seseorang secara jujur dan apa adanya jauh lebih bernilai daripada mendengar penilaian dari orang lain. Penilaian dari orang yang begitu kenal dengan dekat akan lebih berharga daripada penilaian dari orang yang tak terlalu mengenal kita.

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, semoga dari hari ke hari kami semakin berusaha mengenal Dikau. Jauhkanlah kami dari godaan menilai orang lain dengan meminjam apa kata orang tentang orang itu. Semoga kami menjadi lebih otentik dalam hidup sehari-hari. Amin.




Sabtu, 29 September 2007
Pesta St. Mikael, Gabriel, Rafael Malaikat Agung
Dan 7:9-10,13-14; Yoh 1:47-51
===========================================================================

MALAIKAT UTUSAN ALLAH

Dulu sewaktu kecil saya biasa mendengarkan ajaran agama saudara-saudara kita orang muslim. Saya begitu terpesona dengan ajaran tentang malaikat-malaikat. Menurut kepercayaan mereka, malaikat-malaikat itu ada dekat dengan kehidupan kita. Mereka punya nama dan tugas khusus yang spesifik. Ada malaikat yang bertengger di kanan kita, tugasnya mencatat perbuatan-perbuatan baik, dan sebaliknya ada malaikat yang bercokol di kiri kita. Tugasnya mencatat perbuatan-perbuatan jahat kita. Ada pula malaikat-malaikat yang menjaga kubur. Tugasnya unik. Ketika orang yang mati sudah dalam kubur, begitu para pelayat melangkahkan kaki menjauhi kuburan maka segeralah kedua malaikat menemui orang yang mati itu. Kalau tidak salah namanya malaikat Mungkar dan Nangkir. Mereka akan melakukan interogasi terhadap orang yang baru mati itu. Yang ditanyakan ialah: siapa Allahmu, siapa nabimu, apa yang telah kau lakukan selama hidup di dunia, dsb. Jika orang mati itu tidak dapat menjawab dengan benar, maka dia akan dipukul dengan gada yang dibawa oleh malaikat itu. Demikianlah ada begitu banyak malaikat yang melaksanakan tugasnya masing-masing.
Dalam paham Gereja Katolik pun, diakui dan diajarkan secara resmi tentang sosok malaikat-malaikat utusan Allah itu. Malaikat adalah makhluk yang diciptakan Allah juga. Tugas mereka adalah menjadi utusan Allah. Malaikat tidak berjenis kelamin seperti manusia. Seringkali malaikat ditampilkan sebagai presentasi Allah di hadapan manusia yang tak mungkin melihat Allah. Dalam imajinasi manusia, malaikat digambarkan memiliki sayap dan bercahaya, suatu simbol bahwa malaikat tidak memiliki batas ruang dan waktu. Malaikat adalah murni roh, tidak berbadan seperti manusia. Malaikat menjadi menjadi penjaga perjalanan manusia, seperti yang dihadirkan oleh malaikat Rafael yang menyertai perjalanan Tobia. Malaikat Mikael adalah panglima bala tentara Allah. Pinggangnya berhiaskan pedang nyala api yang akan membabat bala tentara iblis. Sementara itu malaikat Gabriel adalah sosok yang begitu dekat dengan sejarah keselamatan karena tugasnya menyampaikan kabar Gembira kepada Maria tentang kelahiran Yesus.
Ketiga malaikat itu disebut para malaikat agung. Namun sesungguhnya masih ada banyak malaikat lagi yang menjadi pelindung kita. Ajaran tentang malaikat-malaikat dalam gereja Katolik bukanlah dongeng belaka. Mereka sungguh ada untuk menjadi bagian kehidupan kita, yang mengingatkan kita akan kedekatan dengan Allah. Kita tak usah terobsesi untuk melihat malaikat dengan mata telanjang kita, namun cukuplah seandainya kita mampu merasakan kehadiran mereka yang menjadi utusan Allah dan mengingatkan kita untuk semakin dekat dengan Dia yang ada di atas segalanya.

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, karena kabar dari malaikat, kami mengetahui bahwa Yesus PuteraMu menjadi manusia. Kami mohon curahkanlah rahmatMu dalam hati kami agar berkat sengsara, wafat dan kebangkitanNya, kami sampai kepada kehidupan kekal, karena Kristus Tuhan kami. Amin.




Minggu, 30 September 2007
Pekan Biasa XXVI
Am 6:1a,4-7; 1Tim 6:11-16; Luk 16:19-31
===========================================================================

PEWARTAAN TENTANG NERAKA

Mengapa kehidupan beragama seolah-olah tidak membawa perubahan sikap yang baik? Mungkin karena pada masa sekarang kurang sekali pewartaan tentang neraka. Orang mulai tidak tertarik untuk menghubung-hubungkan hidup sekarang di dunia ini dengan keadaan kelak di neraka. Pewartaan tentang neraka sebagai suatu tempat penyiksaan akibat dari pelanggaran dan dosa semasa hidup tidak lagi terdengar gemanya.
Memang pernah terjadi dalam sejarah Gereja di mana hukuman dan siksa neraka teramat dominan diajarkan sehingga malah semakin membuat orang begitu tertekan menjalani kehidupannya. Figur dan citra Allah yang maharahim dan mahakasih terhapus oleh gambaran Allah yang kejam dan sadis.
Namun, dengan mengabaikan atau tidak menaruh perhatian pada neraka pun akibatnya orang jadi merasa serba bebas untuk berbuat dosa karena tidak percaya pada neraka. Tentu saja ajaran Gereja Katolik tetap mengenal adanya neraka. Kisah Injil yang kita dengarkan hari ini juga berisi tentang neraka; yakni suatu tempat yang terasa panas, terdapat pada jurang yang tak terseberangi di antara neraka dan tempat nyaman dalam pangkuan bapa Abraham.
Perumpamaan tentang orang kaya dan Lazarus yang miskin diwartakan oleh Yesus untuk menjadi bahan permenungan kehidupan kita. Apakah dengan demikian berarti orang yang kaya pada akhirnya akan mengalami nyala panas neraka dan sebaliknya orang miskin seperti Lazarus pasti akan mengalami kebahagiaan dalam pangkuan bapa Abraham? Atau apakah dengan demikian berarti kita tak perlu menjadi kaya dan memperoleh yang baik selama hidup supaya nantinya kita boleh menerima yang baik?
Harus diakui bahwa menafsirkan perumpamaan tentang orang kaya dan Lazarus yang miskin ini tidaklah terlalu mudah. Hanya satu yang pasti adalah bahwa ada korelasi antara hidup di dunia ini dengan kehidupan kelak setelah kematian. Inilah yang hendak diwartakan oleh Yesus. Perumpamaan ini juga hendak mengingatkan bahwa apapun yang diwartakan oleh Yesus haruslah kita dengarkan sebab Dia inilah satu-satunya orang yang bangkit dari antara orang mati.
Yesus mengingatkan akan banyak orang Israel yang tak mau mendengarkan nasihat Musa dan para nabi. Jika demikian halnya, pastilah mereka juga tak akan mau menerima Dia sebagai satu-satunya utusan Allah yang telah bangkit dari mati.
Kemungkinan mengapa orang kaya itu masuk neraka setelah kematiannya adalah karena sepanjang hidupnya ia tak memiliki sikap solider sekalipun terhadap Lazarus yang miskin itu. Barangsiapa tidak menerima saudaraku yang miskin, dia tidak menerima Aku, demikian kata Yesus. Jadi kalau kita tidak menerima Yesus dalam diri orang-orang di sekitar kita, niscaya kita tak akan mengalami kehangatan pangkuan bapa Abraham di seberang nerakan sana.

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, semoga kami rela membuka hati untuk menolong sesama yang miskin dan membutuhkan uluran pertolongan kami. Amin.

Tidak ada komentar: