Selasa, 18 September 2007

Renungan Harian Bulan Oktober 2007


BERDOA BERSAMA MARIA

Dalam satu tahun, ada dua bulan yang didedikasikan kepada Bunda Maria. Yang pertama adalah Mei sebagai Bulan Maria dan Oktober yang kita sebut sebagai Bulan Rosario. Sungguh terasa istimewa kedudukan Maria dalam Gereja Katolik. Ia menjadi Bunda Pengantara Abadi. Devosi atau penghormatan terhadap perempuan sederhana ini sangat meluas hidup di kalangan umat beriman.
Dalam suatu pertemuan, seorang pastor paroki berkomentar tentang fenomena penghayatan iman umat parokinya. Ia berkata, “Mungkinkah kita salah dalam berkatekese?”
“Maksudnya?” tanya seorang rekan pastor lainnya.
“Ya. Saya bertanya-tanya penuh kekaguman dalam hati menyaksikan banyak umat di paroki saya berbondong-bondong ke bunda Maria setelah misa untuk berdoa pribadi. Tentu saja saya bangga umat kita memiliki devosi yang kuat terhadap bunda Maria. Mengapa yang berdoa di dalam gereja setelah misa di depan Yesus lebih sedikit daripada yang datang ke bunda Maria? Pikir saya, jangan-jangan kita telah salah berkatekese, bahwa bunda Maria lebih penting dan lebih menarik daripada Yesus?” begitu pastor paroki tersebut melontarkan gagasannya.
Tentu saja ungkapan pastor paroki tersebut bukan mempersalahkan orang Katolik yang berdevosi kepada bunda Maria. Di balik pertanyaan itu kita tahu, pastor tersebut bangga pada umatnya yang memiliki kebiasaan baik, berbondong-bondong ke bunda Maria setelah misa.
Memang bunda Maria telah terbukti menolong banyak orang yang datang padanya. Kita tahu, bahwa Tuhan Yesus tak mungkin cemburu pada bunda Maria yang banyak didatangi oleh umat beriman. Tuhan Yesus justru akan marah dan cemburu kalau kita datang pada dewa-dewi lain; datang ke gunung Kawi atau tempat-tempat lain yang menjanjikan penyelesaian persoalan-persoalan duniawi. Daripada datang ke tempat-tempat tersebut, bukankah kita sebaiknya datang dan berdoa bersama Maria?
Di tempat peziarahan Gua Maria Lourdes Poh Sarang Kediri, setiap malam Jumat Legi selalu ramai didatangi peziarah. Ketika masih studi Teologi, kami pernah mengadakan penelitian dan bertanya: mengapa Jumat Legi? Ternyata alasannya sepele. Yakni supaya orang-orang Katolik di Jawa Timur tak datang ke Gunung Kawi karena hari istimewa di sana adalah Jumat Legi juga. Penelitian Teologi Kontekstual kami mendapati kenyataan, bahwa ternyata ritual Gunung Kawi dihadiri ribuan orang setiap Jumat Legi. Ribuan orang itu bermacam-macam agamanya. Dan tentu saja banyak yang mengaku Kristen atau Katolik.
Jadi, mengapa datang ke tempat-tempat seperti itu? Bukankah Bunda Maria selalu dan siap sedia menerima kita, mendengarkan keluh kesah kita dan menghantarkan segala permohonan kita pada Yesus? Semoga kita semakin dekat dengan Bunda Maria. Selamat berziarah dalam iman yang benar.

Pengelola Renungan Harian JPIC SVD Distrik Jakarta


Senin, 1 Oktober 2007
Pesta St. Theresia dari Kanak-kanak Yesus, Perawan dan Pelindung Karya Misi
Yes 66:10-14c; Mat 18:1-5
========================================================

JALAN KECIL MENUJU KESUCIAN

Ada sementara orang berpikir bahwa hanya orang-orang tertentu saja yang bisa mencapai kesucian. Mereka menyangka bahwa untuk menjadi kudus orang harus melakukan karya-karya besar. Padahal karya-karya besar belum tentu menghantar orang kepada kekudusan. St.Theresia dari Kanak-kanak Yesus mengajarkan bahwa semua orang bisa mencapai kesucian melalui jalan atau cara-cara kecil, sederhana dan biasa. Pekerjaan-pekerjaan kecil atau tugas-tugas sederhana jika dilakukan dengan cinta kasih yang murni kepada Tuhan akan lebih bernilai daripada karya-karya besar tanpa cinta kasih.
Selama masa hidupnya St. Theresia melakukan tugas-tugas kecil dan sederhana. Ia suka mengepel lantai, mencuci dan menggosok pakaian, mencuci piring, dan lain-lain. Bukankah Anda dan saya pernah melakukan tugas-tugas kecil itu? Ya, pasti pernah sekali dalam hidup, kalau bukan setiap hari. Tetapi apakah kita telah melakukannya dengan kasih? Atau kita kerjakan semua itu dengan rasa terpaksa, muka muram, dan tanpa sukacita?
St. Theresia mengatakan bahwa jika pekerjaan-pekerjaan kecil itu dilakukan tanpa kasih, maka semuanya hanya akan menjadi beban dan tidak membawa berkat bagi diri sendiri dan sesama. Tetapi jika dilakukan dengan kasih, maka semuanya akan terasa sangat ringan, dan lebih lagi akan menjadi berkat bagi orang lain.
Jadi, bukan besarnya tugas yang menyucikan jiwa seseorang. Melainkan besarnya cinta kasih selama melaksanakan tugas-tugas itulah yang menghantar orang itu pada kesucian. Kesetiaan dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan kecil adalah dasar untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan besar. Sejatinya, karya-karya besar adalah puncak dari karya-karya kecil yang dilakukan dengan kesetiaan dan cinta kasih.
Supaya bisa melakukan tugas-tugas kecil dan sederhana dengan kasih, kita harus memiliki kerendahan hati yang mendalam. Hanya orang yang rendah hati yang bisa melakukan hal-hal kecil dengan kasih. Orang yang tinggi hati akan merasa terhina kalau melakukan hal-hal sederhana dan kecil. Mereka lupa akan kebenaran ini: bukan besarnya tugas yang membuat orang mencapai kesucian. Melainkan kerendahan hati dan kasih dalam melaksanakan tugaslah yang membuat orang mencapai kesucian. Ingatlah kata-kata St. Yohanes dari Salib berikut ini: Di akhir hidup, semua manusia akan diadili berdasarkan cinta kasih.

Marilah berdoa,
Ya Yesus, ajarilah aku untuk menjadi rendah hati dan doronglah aku untuk melaksankan semua tugas dan pekerjaanku dengan kasih. Amin.


Selasa, 2 Oktober 2007
Pw Para Malaikat Pelindung
Za 8:20-23; Luk 9:51-56
=====================

ANDALKAN MALAIKAT PELINDUNGMU

Gereja mengajarkan bahwa ada malaikat. Malaikat adalah makhluk rohani yang diciptakan oleh Allah untuk melayani Allah. Kita tahu ada malaikat Agung (Arch Angels), Kherubim dan Serafim. Setiap malaikat mempunyai tugas khusus. Malaikat Gabriel membawa khabar gembira. Malaikat Mikhael memimpin pasukan tempur; dan malaikat Rafael bertugas untuk menyembuhkan orang sakit dan mengusir roh-roh jahat. Sedangkan para kherubim dan serafim bertugas untuk melayani, memuji dan menyembah Allah. Di samping itu, ada malaikat pelindung yang bertugas untuk melindungi kita.
Dalam Kitab Keluaran Allah berfirman:”Sesungguhnya Aku mengutus seorang malaikat berjalan di depanmu untuk melindungi engkau di jalan dan untuk membawa engkau ke tempat yang telah Kusediakan…” (Keluaran 23:22). Malaikat adalah utusan Allah yang bertugas untuk melindungi, membimbing dan menghantar kita sampai pada tujuan hidup kita.
Kepada setiap orang yang mengandalkan Allah, Ia akan mengutus para malaikatNya. Alkitab berkata: “Sebab malaikat-malaikatNya akan diperintahkanNya kepadamu untuk menjaga engkau di segala jalanmu. Mereka akan menatang engkau di atas tangannya, supaya kakimu jangan terantuk pada batu. Singa dan ular tedung akan kau langkahi, engkau akan menginjak anak singa dan ular naga” (Mzm 90:11).
Yesus juga menegaskan apa yang dikatakan oleh para nabi sebelumnya: ”Jangan menganggap rendah seorang dari anak-anak kecil ini. Karena Aku berkata kepadamu: Ada malaikat mereka di sorga yang selalu memandang wajah BapaKu yang di sorga” (Matius 18:10)
Malaikat Tuhan selalu memberikan kepada kita merasa aman dalam seluruh jalan hidup kita. Mereka akan selalu membentengi kita, kalau kita setia pada tuntunan mereka. Mereka menjauhkan segala sesuatu yang dapat mencelakakan atau membahayakan kita. Sesungguhnya, kita tidak pernah sendirian dalam hidup ini. Bila Anda merasa bahwa hanya Anda yang berjuang dan berjalan sendiri di dunia ini, Anda sebenarnya sangat keliru. Yang benar adalah bahwa Allah tidak pernah meninggalkan Anda. Kapan dan di mana saja, Allah dan para malaikatNya tetap menjaga dan melindungi Anda. Apakah Anda setia kepada bimbingan mereka?


Marilah berdoa,
Malaikat Tuhan, engkau telah diserahi tugas oleh Tuhan untuk melindungi, menghantar dan membimbing aku selama aku di dunia ini sampai kepada hidup yang kekal. Ajarilah aku untuk mendengarkan dan mengikuti bimbinganmu. Amin.




Rabu, 3 Oktober 2007
Neh 2:1-8
Luk 9:57-62
================

IKUTILAH AKU

Iklan-iklan produk makanan dan minuman menawarkan kepada konsumen untuk membeli dan menikmati produknya seperti apa yang dilihat dan ditampilkan dalam iklan. Ternyata ada banyak konsumen membeli produk karena terpengaruh oleh iklan, hal itu dapat dikatakan bahwa pesan “Ikutilah aku” dari iklan telah tercapai.
Kehadiran Yesus dalam karya dan pelayanannya juga membuat banyak orang tertarik untuk mengikutinya. Tentunya ada banyak motivasi yang mereka bawa untuk mengikuti Yesus. Dalam kisah Injil hari ini orang datang kepada Yesus untuk mengikutinya, tetapi Yesus menantang kesungguhan kati dan niat mereka. “Ikutilah Aku” adalah sebuah undangan dan panggilan dari Yesus sendiri bagi setiap orang yang mau membuka diri dan hati untuk turut serta dalam karya keselamatan yang dilaksanakannya. Jawaban yang dituntut Yesus adalah jawaban tegas dan pasti dalam kebebasan dan tanpa pamrih.
Banyak orang mau mengikuti Yesus dengan menerima pembaptisan dan menjadi orang Kristen dan ada banyak yang berjuang sungguh-sungguh untuk mengikuti Yesus secara konsisten dan konsekwen. Namun jika kita jujur dan mau membuka mata pada realitas kehidupan ini ada banyak orang yang sudah berhianat dan meninggalkan Yesus karena merasa kecewa dengan Yesus yang tidak memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka. Ternyata pembaptisan hanya dijadikan kedok untuk “memaksa Yesus’ memenuhi keinginan hati pribadi. Tentu yang ada hanyalah kekecewaan. Karena sejak awal Yesus telah mengatakan bahwa Ia tidak memiliki harta kekayaan duniawi. Yesus dengan tegas juga mengatakan kalau mau mengikti dia harus meninggalkan segalanya dengan konsekwen dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada karya dan penyelenggaraan Allah.
Setiakah anda pada janji pembaptisan anda untuk menjawab undangan Yesus “Ikutilah Aku?” Atau adan telah menghianati Yesus dan “berselingkuh dengan kenikmatan dunia”? Mau mengikuti Yesus harus dengan niat yang tulus untuk mencari keselamatan dalam dia dan turut serta dalam karya penyelamatan Allah di tengah dunia. Kesetiaan pada Kristus dalam suka dan duka adalah panggilan seorang pengikut Kristus. Siapa yang setia akan menerima ganjaran keselamatan abadi.


Marilah berdoa,
Ya Kristus bantulah kami untuk setia mengikuti dikau dalam segala keadaan hidup kami.
Kuatkan kami dalam menghadapi godaan dunia ini
sehingga kami layak menerima keselamatan abadi.
Amin

Kamis, 4 Oktober 2007
Peringatan St. Fransiskus Asisi
Neh 8:1-4,6-7,8b-13; Luk 10:1-12
========================

SALAM DAMAI SEJAHTERA

Ketika merayakan ekaristi kita diundang untuk memberikan salam damai dengan maksud untuk saling mengampuni dan membagi damai sejahtera. Tetapi sayang damai yang disampaikan kerap dilakukan karena formalitas, tanpa ekspresi, kering, tanpa senyum dan tanpa melihat orang yang diberikan salam damai. Inikah damai sejahtera yang Yesus maksudkan untuk kita lakukan dan bawa dalam kehidupan kita sehari-hari??
Yesus mengutus murid-muridnya ketengah-tengah kehidupan masyarakat Yahudi, yang tentunya memiliki sikap-sikap yang berbeda, ada yang menerima dan menolak ajaran Yesus. Yesus meminta para murid untuk memberi dalam damai kepada setiap orang dalam rumah yang mereka masuki. Damai itu menjadi berkat bagi mereka yang menerima para murid. Tentunya ada yang menerima dan menolak kehadiran para murid, tapi tidak menyurutkan para mudir untuk mewartakan kabar keselamatan dan damai sejahtera bagi orang-orang Yahudi. Para murid diutus dalam kepasrahan kepada karya dan penyelenggaraan Allah supaya setiap orang boleh menerima keselamatan dan damai sejahtera.
Kita yang mengimani dan menjadi pengikut Kristus juga menerima tugas dan tanggungjawab perutusan yang sama. Membawa damai sejatera dan keselamatan ditengah kehidupan kita dan bagi dunia. Menjadi pertanyaan besar; bagaimana mungkin kita membawa damai sejatera kepada orang lain kalau kita sendiri tidak mengalami damai sejahtera dalam relasi iman kita dengan Kristus? Para murid telah lebih dahulu mengalami damai sejahtera bersama Yesus dan membuka diri dan hati untuk menerima tugas perutusan membawa damai sejahtera kepada orang lain.
Kini adalah juga tugas kita berusaha dengan sungguh-sungguh membuka diri terhadap karya dan kehendak Allah. Bekerjasama dengan Yesus sendiri untuk menjadi murid yang taat dan setia dalam kehidupan iman dan harian kita. Membiarkan Allah yang menggunakan diri kita sebagai penyalur kasih dan damai sejahteranya ditengah keluarga dan kehidupan bangsa kita. Disisi lain kita juga harus siap untuk mengalami peristiwa penerimaan dan penolakan dari dunia yang saat ini sudah sangat memprihatinakan, yang dipenuhi kebendian, dendam dan dosa. Tugas kita adalah tetap setia membawa damai sejahtera dan keselamatan bagi mereka.
Apakah saya sudah membawa damai sejahtera dan keselamatan dalam keluarga dan lingkungan hidup saya. Bukalah hati, budi dan pikiran anda untuk menjadi alat Kristus dalam karya penyelamatan dunia.

Marilah berdoa,
Ya Allah, kuatkan kami dalam mewartakan damai sejatera dan keselantanMu di tengah kehidupan keluarga dan lingkungan hidup kami. Amin



Jumat, 5 Oktober 2007
Bar 1:15:22
Luk 10:13-16
=================

KECAMAN TERHADAP KOTA-KOTA

Tata perilaku yang berlaku di sebuah kota atau tempat menunjukkan mentalitas orang-orang yang mendiaminya. Kota yang tertata rapi, bersih, tertib dan aman niscaya menunjukkan bahwa aparat dan rakyat kota tersebut juga memiliki kebiasaan yang baik. Sebaliknya kota yang kotor, mencekam dan semrawut menandakan bahwa penduduknya suka membuang sampah sembarangan, tidak berdisiplin dan segala macam perilaku negatif lainnya.
Tak dapat disangkal lagi jika hendak melihat perilaku dan sifat orang-orang yang diam di sebuah tempat, lihatlah cara mereka menata kota mereka. Paradigma semacam ini sering kita jumpai pula dalam Alkitab. Ada kategori kota yang baik dan kota yang jahat. Terdapat kota damai, namun ada pula kota maksiat.
Rupanya seperti itulah yang terjadi ketika Yesus mengucapkan kecaman terhadap kota-kota. “Celakalah Khorazim...Celakalah Betsaida...” Apa yang diucapkan Yesus dengan keras itu merupakan reaksiNya atas penolakan mereka terhadap Dia yang adalah Sang Juru Selamat.
Tentu saja sama seperti manusia, sebuah kota juga dapat bertobat. Keadaan yang semrawut tak tertata sangat mungkin diubah menjadi lebih baik dengan pembangunan. Dengan demikian, ketika Yesus melancarkan kecaman terhadap kota-kota itu sesungguhnya yang Ia kehendaki adalah pembangunan mentalitas manusianya. Dengan kata lain, Ia mengajak orang-orang bertobat dan menerima Kabar Baik dariNya.
Pembangunan mentalitas manusia dapat dimulai dari hal-hal yang kecil dan sederhana. Keuskupan Agung Jakarta saat ini sedang mengadakan sebuah gerakan mencintai lingkungan yang bersih. Dihimbau kepada umat Katolik untuk membiasaka diri membuang sampah pada tempatnya dan kalau perlu berdisiplin memisahkan sampah organik dan non organik. Mungkin kita menilai kebijakan tersebut bukan hal yang baru atau bahkan sepele. Sesungguhnya salah lah penilaian kita. Ajakan mencintai kebersihan bukanlah sesuatu yang sepele, sebab terkait erat dengan penghayatan iman. Mengupayakan lingkungan yang bersih adalah sebagian usaha terlibat dalam karya penciptaan Allah, sebab bukankah pada awalnya Tuhan menciptakan segala sesuatu itu BAIK ADANYA?
Mari kita dukung kebijakan semacam itu dengan niat sungguh-sungguh memperbaiki diri kita. Komitmen kuat perlu dibangun di antara para orang tua supaya mereka senantiasa mengajarkan dan mengingatkan anak-anak untuk membuang sampah pada tempatnya dan mencintai kebersihan. Merombak mentalitas lama yang buruk secara serempak dan bersama-sama niscaya akan menyebabkan kota dan lingkungan hidup kita berubah. Percayalah...

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, semoga kami rela menyumbangkan sesuatu yang baik demi kesejahteraan bersama dengan bersungguh-sungguh mengubah kebiasaan-kebiasaan buruk kami. Amin.





Sabtu, 6 Oktober 2007
Bar 4:5-12,27-29
Luk 10:17-24
===========================================================================

DISEMBUNYIKAN BAGI ORANG BIJAK DAN PANDAI

Tukul Arwana yang menjadi tokoh acara TV Empat Mata pernah diledek oleh bintang tamunya. Tukul dikatakan sebagai orang yang sok pintar. Menanggapi ledekan itu Tukul tidak marah. Ia berkilah, “Gakpapa sok pintar, wong kenyataannya bodo. Itu lebih baik daripada jadi orang pintar tapi kerjaannya mbodohin orang.”
Kehidupan kita sehari-hari seringkali dipenuhi obsesi untuk mengejar kepintaran. Dalam fenomen semacam itu banyak orang tua yang rela mengeluarkan biaya banyak untuk mendapatkan pendidikan yang terbaik bagi anak-anak mereka. Tujuannya tentu saja agar anak-anak menjadi pintar.
Betapa bangganya orang tua yang mendapati anak-anak mereka bertumbuh menjadi cerdas dan pintar. Tentu saja upaya menjadikan anak-anak kita pintar tidak lah salah. Hanya saja seringkali kita lupa bahwa fokus kepintaran itu tidak hanya pada kepintaran intelektual. Seringkali kita menyangka bahwa kepandaian intelektual adalah jaminan untuk menjadi orang sukses dan besar.
Banyak orang pandai dan pintar di negeri kita ini, tapi sayangnya seperti yang dikatakan oleh Tukul itu banyak pula orang pintar itu yang pekerjaannya membodohi orang lain demi keuntungan pribadi. Orang-orang besar dan pintar menganggap rakyat bodoh dan tak tahu apa-apa. Mereka menipu rakyat dengan membuat kebijakan-kebijakan yang tak pro-rakyat.
Yesus mengkritik cara hidup yang demikian itu. Ia mengecam orang-orang yang menganggap diri bijak dan pandai tapi tidak mau membuka diri terhadap Kebenaran Ilahi yang diwartakan Yesus dan para muridNya. Pengalaman hidup Yesus menunjukkan bahwa justru orang-orang kecil dan sederhana lah yang memperoleh suka cita dan kebahagiaan karena menerima dengan tulus Kabar Gembira Tuhan.
Rahasia iman seringkali tak dapat menembus otak dan kepintaran manusia. Mereka yang pandai dan merasa diri bijak tak membutuhkan Tuhan. Mereka menyangka bahwa kepandaian itu dapat menolong mereka.
Tentu saja renungan ini tak hendak mengajak kita menjadi orang bodoh. Mengupayakan kepandaian dan kebijaksanaan tetap perlu bagi kita, hanya saja jangan sampai kita menjadi pongah dan membodohi orang lain dengan kepintaran yang kita miliki. Kepandaian dan kebijaksanaan perlu diimbangi dengan kerendahan hati di hadapan Tuhan bahwa Dialah Sang Sumber Pengetahuan Sejati. St. Paulus pernah berkata bahwa salib bagi para pengikut Kristus itu bisa jadi merupakan kebodohan menurut kriteria orang Yunani. Tapi bukankah Yesus sendiri rela dianggap sebagai penjahat hina dan memikul salib, padahal kita tahu bahwa Dia adalah Putera Allah. Semoga hidup kita menjadi lebih bahagia karena kesanggupan kita rendah hati rela dianggap bodoh orang lain yang menganggap diri mereka pintar.

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, semoga kami senantiasa menjadi rendah hati dan tak mengandalkan kepandaian manusiawi kami. Amin.


Minggu, 7 Oktober 2007
Pekan Biasa XXVII
Hab 1:2-3,2:2-4; 2Tim 1:6-8,13-14; Luk 17:5-10
===========================================================================

KAMI HANYALAH HAMBA-HAMBA YANG TAK BERGUNA

Dalam dunia manajemen, pujian merupakan tindakan yang sangat penting untuk meningkatkan kinerja. Jika seorang pemimpin melihat karyawannya telah berprestasi atau melakukan sesuatu yang baik dalam kerjanya, pujian selayaknya diberikan padanya. Tentu saja reward atau imbalan yang pantas juga dapat diberikan secara material, entah dengan memberikan bonus ataupun kompensasi lainnya. Meski begitu, terbukti secara psikologis pujian yang tulus akan memberikan efek positif untuk maju dan berkembang selanjutnya.
Tentu akan menjadi sebuah persoalan juga ketika motivasi yang mendasari seseorang adalah pujian. Yang seperti itu pun tidak lah ideal sebab bisa jadi ia akan menjadi tidak bersemangat kalau tidak ada orang memberikan pujian padanya.
Injil hari ini memberikan pengajaran tentang kerendahan hati. Ajaran Yesus bukannya melawan prinsip manajemen modern ketika Ia mengatakan bahwa kita hanyalah hamba-hamba yang tak berguna; yang hanya melakukan apa yang harus kita lakukan. Dengan pernyataanNya itu, Yesus hendak mengingatkan kita agar tidak haus pujian manakala kita melakukan yang baik dan berprestasi dalam apa saja yang kita lakukan.
Ketika kita dipuji, ya kita mengucap syukur. Tetapi jika tak ada pujian atas perbuatan baik kita, hendaklah kita tidak kecewa dan tak mau lagi berbuat baik. Ada begitu banyak orang di sekitar kita yang sesungguhnya telah menjalani nasihat Yesus ini, yakni dengan rendah hati dan rela tersembunyi melakukan tugas dan kewajibannya tanpa haus akan publikasi.
Adalah seorang misionaris Belanda yang bertahun-tahun tekun tinggal di rumah kecil dan jauh dari hingar bingar. Dari hari ke hari ia bertekun dengan teks-teks sastra Jawa kuno, menyalin serta menerjemahkan serta menafsirkannya. Ya, dia adalah romo Zoetmoulder, SJ, seorang misionaris dan ilmuwan sastra Jawa kuno dari Yogyakarta.
Hidupnya mengalir dengan begitu sederhana, tanpa publikasi dan tebar pesona pujian di sana sini. Dia menghayati askese sebagai seorang empu-ilmuwan yang rela tinggal di sebagian rumah pastoran Kumetiran. Ia konsisten dengan tugas yang diembannya. Memang pujian pernah juga ia terima dari kalangan cendekiawan dan pecinta sastra Jawa kuno. Tapi saya yakin seratus persen, pastilah bukan karena pujian itu yang mendorongnya menulis ratusan buku dan artikel berbobot dan akhirnya menghasilkan karya monumental kamus Jawa kuno. Bisa jadi sabda Yesus lah menjadi daya pendorongnya dalam berkarya: “Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tak berguna; kami hanya melakukan apa yang harus kami lakukan.”

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, berilah kami daya dorong untuk menghasilkan sesuatu yang baik, bukan karena mengharapkan pujian semata, tetapi terlebih karena kerendahan dan ketulusan kami melakukan segala sesuatu dalam namaMu. Amin.




Senin, 8 Oktober 2007
Yun 1:1-17
Luk 10:25-37
===========================================================================

BELAS KASIH TERHADAP SESAMA UKURAN MEMPEROLEH HIDUP KEKAL

Penginjil Lukas menganggap penting arti belas kasih terhadap sesama yang miskin dan lemah. Ia mendokumentasikan banyak perumpamaan indah yang diajarkan oleh Yesus. Perumpamaan tentang orang Samaria yang baik hati adalah salah satu perumpamaan indah yang terdapat dalam Injil. Perumpamaan ini diletakkan dalam konteks pertanyaan seorang ahli Taurat yang hendak mencobai Yesus. Ia bertanya: “Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?”
Jelas sekali topik utama pertanyaan itu adalah hidup kekal. Setelah itu Yesus bercerita tentang orang Samaria yang baik hati; yang menolong seorang yang menjadi korban perampokan. Orang Samaria inilah yang kemudian disebut sebagai sesama manusia bagi orang yang jatuh ke tangan penyamun. Sementara itu dua orang lain yakni seorang imam dan Lewi yang lewat begitu saja di hadapan korban perampokan tidak termasuk sebagai sesama. Kesimpulannya jelas; kalau mau memperoleh hidup kekal; pergilah dan perbuatlah seperti orang Samaria itu.
Dari apa yang dikatakan oleh Yesus itu menjadi jelaslah inti pesan Injil, bahwa terdapat hubungan erat dan signifikan antara belas kasihan terhadap sesama yang menderita dengan hidup kekal. Juga dalam kisah Lazarus yang miskin dan orang kaya, kita dapat menyimpulkan mengapa pada akhirnya orang kaya itu tidak dapat menikmati pangkuan bapa Abraham dan keadaan setelah kematiannya tersiksa di api neraka. Penyebabnya adalah karena ia menutup mata terhadap penderitaan Lazarus selama di dunia. Lazarus tiap hari ada di depan pintu rumahnya, mengharapkan serpihan roti yang tersisa dari meja perjamuan, tapi tak ada tindakan dari orang kaya itu untuk menolong Lazarus. Terhadap orang miskin tak ada solidaritas, maka tak ada hidup kekal yang menyenangkan.
Menolong sesama yang sedang jatuh, sengsara dan miskin adalah sesuatu yang penting dalam hidup kita. Begitu pentingnya aktivitas tersebut sehingga Yesus berkali-kali mengingatkan korelasinya dengan hidup kekal. “Barangsiapa melakukan sesuatu untuk salah seorang saudaraKu yang hina ini, dia melakukannya untukKu,” demikian Yesus pernah bersabda.
Sungguh, ukuran mencintai dan mengasihi Tuhan dapat dilihat dari praktek hidup kita terhadap sesama yang menderita. Sudahkan kita memiliki compassion (belas kasih)? Kalau kita hendak mengukur cinta kita terhadap Dia, cintailah sesama kita tanpa ukuran, terutama mereka yang sedang ditimpa kemalangan dan membutuhkan pertolongan kita.

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, berilah kami senantiasa kepekaan hati menolong sesama yang membutuhkan pertolongan sehingga dengan demikian kami boleh menikmati janjiMu, yakni memperoleh hidup kekal. Amin.






Selasa, 9 Oktober 2007
Yun 3:1-10
Luk 10:38-42
===========================================================================
BERSAING MEREBUT HATI YESUS

Adalah seorang pemuda yang sering “main” ke rumah salah satu keluarga tidak jauh dari tempat kerjanya. Ternyata di rumah keluarga itu ada dua orang puteri kakak-beradik. Keduanya cantik dan lincah. Pemuda itu berpikir-pikir bagaimana cara menemukan strategi jitu agar salah satu dari dua puteri itu akan terjaring untuk menjadi tambatan jantung-hatinya. Untuk meraih tujuan tersebut pemuda itu mulai ikut-ikut kegiatan di lingkungan. Bakat main gitar dan pintar menyanyi membuat dia semakin dikenal oleh umat di lingkungan. Ketua seksi liturgi lingkungan meminta kesediaannya untuk menjadi dirigen koor lingkungan. Tawaran itu diterimanya dengan penuh sukacita. Pintu masuk untuk meraih idamannya terbuka lebar! Dua orang gadis beradik-kakak yang cantik lagi lincah itu adalah dua puteri dari Ketua Seksi Liturgi Lingkungan. Keduanya aktif sebagai anggota koor lingkungan. Suara keduanya pun aduhai! Maka, singkat kata, proses rajut-merajut tali-temali jaringan kasih antara pemuda sang dirigen dengan kedua puteri itu terjadilah. Bersaing merebut hati sang pemuda bersemilah dalam lubuk hati kedua sang puteri. Yesus bersama murid-muridNya sering “main” ke rumah Marta dan Maria. Yesus sangat mencintai mereka. Rupanya mereka sadar betul rumah mereka bagi Yesus bagaikan oasis penuh kesejukan dan kenyamanan. Yesus membutuhkan suasana sejuk dan nyaman, sekadar melepas rasa letih, setelah sibuk berkeliling berbuat baik. Yesus membutuhkan kekuatan agar dapat melanjutkan misiNya yang segera mencapai puncaknya di Yerusalem. Yesus sangat mendambakan Marta dan Maria sungguh-sungguh merasakan pergulatan batinNya dan bahkan mendukung dengan sepenuh hati apa yang sedang diperjuangkan Yesus, yakni berhasil tuntas memenangkan terwujudnya kehendak Allah, yang merupakan tujuan tunggal tugas perutusanNya untuk keselamatan manusia. Marta dan Maria bersaing merebut hati Yesus yang sedang “bergundah-gulana” membayangkan peristiwa penyaliban yang akan segera menimpa diriNya. Apa boleh buat, “persaingan” dimenangkan oleh Maria. Dia mendapat bagian yang terbaik, karena manfaatkan waktu sebaik-baiknya untuk dekat dengan Yesus dan dengan penuh perhatian mendengarkan curahan hati Yesus. Marta sibuk dengan urusan dapur (perut). Itu baik, tetapi tidaklah cukup. Karena itulah dia dapat teguran dari Yesus. Dengan itu dia disadarkan agar waktu untuk mendekatkan diri pada Yesus, mendengarkan dan meresapkan firmanNya harus mendapat prioritas. Hanya dengan begitu kesibukannya menjadi bermakna. Bagaimana dengan anda? Mampukah anda merebut hati Yesus? Berani bersaing dengan Maria? Silakan! Tetapi daripada kalah bersaing, sebaiknya anda dengan rendah hati belajar dari cara Maria mendapatkan bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya, yaitu selalu siapkan waktu untuk dekat dengan Yesus, rajin merayakan ekaristi, tekun berdoa, setia merenungkan firman Tuhan dan dengan teguh hati menghayatinya.

Marilah berdoa,
Tuhan Yesus, semoga aku selalu dapat memilih bagian yang terbaik, seperti Maria. Amin.


Rabu, 10 Oktober 2007
Yun 4:1-11
Luk 11:1-4
===========================================================================

BAPA MAMA AJARLAH KAMI BERDOA

Hai, para bapa dan ibu, pernahkah mendengar putera-puterimu meminta seperti ini: “Bapa mama, ajarlah kami berdoa?” Anda sebagai bapa dan ibu merasa bangga dan berbahagia kalau putera-puterimu meminta untuk diajarkan berdoa. Sebaliknya, merasa sedih kalau putera-puterimu tidak pernah meminta untuk diajarkan berdoa! Kalau putera-puterimu tidak pernah meminta seperti itu, siapakah yang harus bertanggung jawab? Resapkan makna pernyataan ini: “Bapa ibu adalah guru pertama dan utama bagi anak-anaknya!” Apa yang wajib bapa dan ibu lakukan agar putera-puterimu pada waktunya mendekatimu dan meminta untuk diajarkan berdoa? Cinta akan doa atau kebiasaan berdoa itu harus ditanamkan dalam diri putera-puterimu sejak mereka dilahirkan. Bagaimana itu bisa terwujud? Cinta akan doa atau kebiasaan berdoa harus lebih dahulu membudaya dalam diri dan hidup bapa dan ibu. Cara berdoa bapa dan ibu harus berdaya pikat, mampu menarik minat putera-puterimu sedemikian rupa sehingga mereka secara spontan minta kepadamu: “Bapa mama, ajarlah kami berdoa!” Murid-murid Yesus sering menyaksikan Yesus berdoa. Yesus tidak hanya sibuk berkeliling mewartakan kerajaan Allah sambil berbuat baik, tetapi juga menyendiri ke tempat sunyi untuk berdoa. Bagi Yesus berdoa itu adalah suatu aktivitas yang menjadi puncak dari semua aktivitasNya yang lain. Yesus berdoa tidak sekadar mengisi waktu luang. Berdoa bagi Yesus adalah kebutuhan yang mendarah-daging, yang erat melekat pada hati batinNya. BagiNya aktivitas berdoa itu adalah roh yang menjiwai seluruh kegiatanNya dan kunci keberhasilanNya dalam mengemban tugas perutusan sebagai Almasih. Tentu murid-muridNya akhirnya merasa sangat terkesan dengan seringnya dan caranya Yesus berdoa. Yesus tidak mengajarkan murid-muridNya berdoa dengan cara menggebu-gebu. Dia tidak memaksakan keinginanNya. Biarlah murid-muridNya yang mengambil inisiatif meminta untuk diajarkan doa. Begitulah yang terjadi sebagaimana dikisahkan dalam Injil hari ini. Salah seorang murid-muridNya minta kepadaNya: “Tuhan, ajarlah kami berdoa!” Permintaan ini disampaikan setelah Yesus berdoa di salah satu tempat. Atas permintaan tersebut, Yesus akhirnya menyingkapkan rahasia doaNya. Ternyata Yesus memiliki doa yang sangat istimewa, yakni doa “BAPA KAMI”. Doa ini punya daya pikat luar biasa dan daya tembak jitu yang menohok jantung kerahiman Allah Bapa. Doa BAPA KAMI adalah jantung dan acuan segala doa. Doanya padat, singkat, jelas dan bernas isinya. Doa ini seakan menegur orang yang suka bertele-tele dalam doanya seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah (bdk. Mat.6:7). Doa BAPA KAMI hendaknya menjadi acuan semua doa kita. Dalam berdoa kita berhadapan dengan Allah sebagai Bapa kita yang mahabaik. Ungkapkan saja dengan polos inti harapan dan kerinduan kita, yakni: agar Nama Allah dikuduskan, KerajaanNya datang ke dunia ini. Allah Bapa kita yang mahabaik itu pasti akan memperhatikan kebutuhan mendasar kita, yaitu: rejeki setiap hari secukupnya, pengampunan atas dosa-dosa kita serta dijauhkan dari segala pencobaan.

Marilah berdoa,
Bapa kami yang ada di surga, dimuliakanlah namaMu, datanglah kerajaanMu, jadilah kehendakMu di atas bumi seperti di dalam surga. Berilah kami rejeki pada hari ini dan ampunilah kesalahan kami seperti kami pun mengampuni yang bersalah kepada kami. Dan janganlah masukkan kami ke dalam percobaan, tapi bebaskanlah kami dari yang jahat. Amin
.

Kamis, 11 Oktober 2007
Mal 3:13-4:2a
Luk 11:5-13
===========================================================================
MINTA DAN DAPAT

Orang berkata, “jika anak minta ikan, berilah kail.” Kalimat itu memang bagus, maksudnya juga bagus. Tetapi kerap kali karena pemikiran segalanya harus instan, maka lebih sering yang diharapkan adalah ikannya, bukan kailnya. Demikian pun dalam hal meminta kepada Bapa Surgawi. Sering kali ketika meminta, kita berharap bahwa Dia akan memberi apa yang kita minta. Kita berharap bahwa Dia akan memberi seperti yang kita harapkan.
Pengalaman dalam doa, mengajarkan pada kita bahwa Tuhan amat jarang memberi “ikan”. Dia lebih sering memberi “kail” yang mungkin malah kail dalam kondisi yang belum dipasang. Sering kali kail yang Dia beri, berupa kail dalam kondisi yang belum siap pakai. Ketika kita berharap mendapat bunga dan kupu-kupu yang indah dalam kehidupan ini, ternyata lebih sering kita mendapatkan kaktus berduri dan ulat dalam hidup. Kita mengharapkan yang indah dan baik, tetapi justru duri derita dan kejijikan dalam ulat yang kita dapatkan. Pemikiran segalanya harus instan, mengacaukan pandangan kita. Maka, ketika menerima kaktus dan ulat itu, kita menjadi patah semangat. Padahal jika kita bersabar, bertekun, maka kaktus itu juga akan menghasilkan bunga yang amat langka dan ulat itu akan berubah menjadi kupu-kupu yang indah.
Betapa sering kita menjadi orang yang tak sabar dalam mengharapkan bantuan rahmat Ilahi. Gambaran kita adalah “Tuhan akan memberi seperti yang kita bayangkan” karena Dia berkata,”jika kamu meminta, kamu akan mendapat.” Alangkah baiknya bila kita membuka mata hati kita untuk mengerti bahwa Tuhan memang selalu menjawab doa kita. Tetapi kita hendaknya sadar bahwa Tuhan lebih sering memberi kita “kail”, bukan “ikan”nya. Kita berdoa namun juga berusaha supaya kail itu menghasilkan ikan.

Aku meminta kekayaan agar aku bahagia,
namun Dia memberi kekurangan agar aku bijaksana.
Aku minta kuasa agar aku dipuja,
namun Dia memberiku kelemahan agar aku tergantung padaNya.
Aku minta segala sesuatu agar aku menikmati kehidupan,
namun Dia memberiku kehidupan, agar aku menikmati kehidupan.
Aku minta kesehatan agar aku mengerjakan yang lebih besar,
namun Dia memberiku anugerah agar mengerjakan yang lebih baik.
Aku tidak selalu mendapatkan apa yang aku minta,
tetapi aku tahu, bahwa doaku selalu terjawab”


Marilah berdoa,
Ya Yesus, ajarilah kami berdoa dengan tekun dan sabar. Amin
.


Jumat, 12 Oktober 2007
Yl 1:13-15
Luk 11;15-26
===========================================================================

SETAN DAN TUHAN

Emily, seorang yang meninggal karena kerasukan setan. Imam yang membantu dia terlepas dari cengkeraman setan malah dituduh sebagai pembunuh yang menyebabkan kematian Emily. Stigmata yang ada pada tubuh Emily dianggap oleh jaksa penuntut sebagai akibat dari sakit ayan yang dideritanya. Akibatnya, imam yang mendampinginya harus diadili. Melihat dari data dan fakta, penuntut menang karena jejak data kekuasaan ilahi tidak dapat dibuktikan secara ilmiah. Pembela tidak dapat menunjukkan bukti bahwa memang benar imam itu membantu dalam soal yang bersifat mistik. Meskipun secara nyata keterlibatan alam mistik Ilahi dapat dirasakan, tetapi data ilmiah tidak dapat mendukung. Akhirnya, imam itu diputuskan bersalah tetapi tidak menjalani hukuman penjara. Persoalan apakah Emily adalah seorang penderita ayan atau seorang kudus yang amat menderita karena mendapat tanda sengsara Tuhan dapat diputuskan sendiri ketika seorang berkunjung ke pusaranya dan menikmati buah penderitaannya.
Eksorsisme memang praktek Gerejani yang tetap relevan sampai sekarang. Banyak orang bersikap seperti penuntut dalam film “exorcism” dan minta data ilmiah tentang tanda-tanda kerasukan setan. Sementara beberapa orang lain berpikir bahwa tanda-tanda mistis keterlibatan iblis juga merupakan hal yang nyata dan harus diperangi secara mistik Kristiani.
Yesus juga dituduh sebagai seorang pelaku eksorsis. Persoalannya, orang menilai Dia melakukannya dengan kekuatan Iblis. Menilai kekuatan iblis dan kekuatan Tuhan, mungkin tidak selalu mudah. Kadang timbul penilaian bahwa jika segalanya tampak baik, maka itu adalah pekerjaan Tuhan, sedangkan bila terjadi sebaliknya, itu adalah pekerjaan iblis. Itulah salah satu penyesat dalam meletakkan kepercayaan. Padahal Tuhan tidak selamanya membuat kita sehat. Tuhan juga tidak selamanya membuat kita tidak harus memikul salib. Bahkan kita sudah diperingatkan, siapa yang mau mengikuti Dia, harus siap memikul beragam bentuk salib kehidupan. Betapa sering kita menduga bahwa penderitaan adalah tanda pekerjaan iblis atau tanda bahwa Tuhan amat jauh. Hal yang terjadi bisa sebaliknya. Justru ketika mengalami hal yang baik dan menyenangkan kita harus lebih waspada dan bertanya, apakah itu pekerjaan iblis atau pekerjaan Tuhan?
Orang pada zaman Yesus juga bertanya-tanya, kekuatan apakah yang dipakai oleh Yesus. Apakah itu kekuatan Ilahi atau kekuatan Iblis? Tetapi dari buahnyalah kita bisa menilai apakah kebaikan itu dari Tuhan atau dari iblis.

Marilah berdoa,
Ya Yesus, lingkupilah kami dengan kekuasaan IlahiMu.
Jangan biarkan kami terjebak dan bersandar pada kekuasan beelzebul.
Amin.






Sabtu, 13 Oktober 2007
Yl 3:12-21
Luk 11:27-28
===========================================================================
ALLAH SUMBER KEBAHAGIAAN

Hidup dalam kebahagiaan merupakan hal yang amat didambakan manusia. Untuk maksud ini manusia terus berjuang mewujudkannya. Tentang kebahagiaan seringkali ada perbedaan pemahaman pada masing-masing orang. Sebetulnya hal penting yang perlu disadari bahwa kebahagiaan itu berkaitan dengan disposisi batin manusia. Karena itu, kebahagiaan selalu dimengerti sebagai situasi batin dimana orang merasa damai, tenang, nyaman, senang/sukacita, dan seterusnya.
Ketika seorang wanita menyatakan kepada Tuhan Yesus: “ Berbahagialah ibu yang telah mengandung Engkau dan susu yang telah menyusui Engkau ”; Tuhan Yesus menyatakan: “ Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan memeliharanNya.” Pernyataan dari Tuhan Yesus ini menunjukkan bahwa sumber kebahagiaan manusia itu adalah Allah sendiri. Agar manusia mengalami kebahagiaan, maka Allah menuntun manusia dengan firmanNya sendiri. Oleh karena itulah Tuhan Yesus mengatakan, “ Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan memeliharanya.”
Seruan ini jelas mengisyaratkan umat manusia bahwa firman Allah tidak hanya sekedar didengar atau dibaca. Lebih jauh dari itu, firman Allah harus dipelihara dan dilaksanakan dalam hidup. Dalam kesungguhan memelihara dan melaksanakan firman Allah, lambat laun menghantar manusia menemukan makna hidupnya dalam terang firman itu sendiri.
Seringkali manusia kehilangan kebahagiaan. Sebab utama dari hal ini adalah karena orang mencari atau mengusahakan kebahagiaan pada sumber-sumber yang sementara sifatnya. Memang penting bahwa manusia berjuang agar hidupnya menjadi lebih kaya; mengemban jabatan/pangkat tertentu sebagai panggilan hidup; mengupayakan status sosial yang layak sebagai perwujudan dari keluhuran martabat. Tetapi harus tetap diingat bahwa semua hal ini adalah sarana dan bukan tujuan dalam hidup. Tujuan hidup manusia adalah kebahagiaan; dan seperti yang telah diungkapkan di atas, sumber kebahagiaan adalah Allah sendiri. Maka, barangsiapa mendambakan kebahagiaan datanglah kepada Allah; dengarkanlah firmanNya dan laksanakan itu dalam hidup.
Dengan banyaknya gerakan-gerakan iman sekarang ini, maka hampir dapat dipastikan kita banyak membaca firman Tuhan dalam Kitab Suci dan menggumuli isinya.
Persoalannya, apakah kita melaksanakan firman Tuhan itu dalam hidup? Kalau firman Tuhan sudah kita laksanakan, apakah hal tersebut kita laksanakan dengan tekun dan konsisten?

Marilah berdoa,
Allah Sang Sumber Kasih, bantulah kami dengan RohMu yang kudus, agar selalu terdorong mencari makna hidup dalam firmanMu. Semoga firmanMu menuntun kami dan mengarahkan jalan hidup, sehingga akhirnya kami menemukan kabahagiaan hidup. Dikaulah sumber hidup kami, kini dan sepanjang segala abad. Amin.




Minggu, 14 Oktober 2007
Pekan Biasa XXVIII
2Raj 5:14-17; 2Tim 2:8-13; Luk 17:11-19
===========================================================================
YESUS KRISTUS CINTA ALLAH YANG MENYEMBUHKAN

Dalam pandangan lama bangsa Yahudi penyakit kusta dilihat sebagai penyakit yang menajiskan. Karena itu orang yang berpenyakit kusta harus diasingkan dan hidup terbuang di luar komunitas. Apabila mereka berpapasan dengan orang lain, maka dari jauh mereka harus berteriak najis agar orang tidak mendekat. Seringkali mereka dilempari batu supaya menjauh dari sesamanya. Dengan perlakuan seperti ini mereka tidak hanya mengalami penderitaan fisik tetapi juga penderitaan bathin yang sangat mendalam.
Haruskah mereka mengalami situasi terpuruk seperti ini? Sebenarnya tidak; apabila orang lain memahami dan mau solider dengan mereka. Perlakuan yang mereka terima justru sebaliknya.
Dalam kondisi seperti ini hasrat untuk sembuh demikian kuat. Maka ketika Yesus lewat, mereka memohon, “Yesus guru kasihanilah kami.” Lalu Yesus menyuruh mereka: “Pergilah perlihatkan dirimu kepada imam-imam.” Dalam perjalanan mereka sembuh. Akan tetapi walaupun mereka mendapat rahmat kesembuhan secara luar biasa, namun hanya satu orang dari mereka yang kembali kepada Yesus untuk bersyukur. Dia itu orang kafir.
Dalam peristiwa penyembuhan ini nampak jelas kuasa Allah yang penuh kasih. Pengalaman akan kasih Allah melalui Tuhan Yesus tidak hanya dialami oleh orang-orang kusta itu hanya pada saat mereka merasa dirinya sembuh. Pengalaman kasih Allah mereka rasakan ketika Tuhan Yesus mau mendengarkan mereka, berdialog dan datang dekat pada mereka. Perlakuan seperti ini amat berbeda dengan perlakuan sesamanya.
Kekuatan cinta Allah yang mampu membebaskan manusia dari situasi keterpurukan seharusnya mendorong manusia untuk bersyukur kepada Allah. Dari cerita tentang sepuluh orang kusta kenyataanya lain. Hanya satu dari mereka (orang kafir ) yang datang kepada Yesus untuk bersyukur. Sembilan yang lain berjalan terus dan tidak pernah kembali lagi untuk bersyukur. Lalu Yesus bertanya: “Di manakah sembilan orang yang lain, bukankah mereka juga telah sembuh? “
Kadang-kadang manusia berpikir bahwa dengan pertanyaan ini seolah-olah Tuhan Yesus menuntut. Dalam arti tertentu bisa benar demikian. Tetapi kita juga bisa mengartikan pertanyaan di atas sebagai bentuk pendekatan dari Tuhan sendiri yang mau mengarahkan manusia agar menyadari penyelenggaraan Allah dalam hidup. Artinya kebaikan yang manusia alami dalam hidup bukanlah semata-mata karena kehebatan dan hasil dari kerja manusia semata-mata. Kebaikan itu dialami justru karena Allah bermurah hati. Karena itu bersyukur dan berterima kasih kepada Allah mutlak sifatnya.
Rahmat kesembuhan yang dialami orang kusta sebagaimana diceritakan dalam Injil adalah tanda kasih Allah. Kasih Allah dialirkan kepada masing-masing orang dalam banyak bentuk. Ada yang mengalami kasih Allah dalam bentuk perkembangan usaha, suasana rumah yang baik dan bahagia, anak-anak yang baik dan cerdas, lingkungan hidup yang nyaman dan suasana kebersamaan yang penuh persaudaraan, terbebas dari masalah-masalah yang rumit, dll.
Kita bersyukur untuk semuanya itu, kita perlu selalu sadar untuk tidak melewatkan hari-hari hidup dengan rasa bangga dan gembira tanpa kembali untuk bersyukur kepada Dia yang telah memberikannya.
Maka kita perlu bertanya kepada diri kita masing-masing apakah kita telah menjadi seperti satu orang kusta yang kafir? Atau seperti sembilan orang kusta lainnya yang setelah mengalami kesembuhan tidak kembali lagi kepada Yesus?

Marilah berdoa,
Allah yang Maha Baik, banyak rahmat telah kami terima dari padaMu. Seringkali kami larut dalam kegembiraan dan tenggelam dalam banyak kesibukan, sehingga tidak datang untuk bersyukur kepadaMu. Sadarkanlah kami ya Tuhan akan kelemahan ini dan tuntun kami pada jalanMu. Sebab Dikaulah sumber hidup kini dan sepanjang masa. Amin.



Senin, 15 Oktober 2007
Peringatan St. Theresia Avila, Perawan dan Pujangga Gereja
Rm 1;1-7; Luk 11:29-32
===========================================================================

TANDA SEBAGAI BUKTI

Suatu kali seorang manajer memanggil wakilnya. Manajer itu hendak cuti keluar kota selama seminggu. Ia mau supaya selama ia tidak ada wakilnya itulah yang diserahi tanggung jawab menggantikan dirinya. Kepada wakilnya itu, sang manajer menanyakan kesanggupan wakilnya menggantikan dirinya secara penuh. Wakilnya menyanggupi tugas itu. Tapi manajer mengejar lebih lanjut. “Apa buktinya kamu bisa saya percaya?”
Lalu wakilnya berkata, “Baiklah kita buat surat bermeterai. Akan saya tanda tangani. Itulah buktinya saya sanggup menjalankan tugas saya.” Lalu mereka berdua duduk bersama, merumuskan sebuah surat resmi yang dijadikan pegangan oleh manajer itu selama ia tidak ada di tempat. Manajer itu bercuti dengan lega dan tanpa beban karena ia memegang tanda bukti komitmen wakilnya dalam menggantikan tugasnya.
Manusia membutuhkan bukti nyata yang merupakan tanda keseriusan seseorang melaksanakan sesuatu. Demikian pula orang banyak yang mendengarkan Yesus menuntut bukti bahwa Yesus itu adalah benar-benar utusan Allah. Dalam sejarah bangsa mereka, telah banyak muncul tokoh nabi yang membawa tanda dan bukti spektakuler. Satu di antaranya adalah Yunus. Bagi orang Israel Yunus adalah seorang tokoh utusan Tuhan. Sekalipun Yunus berusaha menolak tugas dari Allah untuk mentobatkan kota Niniwe dan penduduknya, tapi ia tak bisa berkelit. Sekuat apapun usaha Yunus menghindari Allah, tapi Allah selalu dapat menangkapnya. Sampai-sampai Yunus pernah hidup di dalam perut ikan selama 3 hari. Itu adalah tanda mujizat kebesaran Tuhan. Kalau Allah sudah berkehendak, tak ada kuasa apapun yang dapat menggagalkannya. Yunus akhirnya dapat mentobatkan penduduk Niniwe, mulai dari raja, rakyat dan hewan peliharan kota Niniwe.
Sangat dapat dimengerti kalau orang-orang itu sangat terkesan dengan tanda Yunus itu. Maka mereka meminta agar Yesus juga dapat menunjukkan bukti kenabianNya. Hal itu jusru menyulut kemarahan Yesus. Ia mengatakan bahwa angkatan yang meminta tanda Yunus itu adalah angkatan yang jahat. Seharusnya mereka tahu bahwa Yesus itu lebih besar daripada Yunus. Yunus mampu bertahan hidup dalam kegelapan perut ikan selama 3 hari. Padahal Yesus lebih hebat. Ia berada dalam kegelapan makam selama 3 hari dan sesudahnya bangkit dari wafat.
Yesus sungguh-sungguh mencela sikap iman yang selalu menuntut bukti. Persoalan iman tidak mutlak harus diawali dengan bukti ilmiah yang kasat mata. Yang dibutuhkan adalah hati yang terbuka dan tulus menerima pewartaanNya. Adakah iman itu dalam diri kita masing-masing?

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, semoga iman kami senantiasa Kaubaharui tidak harus dengan bukti dan tanda yang besar, melainkan melalui peristiwa hidup kami sehari-hari. Amin.






Selasa, 16 Oktober 2007
Rm 1:16-25
Luk 11:37-41
===========================================================================

PENAMPILAN LUAR

Di suatu lingkungan, berkumpullah ibu-ibu setelah doa lingkungan. Mereka berkasak-kusuk dan bergosip tentang penampilan pastor mereka. Pada dasarnya mereka membicarakan selera berpakaian pastor mereka yang tak rapi. Selalu pakai baju yang itu-itu saja, tidak pernah bersepatu, suka pakai kaos oblong dan bla..bla banyak lagi yang dibahas. Intinya mereka mengharapkan agar para pastor itu semestinya menjaga penampilan dan kerapian dalam berpakaian.
Akhirnya salah seorang ibu itu menyampaikan resolusi. “Baiklah kita tentukan supaya di antara kita ada yang berani menjadi utusan kita, datang kepada pastor dan memberikan masukan kepada pastor tentant cara berpakaiannya. Ada yang berani?”
Tiba-tiba semuanya terdiam membisu. Tak satupun di antara mereka yang menawarkan dirinya berbicara dengan pastor. Pertemuan itu bubar begitu saja dan pastor tak pernah mendengar masukan dari umatnya tentang cara berpakaiannya.
Dalam kehidupan kita betapa banyak hal yang hanya diukur dan dilihat dari penampilan luarnya. Style dan gaya penampilan luar menentukan banyak hal. Contohnya para sales dan pramuniaga. Mereka dituntut tampil dengan cantik mempesona dan rapi agar dapat menarik minat orang membeli produk yang mereka tawarkan. Kadang-kadang produk itu sendiri tidak lebih penting dari cara-cara dan penampilan lahiriah yang mereka perlihatkan.
Persis yang terjadi di antara orang-orang Farisi yang menjamu Yesus. Mereka mencela tindakan Yesus yang sebelum makan tidak mencuci tanganNya lebih dahulu seperti yang biasa mereka lakukan dan tentukan dalam adat-istiadat. Orang-orang Farisi sama pengecutnya seperti ibu-ibu yang bergosip tentang penampilan pastor tadi. Mereka tak berani berkata langsung kepada Yesus. Mereka hanya melihat dengan pandangan heran dan mencela.
Yesus tahu arti pandangan itu. Kemudian Yesus mengecam mereka. Orang-orang Farisi dikatakan oleh Yesus sebagai orang-orang yang hanya memperhatikan penampilan luar saja. Padahal bagian dalam hati mereka penuh dengan rampasan dan kejahatan. Dalam ungkapan masa kini ungkapan Yesus itu senada dengan ini: penampilan luarnya saja yang wah, tapi hatinya bobrok. Untuk apa mementingkan penampilan luar tanpa ada upaya membersihkan penampilan dari dalam?
Yesus menghargai ketulusan dari dalam. Perilaku dan penempilan tidak lah menentukan kebaikan seseorang. Kalau yang di dalam bersih, pastilah yang di luar pun bersih. Sebaliknya belum tentu yang dari luar kelihatan bersih, demikian keadaannya di dalam. Jauh lebih penting inner (yang di dalam) daripada yang tampak oleh mata.

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, ajarilah kami untuk lebih mengutamakan keutamaan dari dalam diri kami daripada penampilan jasmaniah kami. Amin.




Rabu, 17 Oktober 2007
Peringatan St. Ignasius Antiokhia, Uskup dan Martir
Rm 2:1-11; Luk 11:42-46
===========================================================================

SANTO IGNASIUS SAKSI IMAN YANG SEJATI

Ignasius memiliki kepridian yang sangat mengagumkan dan mengesankan. Secara intelektual, Ignasius memiliki kemampuan rasional (orang pandai) dan secara persona, Ignasius merupakan orang saleh dan bijaksana. Kepribadiannya yang demikian menjadi dasar pijak untuk diangkat dan ditahbiskan sebagai Uskup Antiokhia.
Tugas kegembalaan yang Gereja percayakan padanya dilaksanakan secara tuntas dan konsekuen. Uskup Ignasius tidak pernah merasa gentar dalam menyaksikan iman Kristiani yang telah dimilikinya, walaupun pada masa itu Kaisar Trajanus menggalang kegiatan pembasmian orang-orang Kristiani yang tak mau mengakui dirinya sebagai Titisan Dewa (Tuhan). “Janganlah menyebut jahat orang yang membawa Tuhan dalam dirinya. Akulah Ignasius, pemimpin oran-orang yang sekarang berdiri di hadapanmu. Kami semua pengikut Kristus, yang telah disalibkan bagi keselamatan umat manusia. Kristus itulah Tuhan kami dan Ia tetap tinggal dalam hati kamidan menyertai kami.” Kata-kata ini diungkapkan Uskup Ignasius di hadapan Kaisar Trajanus yang bertanya kepadanya: “Siapakah engkau hai orang jahat yang tidak menaati titahku?” Sama seperti Kristus, Uskup Ignasius pun berani dan rela menanggung resiko demi kesetiaannya untuk mewartakan karya keselamatan Allah yang telah diwariskan oleh Kristus. Dia sungguh meneladani Kristus secara paripurna. “Kekasihku sudah disalibkan, maka akupun tidak merindukan sesuatu yang duniawi melainkan merindukan persatuan segera dengan Dia,” tulis Uskup Ignasius dalam suratnya kepada umatnya di Antiokhia.
Keberhasilan dan kesuksesan St. Ignasius dalam menghayati tugas kegembalaan Gereja ini ditopang oleh kepribadiannya (pandai, saleh dan bijaksana). Kepandaian yang St. Ignasius miliki telah didayagunakan secara tepat dalam mengelola segala potensialitas dirinya, sehingga tampak jelas bahwa selalu terarah kepada perwujudan kehendak Allah semata-mata. Kesalehannya telah menjadikan St. Ignasius sebagai gembala umat Allah yang memiliki rasa hormat terhadap Ekaristi Kudus. “Satu saja Tubuh Tuhan kita Yesus Kristus, dan satu juga Piala DarahNya. Keduanya dikurbankan di atas satu altar oleh satu Uskupmu bersama imam-imam dan diakon-diakon,” tulis St. Ignasius dalam surat kepada umatnya. Kebijaksanaan diri yang dimiliki St. Ignasius telah memampukannya untuk berani menanggung resiko dan rela mengurbankan diri demi imannya yang teguh akan Kristus. Ya, dia pandai sekaligus saleh serentak bijaksana. Artinya, bahwa dalam dirinya ada korelasi yang sinergis antara kemampuan insani dan kekuatan ilahi. Segala sesuatu yang termasuk insani disucikan dan disempurnakan oleh yang ilahi. Dengan demikian, St. Ignasius mampu menjadikan hidup Yesus sebagai hidupnya sendiri.
Apa yang bisa kita petik dari orang kudus ini? Sesungguhnya ada satu kesaksian hidup yang sangat bermakna untuk kita teladani dari St. Ignasius, hidup Kristus menjadi hidup kita dan karya perutusan Kristus menjadi karya perutusan kita. Secara sederhana, marilah kita selalu menempatkan Kristus sebagai Penyelamat dan Penebus, Penopang dan Penjamin hidup bahagia untuk selama-lamanya. Marilah kita selalu mengawali segala usaha kita dengan Kristus, melaksanakannya bersama Kristus, dan menyelesaikannya di dalam Kristus. Dengan demikian, kehendak Allah akan benar-benar terlaksana di dalam diri kita. Bahwa kita akan hidup bahagia selamanya, karena Allah menghendaki agar kita yang memiliki persekutuan hidup yang erat mesra dengan DiriNya senantiasa selamat dan bahagia. Dalam diri Kristus, misteri ilahi telah tersingkap secara paripurna. Karena itu, turutilah hidup Kristus sebagaimana telah ditelandankan oleh St. Ignasius.

Marilah berdoa,
Ya Yesus Kristus, semoga Engkau selalu ada di dalam seluruh diri kami dan kami selalu ada di dalam Dikau sebab Engkaulah satu-satunya Tuhan yang telah menyelamatkan kami dan Engkaulah juga penuntun kami dalam seluruh ziarah hidup di atas bumi ini. Benamkanlah semangat hidup Kristiani St. Ignasius di dalam diri kami, supaya kami pun mampu menjadi saksimu yang sejati.
Amin.


Kamis, 18 Oktober 2007
Pesta St. Lukas, Pengarang Injil
2Tim 4:10-17b; Luk 10:1-9
===========================================================================
KESELAMATAN ALLAH UNTUK SEMUA BANGSA

Hari ini Gereja merayakan pesta St. Lukas, Pengarang Injil. Kisah-kisah seputar kehidupan St. Lukas memperlihatkan bahwa pada mulanya Lukas adalah seorang kafir. Ia lahir dari sebuah keluarga kafir di Antiokhia. Pekerjaan pokoknya adalah memberikan perawatan kepada mereka yang sakit dan membutuhkan pertolongannya sebagai tabib terkemuka. Ya, Lukas adalah seorang tabib, seorang dokter.
Lukas mengetahui ajaran-ajaran Kristiani dan mengenal kekhasan hidup sebagai orang Kristen lewat pewartaan dan kesaksian hidup orang-orang Kristen perdana yang menyebar ke Antiokhia, akibat penganiayaan yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi. Pengetahuan dan pengenalan ini telah mengantarnya kepada pertobatan dan penyerahan diri untuk menjadi orang Kristen yang sejati. Lukas serentak menjadi orang Kristen dan Pengarang Injil.
Setelah mengenakan mahkota Kristiani, Lukas menjadi teman seperjalanan Paulus untuk malaksanakan karya-karya misioner di Makedonia, Yerusalem dan Roma. Moment ini juga dimanfaatkan oleh Lukas untuk mengoleksi bahan-bahan yang mau dipergunakan dalam penulisan Injil Lukas dan bagian pertama Kisah Para Rasul. Lukas memperhatikan secara saksama dan merekam secara tepat ajaran-ajaran Paulus yang disampaikan kepada umat yang datang dan mendengarkan pewartaannya.
Injil yang ditulis oleh St. Lukas sangat khas dan unik. Dari segi gramatika, bahasa yang dia gunakan sangat halus dan kisah-kisah tentang pewartaan Kristus disajikannya secara lancar. Sedangkan dari segi esensi, St. Lukas menekankan bahwa evangelisasi atau khabar gembira Yesus Kristus selalu diperuntukan kepada semua bangsa, khususnya bagi mereka yang lemah dan hina-dina, kaum fakir miskin dan tertindas, para pendosa yang menyesal dan bertobat. Tujuan yang hendak St. Lukas tonjolkan dalam pewartaannya ini adalah, bahwa Allah memiliki perhatian yang khusus dan istimewa kepada mereka yang terbuang di tengah kehidupan bersama dan mereka yang selalu luput dari perhatian banyak orang. Bahwa Allah justeru selalu mencurahkan rahmat cinta kasihNya secara lebih kepada orang-orang seperti ini. Ya, bagi merekalah Allah telah datang dan tinggal bersama-sama dengan manusia di atas bumi ini. Prinsip dasar yang St. Lukas gunakan, bukan orang sehat yang memerlukan tabib, melainkan orang sakit. Maksudnya, bahwa Allah datang bukan untuk mencari dan menyelamatkan orang-orang benar, melainkan mereka yang berdosa dan bertobat, mereka yang miskin dan tertindas, mereka yang hina-dina dan lemah tak berdaya; agar mereka inipun selamat dan bahagia sama seperti semua orang benar. Atas dasar inilah maka Injil Lukas lazim dikenal, Injil Kerahiman Allah atau Injil Cinta Kasih.
Selain mengarang Injil, St. Lukas juga menulis bagian pertama Kisah Para Rasul. Fokus St. Lukas dalam tulisan ini adalah gambaran tentang perkembangan Gereja awali, khususnya dari saat Kristus naik ke Surga sampai saat Paulus di Roma. Secara kuatitatif, jumlah umat Kristiani semakin bertambah banyak berkat pewartaan para Rasul tentang karya keselamatan Kristus. Secara kualitatif, penghayatan iman semakin mendapatkan daya pikat dalam kehidupan sehari-hari Jemaat Perdana.
Apa yang bisa kita pelajari dari St. Lukas? Pertama, kabarkanlah dan nyatakanlah kerahiman dan belaskasih Allah kita kepada semua orang, khususnya kepada sesama kita yang berdosa dan bertobat, yang miskin dan tertindas, yang hina-dina dan tak berdaya; agar mereka pun selamat dan bahagia sama seperti semua orang benar. Kedua, hayatilah prinsip hidup Kristiani kita, setiap saat adalah saat kayros – saat keselamatan. Untuk itu, kita mesti memiliki dalam diri semangat passing over – semangat beralih.

Marilah berdoa,
Yesus yang berhati bening, jadikanlah hati kami sebening hatiMu. Dengan demikian, kami sanggup melaksanakan amanat perutusan Allah sama seperti Engkau sendiri dan yangn telah ditelandankan oleh St. Lukas, mewartakan serentak menyatakan keselamatan Allah kepada semua orang, khususnya kepada sesama kita yang berdosa dan bertobat, yang miskin dan tertindas, yang hina-dina dan tak berdaya; agar mereka pun selamat dan bahagia sama seperti semua orang benar. St. Lukas doakanlah kami.
Amin.


Jumat, 19 Oktober 2007
Rm 4:1-8
Luk 12:1-7
===========================================================================

TAK ADA SATUPUN YANG TERSEMBUNYI

Yesus menyampaikan kritikNya terhadap kaum Farisi yang merasa diri harus tampil sempurna, tetapi tidak ada usaha untuk menuju kesempurnaan itu. Dipihak lain, warta gembira yang dibawa oleh Yesus merupakan berita kegembiraan bagi semua, terbuka dan universal. Pewartaan itu tentu mengandung juga penderitaan dan resiko. Tetapi pewarta tidak boleh takut, gelisah atau gentar. Warta gembira itu harus disampaikan kepada semua orang, walau untuk itu si pewarta mengalami penderitaan badan.
Cara hidup munafik yang dikritik oleh Yesus tidak membebaskan orang pada hidup yang sesungguhnya di hadapan Allah. Yesus dengan tegas menentang cara hidup seperti itu. Lewat sabdaNya itu, Yesus mengingatkan setiap kita untuk tidak menipu diri sendiri dengan gaya dan penampilan yang tidak sesuai dengan adanya. Di mana apa yang dikatakan atau diajarkan tidak sesuai dengan perbuatan dan tindakan, saling bertentangan.
Pengajaran Yesus itu lebih ditujukan kepada semua orang yang mengikutiNya agar selalu waspada terhadap kemunafikan yang kerap kali mewarnai hidup bersama. Gensi, kedudukan, dan kenikmatan kerap kali mewarnai hidup bersama sehingga nilai-nilai kejujuran dan kebenaran sering dikorbankan. Kemurnian hidup para murid Yesus tidak boleh dinodai oleh kepentingan yang membuat dirinya jatuh dalam kemunafikan. Di hadapan Allah tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi, apalagi kemunafikan. Semuanya akan terbongkar.
Kemunafikan bisa diatasi dengan pola hidup yang benar dalam bimbingan Roh Allah. Keterbukaan untuk dipimpin oleh Roh Allah membutuhkan iman. Sikap iman Abraham untuk mengikuti bimbingan Roh Allah patut menjadi sikap iman para pengikut Yesus sekarang ini. Maka kehidupan religius kita bukan sekedar sistem untuk mengatur bagaimnana orang hidup beriman, melainkan suatu kesempatan untuk mengembangkan hubungan kita yang baik dengan Allah. Hanya hubungan pribadi yang baik dengan Allah itulah yang mampu menjadikan kita bermutu dalam kehidupan dan dalam hubungannya dengan sesama. Hubungan yang baik dengan Allah menjadi senjata yang ampuh untuk memungkas setiap bentuk kemunafikan yang akan menguasai diri dan hidup kita. Karena itu, kita harus lebih taat dan takut kepada Allah daripada kepada manusia. Kita diharapkan untuk bertindak benar, polos seperti merpati dan cerdik seperti ular dalam bimbingan Roh Kudus. Yesus mengutus kita semua untuk menjadi saksi kebenaran di tengah kehidupan dunia ini.
Mari kita belajar pada pribadi Maria, yang polos, jujur dan rendah hati. Seluruh hidup Maria merupakan buah-buah iman karena relasinya yang benar dengan Allah. Relasi yang benar dengan Allah itulah akan menjadi senjata yang ampuh bagi kita untuk melawan segala kemunafikan. Semoga kita tetap setia untuk hidup jujur dan benar di hadapan Allah dan sesama.
Marilah berdoa,
Tuhan, terangi hati, pikiran dan budi kami dengan Roh Kudus agar tidak jatuh dalam kemunafikan. Semoga kami setia untuk selalu hidup dan berlaku jujur dan benar di hadapanMu dan sesama. Amin.

Sabtu, 20 Oktober 2007
Rm 4:13,16-18
Luk 12:8-12
===========================================================================

SIAP MENJADI SAKSI TUHAN

Ketika orang dibaptis ia menerima anugerah istimewa menjadi anak Allah. Penyerahan diri dalam pembaptisan mau menyingkapkan satu kebenaran iman bahwa Yesus Putera Allah adalah “jalan” yang membawa orang kepada kehidupan dan keselamatan. Yesus sendiri bersabda “Akulah jalan, kebenaran dan hidup; dan tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melului Aku” (bdk. Yoh 14:6). Pembaptisan menjadikan seorang anggota Tubuh Mistik Kristus. Oleh pembaptisan, seseorang dilantik dan diutus untuk menjadi ragi, terang dan garam dunia. Itu berarti dia diutus untuk menjadi saksi Kristus di tengah dunia. Tugas menjadi saksi Kristus ini diperteguh lagi oleh sakramen krisma. Krisma menjadikan orang dewasa dalam iman dan sehingga siap diutus untuk bersaksi tentang Kristus.
Perutusan itu memang mengandung resiko, entah itu ditolak, dikucilkan, dianiayah, dsbnya. Menghadirkan nilai-nilai Kerajaan Allah di tengah dunia yang “berkolusi” dengan kejahatan pasti akan melewati jalan salib. Mungkin inilah yang membuat kebanyakan pengikut Yesus menjadi takut dan malu untuk bersaksi. Orang takut untuk menanggung salib dan menderita karena iman akan Kristus. Tuhan meneguhkan kita bahwa “setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, anak manusia juga akan mengakui dia di depan malaikat-malaikat Allah. Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, ia akan disangkal di depan malaikat-malaikat Allah” (Luk 12:8-9). Itu artinya setiap murid Yesus tidak perlu menjadi malu memberikan kesaksian akan Dia, sebab Yesus pun akan bersaksi tentang kita di dihadapan BapaNya. Bila orang tidak diakui oleh Yesus di hadapan Allah, itu berarti suatu kebinasaan.
Pengakuan orang beriman akan Yesus Kristus diteguhkan oleh kekuatan Roh Kudus. Maka, bila orang berdosa terhadap Roh Kudus keselamatannya akan terancam. Karena dosa melawan Roh Kudus tidak bisa diampuni. Dosa kepada Roh Kudus merupakan dosa final. Bila orang mengingkari kekuatan Roh Kudus sama artinya mengingkari seluruh kebenaran iman, sebab Roh Kuduslah yang mengajarkan seluruh kebenaran iman itu kepada manusia. Roh Kudus tidak bisa lagi mendapat tempat dan bekerja dalam hati orang yang demikian.
Ketika Yesus mengutus para muridNya, Ia berkata Aku akan menyertai kamu sampai akhir zaman. Para murid percaya akan janji itu. Dan memang benar Tuhan setia pada janjiNya. Iman akan janji penyertaan Allah juga meneguhkan Abraham, baik dalam perjuangan hidupnya maupun dalam melaksanakan tugas perutusannya. Abraham tidak ragu-ragu akan Allah yang berjanji. Kendati janjiNya itu tertunda-tunda, tetapi Allah tetap setia. Dengan demikian, Abraham menjadi bapa kaum beriman. Keyakinan iman seperti itulah yang diwariskan Abraham kepada kita.
Iman akan penyertaan Allah juga diyakini oleh Maria. Ketika Maria diminta untuk menjadi Bunda Yesus, ia berpasrah diri “Aku ini hamba Tuhan jadilah padaku menurut perkataanMu”. Bulan Rosario ini, saat yang istimewa untuk semakin memperdalam persatuan kita dengan Tuhan bersama BundaNya Maria. Kita patut meneladani iman Abraham dan iman Maria akan setiap rencana dan penyelenggaraan Allah atas diri dan hidup kita. Dengan begitu, kita siap untuk diutus menjadi Kristus.

Marilah berdoa,
Tuhan, tambahkan iman kami, sehingga kami siap untuk menjadi utusan dan saksiMu di tengah dunia ini. Amin.



Minggu, 21 Oktober 2007
Pekan Biasa XXIX, Hari Minggu Misi
Kel 17:8-13; 2Tim 3:14-4:2; Luk 18:1-8
===========================================================================
MISI ALLAH

Hari ini Gereja Katolik sedunia berdoa untuk karya misi. Apakah yang ada dalam benak kita ketika kita mendengar kata misi? Misi berarti perutusan. Dalam refleksi Gereja, hal itu pertama-tama adalah suatu tugas dari Allah untuk turut serta dalam karya Kristus menghadirkan Injil. Dengan demikian satu hal penting yang harus menjadi pemahaman mendasar bahwa karya misi itu adalah milik Allah.
Pengertian misi tidaklah sesempit memahami siapakah para misionaris, sebab sesungguhnya setiap orang Katolik diutus menjadi misionaris pembawa Warta Gembira. Lalu mengapa Gereja masih selalu menyegarkan semangat misi tersebut?
Tak dapat disangkal bahwa misi adalah sesuatu yang dihidupi setiap hari. Misi bagaikan nafas hidup kita. Sama seperti kehidupan di muka bumi ini, mengenal jatuh bangun, naik turun dan bersemangat maupun loyo; misi pun harus senantiasa diperbaharui. Inilah yang menjadi latar belakang mengapa Gereja mendedikasikan hari ini sebagai Hari Minggu Misi.
Gereja hendak mengajak semua umat beriman menyegarkan kembali tugas perutusan yang masing-masing diemban di tengah kehidupan kita yang cenderung egoistis, tak peduli akan orang lain dan tanpa pengharapan. Dalam konteks dunia seperti itulah kita semua dipanggil untuk membawa Kabar Gembira bagi sesama kita.
Injil yang kita renungkan menghadirkan sosok Allah sebagai pemberi. Allah kita bukanlah Allah yang tak peduli pada kebutuhan manusia. Biarpun Yesus menampilkan perumpamaan tentang hakim yang lalim, bukan berarti bahwa Allah kita seperti itu. Hakim yang lalim mengabulkan permohonan janda miskin yang hanya karena ia tak mau diganggu oleh janda itu yang tiap hari datang dan memohon agar perkaranya dibela. Kedatangan janda itu secara terus-menerus mengusik hakim itu. Agar tak selalu diganggu, maka ia memutuskan mengabulkan permohonan janda miskin itu.
Nah, kalau hakim yang lalim saja bersikap seperti itu, apalagi Allah kita. Dalam kemurahan hati Allah kita lebih daripada hakim yang lalim itu. Ia akan mengabulkan permohonan kita juga asalkan kita bertekun dalam memohon, dan terlebih juga kalau permohonan kita itu sesuai dengan kehendak Allah. Dia bukanlah Allah yang lalim, yang suka mengulur-ulur pengabulan doa dan permohonan kita.
Citra Allah yang seperti itulah yang perlu kita wartakan terus-menerus. Perutusan kita akan efektif kalau terlebih dahulu kita mengimani dan meyakini Allah sebagai Bapa yang baik bagi kita. Kita hanya dapat memberikan kepada orang lain sesuatu yang kita miliki. Pertanyaan bagi kita sekarang, apakah kita sudah memiliki pengalaman akan Allah? Kalau sudah, bagikanlah kepada setiap orang yang kita jumpai. Kita diutus untuk menghadirkan Allah seperti yang kita alami, dan dengan demikian akan semakin banyaklah orang yang percaya pada Allah, Bapa kita.

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, semoga kami senantiasa bersemangat mewartakan Allah yang mahabaik. Jadikanlah kami utusan-utusanMu. Pakailah apa yang ada pada kami untuk kemuliaan namaMu. Amin.


Senin, 22 Oktober 2007
Rm 4:20-25
Luk 12:13-21
===========================================================================

DI BALIK HARTA MELIMPAH

Memiliki harta melimpah adalah naluri alamiah setiap manusia. Dengan memiliki harta melimpah, ada jaminan bahwa segala keinginan di dunia ini terwujud. Kenikmatan dan kenyamanan dunia banyak kali hanya bisa terwujud kalau memiliki uang dan harta yang banyak. Karena itu tak aneh kalau orientasi akan harta benda duniawi ini menguasai kebanyakan kita.
Kita bekerja keras sepanjang hari, membanting tulang sampai tidak sempat makan dan minum dan akhirnya mengalami sakit parah. Apakah yang kita cari? Para gelandangan dan anak-anak jalanan, tersiksa berpanas-panas di perempatan-perempatan jalan. Apa yang mereka cari? Pun para pengusaha besar, memutar otak bagaimana melipatgandakan uang investasinya untuk merambah pelbagai usaha dan bisnis. Apa yang dicari?
Semuanya berharap agar pundi-pundi simpanannya penuh, rekeningnya di bank bertambah dan berbunga dari hari ke hari. Hidup serasa nyaman dan tenang seandainya tabungan dan deposito melimpah. Harta melimpah menjanjikan rasa damai dan tenang, paling kurang selama hidup di dunia.
Tidaklah mengherankan bahwa naluri dasariah manusia tersebut menimbulkan efek yang merusak nilai-nilai lain. Contohnya, harta dapat memicu pecahnya persaudaraan. Harta menyuburkan egoisme dan memiskinkan solidaritas. Seperti yang tampak pada peristiwa Injil hari ini, Yesus didatangi oleh seseorang yang memintanya menjadi hakim atas dirinya dan saudaranya agar mau berbagi warisan.
Ya, di banyak tempat kita sering mendengar betapa relasi persaudaraan menjadi pecah hanya karena orientasi harta dan warisan. Tak jarang terjadi pula pertumpahan darah antarsaudara karena memperebutkan warisan. Sangat dapat dimengerti sebab semua orang menginginkan harta dan kekayaan.
Jawaban Yesus menyentak kita. “Saudara, siapakah yang telah mengangkat Aku menjadi hakim atau pengantara atas kamu?” Dalam hal ini Yesus tegas-tegas menolak mengurusi hal-hal duniawi. Ia mengingatkan kita dengan memberikan perumpamaan tentang orang kaya yang bodoh, yang memusatkan hidupnya untuk menimbun harta supaya ia dapat bersantai-santai menikmati jaminan kekayaan duniawi. Yesus mencela sikap orang yang mengandalkan kekayaan dunia, kataNya, “... untuk siapakah semua kekayaan itu nanti?” Sebab sewaktu-waktu jiwa kita dapat diambil oleh Allah.
Kalau kita mati, tak ada satupun harta kekayaan dunia yang dapat kita bawa. Kita telanjang lahir ke dunia, maka dengan telanjang pula kita akan menghadap Bapa. Marilah kita secara bijak memandang arti kekayaan bagi hidup kita. Jangan biarkan kita dikuasai oleh harta kekayaan dunia, sehingga kita melalaikan nilai-nilai luhur Kerajaan Allah, yang salah satunya adalah mengupayakan persaudaraan sejati.

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, berilah kami kebijaksanaan sejati dalam memandang kekayaan dunia. Anugerahilah kami bukan napsu untuk memiliki kekayaan berlimpah, tapi hasrat mengupayakan nilai-nilai Injil. Amin.




Selasa, 23 Oktober 2007
Peringatan St. Yohanes Capestrano, Imam
Rm 5:12,15b,17-19,20b-21; Luk 12:35-38
===========================================================================

SADAR SETIAP SAAT


“Jangan ngelamun, nanti kesambet.” Begitu orang biasa berkata bila melihat orang tampak tatapannya kosong. Banyak orang malah bersikap santai dan menikmati lamunannya. Orang yang melamun, secara nyata badannya ada dan bergerak, tetapi tanpa kesadaran penuh tentang keberadaannya di tempat itu. Sehingga tidak heran, orang yang melamun, amat mudah dikagetkan.
Waspadalah, demikian kata Yesus. Tetap berjaga dan sadar. Nasehat berjaga dan waspada seperti diulang-ulang senantiasa dalam tayangan sebuah televisi swasta, perlu kita camkan dan laksanakan. Seorang yang dibayang-bayangi ancaman musuh, akan selalu berusaha untuk awas dan waspada. Tetapi amat sering orang menjadi kecolongan. Ketenangan laut, heningnya malam, membuat kita kadang lalai. Danau Galilea menjadi contoh yang amat baik tentang ketenangan yang menjadi ancaman. Seringkali danau itu tampak tenang. Tetapi kerapkali kelalaian membuat mereka yang melayarinya terjebak dalam angin kencang yang bisa menenggelamkan perahu. Lalai di tengah jalan yang lengang juga sering kali membawa maut. Jika ditelisik lebih jauh, justru banyak kecelakaan mematikan terjadi di jalan tol yang lengang.
Saat perjalanan dihitung dalam detik, mautpun menghitung dalam detik. Sepersekian detik kita lalai, waktu itu bisa menjadi milik maut. Maka “waspadalah”. Maut tidak membutuhkan banyak waktu kita. Maut hanya membutuhkan sepersekian detik kelalaian kita. menyimak kejelian maut itu, Yesus mengajak kita untuk waspada.
Kewaspadaan di masa tenang, awas dalam keheningan, sadar dalam sepinya jalan hidup mungkin tampak sia-sia. Untuk apa bersiaga bila tidak ada ancaman. Bersiaga dalam situasi damai mungkin akan membuang energi percuma. Maka, mereka yang berada di bawah tekanan, cenderung lebih awas daripada mereka yang merasa nyaman. Bersiaga dalam situasi terancam adalah hal yang lumrah. Tetapi Yesus mengajak kita supaya awas juga setiap saat. Sebab angin bisa bertiup tanpa kita minta.
Waspadalah seperti seorang yang menanti tuannya tiba pada saat yang tidak diketahui. Imbalan yang diterima sungguh di luar dugaan. Seorang hamba yang bersiaga menghargai tuannya tiba, (dalam injil hari ini) mendapat penghargaan luar biasa. Hamba itu tahu bahwa tuannya akan datang. Berbeda dengan kedatangan pencuri. Tuan itu akan pulang pada saat yang tidak diketahui. Tetapi alangkah bahagianya bila kedatangannya juga disambut dengan siap siaga oleh hamba yang setia.
Tak tersangkal pula. Mautpun akan datang. Hanya saatnya tidak pasti. Maka pesan hari ini adalah “waspadalah”. Maut tidak perlu banyak waktu. Dia hanya membutuhkan sedikit kelalaian kita.

Marilah berdoa:
Ya Tuhan, mampukan kami selalu siap sedia setiap saat.
Amin.


Rabu, 24 Oktober 2007
Rm 6:12-18
Luk 12:39-48
===========================================================================

HUKUMAN SESUAI TANGGUNG JAWAB


Ketidaktahuan, adalah salah satu perisai kesalahan. Seorang yang melakukan kesalahan tanpa tahu bahwa itu adalah kesalahan, kemungkinan akan mendapat toleransi yang jauh lebih lunak daripada mereka yang tahu. SP atau surat peringatan dari kantor diadakan untuk mengingatkan seseorang atas kesalahannya. Dengan Surat Peringatan seseorang diingatkan kembali atas aturan bersama. Menjawab teguran dengan “saya tidak tahu”, ditoleransi dengan Surat Peringatan. Berbeda dengan kaidah umum atau peraturan umum di tengah kehidupan. Seorang pemakai jalan, dianggap sudah tahu segala aturan di jalan raya. Tidak ada alasan untuk berkata bahwa kita tidak tahu aturan lalu lintas. Juga tidak ada alasan untuk berkata bahwa kita tidak tahu aturan atau norma-norma kehidupan.
Sebagai pengambil keputusan akhir, Tuhan juga tidak beranggapan bahwa kita tidak tahu. Hukum Tuhan ada dalam hati setiap orang. Maka setiap orang yang bisa memakai akal budi, sudah diandaikan tahu norma-norma moral. Tetapi mereka yang tidak tahu, ternyata melakukan sesuatu kesalahan karena memang tidak tahu, akan mendapat hukuman lebih sedikit daripada mereka yang sudah tahu tentang norma-norma.
Seorang yang melakukan kesalahan karena dia tahu, akan berbeda dengan mereka yang melakukan kesalahan karena ketidaktahuan. Seorang yang tahu bahwa sesuatu itu salah tetapi tetap melakukannya, maka orang itu akan menerima banyak pukulan. Demikian kata Yesus. (Luk 12:47). Tahu dan mau merupakan dua prinsip dosa. Seorang yang tidak tahu bahwa itu keliru tetapi melakukannya juga, maka orang itu akan menerima lebih sedikit pukulan atau hukuman. “Tahu” mengandaikan bahwa kita mengerti benar dan salah, baik dan jahat. “Mau” mengandaikan adanya kehendak dan kebebasan batin. Bagaimana dengan “Tidak Mau Tahu?”
“Tidak Mau Tahu” juga adalah prinsip dosa. Tidak mau tahu mengandung makna bahwa kita sudah tahu tetapi bersikap seolah-olah tidak tahu. Sikap seolah-olah tidak tahu merupakan mengejawantahan dari sikap keras kepala dan membela diri. Di hadapan Tuhan rupanya tidak ada tempat bagi pembelaan diri. Yang ada hanyalah “Tahu” dan “Mau” melakukan sesuatu. Tidak ada tempat bagi “Tidak Mau Tahu”


Marilah berdoa:
Ya Yesus, semoga saya mampu bersikap dan berbuat seperti yang saya ketahui.
Amin.





Kamis, 25 Oktober 2007
Rm 6:19-23
Luk 12:49-53
===========================================================================

BERANI UNTUK MENCIPTAKAN PERTENTANGAN KARENA YESUS!

‘Apakah kata-kata Yesus dalam perikop ini masih normal?’ mungkin ini menjadi pertanyaan anda. Koq Yesus datang membawa ‘api’ dan ‘pertentangan’?! ‘Katanya Dia Raja Damai’ , ‘DamaiKu Kuberikan kepadamu. Dan DamaiKu Kutinggalkan bagimu’?
Rupanya Tuhan tidak bisa disikapi setengah-setengah. Berhadapan dengan Dia dan ajaranNya, setiap orang dipaksa, dituntut untuk memilih: Yesus atau yang lain. Hubungan darah dan kedekatan relasi manusia, harus dinomorduakan, kalau relasi dengan Allah mau dibangun. Ini pasti! Dan pilihan ada pada setiap kita. Atau Yesus, atau ayah atau ibu, atau putra atau putri kita... Dan tidak bisa kedua-duanya. Pilihan hanya ada pada satu pihak. Pasti ini bukan harapan kita, kita berkeinginan kalau bisa kedua-duanya. Dan memang keinginan seperti inilah yang membuat hidup rohani, hidup iman kita tidak berkembang. Kita takut untuk membuat keputusan yang tegas itu.
Pilihan yang sulit itulah yang membuat relasi antar saudara, antar manusia menjadi seperti api yang hangus membara. Kita dituntut untuk memilihi Yesus di atas segala-galanya, termasuk dengan orang yang paling dekat sekalipun. Pilihnan inilah yang membuat motivasi dasar iman kita menjadi murni.
Dalam kenyataan hidup sehari-hari cukup sering kita dihadapkan kepada pilihan serupa. Mulai dengan hal-hal sederhana, kita merasa seakan-akan dalam hati dan pikiran ada pertentangan antara memilih yang benar dan baik atau mengikuti yang sebaliknya. Kita alami pergumulan batin, perumulan dalam hati nurani kita. Dan keputusan atau pilihan yang tepat, yang sesuai dengan suara hati nurani itulah yang membuat motivasi kita menjadi murni dan dalam. Namun keputusan dan pilihan tersebut bisa menciptakan situasi dan kondisi bahwa kita berbeda, bahkan bertentangan dengan pihak atau orang lain. Tetapi satu hal pasti yang kita dapatkan dari pilihan yang tepat ini: kalau kita sudah mampu dan menentukan pilihan kita akan yang baik dan benar, akan Tuhan dan ajaranNya, biasanya ketentraman dan damai sejati meliputi hati kita. Kita akan bahagia.
Kejadian-kejadian yang konkrit tidak sulit untuk diceritakan. Sering misalnya di kantor, ketika kita memilih untuk tidak ikut-ikut dalam ‘persekongkolan’ untuk ikut-ikutan ngilep dan korupsi, pasti anda dimusuhi oleh rekan-rekan sejawat lainya, bahkan mungkin disingkirkan. Ini terjadi karena anda memilih yang jalan Tuhan, mau jujur, benar dan adil. Namun yang pasti hati anda tenang dan damai. Karena anda telah mengikuti suara hati, yang tidak lain adalah suara Tuhan yang menuntun kepada kebenaran hidup.
Contoh lain, beberapa kali terjadi, sesorang dari keluarga Muslim, yang pindah menjadi Katolik, karena ingin menjadi pengikut Kristus, mengalami tidak sekedar dimusuhi oleh orangtua dan anggota keluarga lain, tetapi bahkan ‘dibuang’ dan dianggap bukan anak dan saudara mereka lagi. Inilah contoh yang secara tegas membenarkan kata-kata Tuhan dalam perikop Lukas tersebut. Memang pertentangan, perbedaan and api pemurnian harus membakar dan menyala dalam hidup kita, kalau Tuhan Yesus dan KerajaanNya menjadi pilihan dalam hidup kita. Tidak ada pilihan lain.


Marilah berdoa,
Tuhan Yesus, kami menyadari dan mengakui, seringkali kami tidak berani untuk membuat keputusan dan menentukan bahwa Engkau sebagai satu-satunya pilihan kami. Bantulah kami Tuhan dengan kuasa Roh KudusMu agar pilihan-pilihan dalam hidup kami selalu tepat dan sesuai dengan kehendakMu. Amin


Jumat, 26 Oktober 2007
Rm 7:18-25a
Luk 12:54-59
===========================================================================

HANYA YESUS YANG MEMBEBASKAN KITA DARI KUASA DOSA

Santo Paulus, rasul para bangsa ini amat jujur dan apa adanya. Walaupun dia dipilih, dipanggil langsung oleh Tuhan Yesus sendiri (kisah perjalanan ke Damsyik), dia tetap seorang manusia yang lemah dan rapu. Dia realistis dengan dirinya sebagaimana adanya. Ada kehendak, kerinduan dalam dirinya untuk taat dan melalukan kehendak Tuhan dan apa yang baik dan benar. Namun ia juga sadar dan mengakui bahwa dalam tubuhnya ada keinginan-keingan yang berlawanan dengan kehendak Tuhan. Tubuhnya seolah memiliki daya tersendiri, dan memang itulah daya, kekuatan iblis yang sering menjebaknya untuk berbuat melawan kehendak Allah. Dia hidup sepertinya dikuasai oleh kedua kekuatan tersebut. Namun kehendaknya untuk menuruti perintah dan jalan Tuhan luar biasa. Dalam pergumulan itu, dia sadari dan temukan, bahwa kecenderungan kedagingan, kuasa dan keinginan tubuhnya, yang terlihat sulit untuk diatasai dan sering menuntunnya untuk tidak berbuat sesuai dengan yang dikehendakinya, bukannya sesuatu yang tidak mungkin dilawan dan diatasi. Dia temukan, bahwa hanya ada satu kekuatan yang bisa mengalahkan keinginan tubuh dan kedagingan itu, ialah: kuasa Tuhan Yesus Kristus.
Pengakuan akan realitas kelemahan dan kedosaan yang ada pada diri kita secara jujur dan tulus adalah pintu kepada kuasa Tuhan yang akan membebaskan kita dari kecenderungan-kecenderungan buruk yang ada dalam diri kita. Kerendahan hati yang seperti inilah kunci kepada pembaharuan diri dan pertumbuhan rohani yang benar. Sebaliknya sikap kesombongan rohani, yang menganggap diri sudah beres semuanya biasanya akan menyeret kita kepada bahaya kemunafikan dan kekerdilan iman.
Kalau kita bercermin pada Paulus, sebenarnya kita harus malu hati. Mengapa? Karena seorang rasul agung, yang sendiri dipilih oleh Tuhan saja, masih mengakui kerapuhan, kelemahan dan bahaya kuasa iblis dalam diri dan tubuhnya, apalagi kita.
Pengakuan Paulus ini adalah teladan bagi kita untuk sebuah kerendahan hati yang pada hakekatnya akan membawa kita kepada kemurnian dan perkembangan hidup iman yang sesungguhnya. Pengakuan tulus akan adanya kelemahan, kekuasaan kedagingan yang bercokol dalam diri kita adalah pintu yang terbuka untuk kuasa Tuhan, yang memang satu-satu daya yang bisa menghancurleburkan keinginan-keinginan dan kecenderungan akan dosa dalam diri dan hidup kita. Kalau kita sadar dan berusaha bersikap iman seperti Paulus, pasti suatu saat kita juga akan mengakui seperti beliau bahwa ‘jika saya lemah maka saya kuat’ oleh kuasa kasih Kristus yang menyelamatkan.”

Marilah berdoa,
Tuhan buatlah aku rendah hati dan mengakui kekuranganku, sehingga kuasa kasihMu memenuhi hidupku dan membantuku mengatasi segala kelemahan dan godaan dalam hidupku. Amin


Sabtu, 27 Oktober 2007
Rm 8:1-11
Luk 13:1-9
===========================================================================

IMAN YANG BENAR DAN PERTOBATAN

Akhir-akhir ini terjadi banyak bencana dimana-mana di dunia ini. Amat banyak manusia yang menderita dan bahkan menjadi korban. Bencana juga terjadi di Negara kita yang kita cintai. Rakyat Indonesia yang tertimpa bencana, musibah berada dalam kebingungan, mereka merasa cemas dan takut. Rakyat mengeluh, rakyat menjerit dan berteriak minta tolong. Rakyat sungguh tak berdaya, mereka mengalami kelaparan. Rakyat sangat menderita. Kehidupan terancam.. Mengapa bencana terus saja terjadi? Mengapa penderitaan tak kunjung berakhir? Ini salah siapa? Ini dosa siapa? Siapa yang harus bertanggungjawab atas semua kenyataan pahit ini? Dunia penuh dosa dan derita.
Perikop Injil hari ini mengisahkan tentang sekelompok orang yang datang bertemu dengan Yesus. Dan dalam pertemuan itu terjadilah tanya-jawab, dialog antara Yesus dan kelompok itu tentang orang-orang yang menjadi korban karena bencana alam. ”Mengapa orang-orang itu mengalami penderitaan?” ”Mengapa mereka harus jadi korban dan bukan orang lain?” ”Apakah mereka itu adalah orang-orang yang paling berdosa dan yang harus mati binasa?” Yesus dalam pertemuan dan dialog itu menyampaikan secara tegas dan jelas warta keselamatan, kataNya: ”Jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara yang sama”.
Melalui perikop Injil ini, kita semua kembali diingatkan akan warta inti pada awal tampilnya Yesus di Galilea memulai tugas perutusanNya. Yesus berkata:”Waktunya telah genap; Kerajaan Allah sudah dekat. Bertobatlah dan percayalah kepada Injil” ( Mrk I:15). Menerima dan mengakui diri sebagai pengikut Yesus,sebagai orang yang beriman kepada Tuhan dengan tujuan memperoleh keselamatan kekal bersama Tuhan berarti menerima dan menghayati pertobatan sebagai syarat yang tidak boleh diabaikan dalam seluruh perjuangan hidup iman setiap hari. Seorang beriman adalah seorang selalu mau bertobat, mau memperbaharui diri dan hatinya sehingga kata-kata, perbuatan, dan sikap hidupnya selalu memancarkan dan menyaksikan kebenaran Yang diajarkan olah Tuhan. Dan kebenaran itu antar lain yang terwujud dalam sikap-sikap hidup yang konkrit: adil, jujur terbuka atas dasar cinta, tidak berbohong, tidak menipu, tidak munafik, terbuka menerima dan menghargai orang lain dan diri sendiri.Rendah hati. Mengakui kerapuhan diri sendiri dan selalu mengandalkan rahmat kasih Tuhan. Tidak dengan mudah mengadili orang lain dengan bersikap menganggap diri sendiri lebih baik, lebih benar, lebih suci dari orang lain. Berdoa bagi sesama dan menolong mereka yang menderita dan bukan menghakimi dan mengadili mereka. Yesus Tuhan kita dengan tegas bersabda: ”Sangkamu kedelapan belas orang, yang mati ditimpa menara dekat Siloam, lebih besar kesalahannya dari pada kesalahan semua orang lain yang diam di Yerusalem? Tidak! Kataku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat kamu semua akan binasa atas cara demikian”.(Luk 13: 4-5).

Marilah berdoa,
Ya Allah yang MahaPengasih, bantulah kami umatMu dengan rahmat kasihMu agar selalu siap dan berani memperbaharui hati dan hidup kami melalui pertobatan yang sejati. Amin.



Minggu, 28 Oktober 2007
Pekan Biasa XXX
Sir 35:12-14,16-18; 2Tim 4:6-8,16-18; Luk 18:9-14
===========================================================================

MENGAKUI KELEMAHAN

Dalam kehidupan sehari-hari seringkali orang sulit untuk mengakui kelemahan dan kekurangan di hadapan orang lain. Orang lebih senang menceritakan berbagai keberhasilan dan kehebatannya daripada harus menceritakan berbagai kekurangannya. Orang lebih gampang menceritakan kehebatannya karena dengannya ia mendapat pengakuan dari orang lain dibanding menceritakan kelemahan karena dengannya ia tidak diakui sebagai orang yang hebat atau orang yang berkemampuan.
Realitas serupa ini sudah terjadi sejak 2000-an tahun silam, bahkan boleh jadi sejak manusia ada. Hari ini penginjil Lukas menceritakan orang Farisi yang berdoa di hadapan Tuhan sebagai orang yang selalu berbuat baik dibandingkan pemungut cukai yang saat itu berdoa bersamanya. Orang Farisi pada zaman Yesus dikenal sebagai kaum yang sangat ketat mempertahankan hukum Taurat. Mereka berusaha melaksanakan semua yang tertulis dalam hukum Taurat tetapi tidak memperhatikan hal-hal lain yang lebih penting seperti keadilan, cinta kasih dan kesetiaan (bdk. Mat 23:23). Apa yang dilaksanakan semata-mata agar dapat dilihat orang dan mereka dapat diakui sebagai orang yang taat beragama. Lebih dari itu, mereka menganggap diri sebagai orang yang paling benar dan setia kepada hukum Taurat. Selain itu, mereka juga menganggap orang lain lebih rendah dari mereka karena berdosa dan tidak melaksanakan hukum Taurat. Singkat kata, mereka berbuat demikian agar dihormati oleh orang lain, bahkan di hadapan Allah pun mereka ingin mendapat kehormatan dan pengakuan sebagai orang suci tanpa dosa (bukan seperti pemungut cukai).
Dalam Gereja Katholik terdapat sakramen pengakuan. Sakramen pengakuan merupakan salah satu sarana pengudusan diri di hadapan Allah agar umat memperoleh keselamatan kekal. Melalui sakramen pengakuan ini umat mengakui segala kelalaian dan dosa yang telah diperbuatnya di hadapan Allah, bukan mengakui dosa yang telah diperbuat oleh orang lain. Hal ini mau menunjukkan bahwa umat katolik sebagai manusia tidak perna luput dari kesalahan dan umat mau merendahkan diri di hadapan Allah yang mahatinggi.
Selain itu, dalam ibadat atau perayaan ekaristi selalu diawali dengan pernyataan tobat. Umat bersama pemimpin upacara tersebut mengakui dosa yang telah diperbuat agar layak menghadap Tuhan untuk menyampaikan doa-doanya. Pernyataan tobat merupakan suatu kebiasaan umat merendahkan diri dan mengakui kekurangan di hadapan Allah dan sesama.
Kebiasaan mengakui kekurangan di hadapan Tuhan dan sesama merupakan bukti dari kerendahan hati manusia. Teladan kerendahan hati yang telah ditunjukkan oleh pemungut cukai merupakan contoh yang diperlihatkan oleh Yesus kepada kita sebagai pengikutNya untuk diteladani. Kita diajak untuk mampu merendahkan diri di hadapan Tuhan dan sesama dan mengakui kekurangan yang ada pada diri kita dan yang telah kita perbuat tanpa harus mengungkapkan kekurangan orang lain karena hanya Tuhan yang berhak menentukan yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah.


Marilah berdoa,
Tuhan, seringkali kami berusaha menutupi kesalahan kami sendiri dan menganggap diri sebagai yang paling baik dan benar. Ajarilah kami untuk mampu merendahkan diri di hadapanMu dan sesama kami, sehingga kami mampu mengakui kekurangan yang ada pada diri kami demi keselamatan kekal. Amin.


Senin, 29 Oktober 2007
Rm 8:12-17
Luk 13:10-17
===========================================================================

WAKTU UNTUK TUHAN

Dalam kehidupan rumah tangga ada ayah, ibu dan anak-anak. Setiap anggota keluarga memiliki kesibukan masing-masing sesuai tugas yang mereka jalankan. Tugas yang dijalankan membutuhkan waktu dan kerapkali waktu untuk menjalankan tugas tersebut tidak selalu bersamaan sehingga waktu bersama dalam keluarga menjadi berkurang atau tidak ada. Ayah jarang bersama anak atau ibu dan sebaliknya. Hal ini tanpa sadar menimbulkan kerinduan akan perhatian dan kasih sayang satu sama lain. Seringkali kita lupa akan arti dari sebuah kebersamaan. Kebersamaan menghantar kita pada suatu ikatan persaudaraan oleh kasih sayang yang tercipta di dalamnya. Kebersamaan dalam keluarga mempererat persatuan antara ayah, ibu dan anak sehingga kerinduan akan perhatian dan kasih sayang dapat terobati.
Hari ini Yesus berbicara tentang waktu, khususnya waktu untuk bertemu dengan Tuhan. Bagi kepala rumah ibadat, hari sabat merupakan waktu khusus untuk berdoa dan tidak diperbolehkan untuk bekerja termasuk menyembuhkan orang sakit. Kepala rumah ibadat masuk dalam kelompok yang menjadi lawan yang selalu berusaha mencari kesalahan Yesus agar Ia dapat dijatuhi hukuman. Sebagai lawan Yesus, mereka berusaha mencari kesalahanNya dengan menegakkan apa yang diperintahkan dalam hukum Taurat tetapi tidak memperhatikan situasi dan aspek terpenting dari apa yang dilakukan, misalnya menyembuhkan perempuan yang sudah menderita delapan belas tahun. Yesus membandingkan perbuatanNya dengan mereka yang pada hari sabat melepaskan lembu atau keledainya dan membawanya ke tempat minuman. Di sini, Yesus mau mengatakan yang terpenting adalah keselamatan manusia. Aturan yang dibuat hendaknya mendukung karya keselamatan tersebut. Bahwa, bagi Yesus waktu untuk bertemu denganNya merupakan momen keselamatan sebagaimana yang terjadi atas diri perempuan yang telah menderita delapan belas tahun karena diikat oleh iblis.
Waktu untuk bertemu dengan Tuhan seperti halnya dalam kehidupan keluarga, antara ayah, ibu dan anak-anak saling merindukan untuk hidup bersama dan saling memberi perhatian. Kasih sayang dan perhatian dalam keluarga membawa kebahagiaan begitupun halnya dengan kerinduan akan bertemu Tuhan membawa keselamatan bagi kita seperti perempuan yang mengalami keselamatan saat bertemu Tuhan setelah delapan belas tahun diikat oleh iblis.
Sebagai orang kristen, kita memilih untuk meluangkan waktu dan tetap berada dekat dengan Tuhan atau menjauh dan membiarkan diri kita diikat oleh iblis? Sebagai keluarga kristen, memilih untuk menjaga keutuhan keluarga atau diri kita dikuasai oleh iblis yang membawa perpecahan dalam keluarga kita?

Marilah berdoa,
Tuhan, kami sering melupakan kebersamaan dalam keluarga dan tidak meluangkan waktu untuk bertemu denganMu. Tuntunlah kami agar semakin dekat denganMu dalam kebersamaan keluarga kami. Amin.


Selasa, 30 Oktober 2007
Rm 8:18-25
Luk 13:18-21
===========================================================================

YANG KECIL ITU BERTUMBUH DAN BERKEMBANG

Kuasa Allah bekerja tanpa gegap gempita. Kehadiran dan cara kerjanya pun sulit terpantau pada awalnya. Namun, kuasaNya itu meresap, mengakar dan bertumbuh. Ia bertumbuh secara perlahan-lahan tetapi pasti berkembang dan menjadi besar. Gereja Yesus Kristus pun bagaikan biji sesawi. Sejak awal ia sulit untuk dipandang tetapi ia mempunyai daya tumbuh dan berkembang yang pasti. Gereja Yesus menjadi besar karena mampu merangkul segala macam orang dari segala lapisan, suku dan golongan. Karena itu, ketika orang datang ke Gereja, ia seperti kembali ke rumahnya sendiri.
Orang menemukan damai dan suka cita dalam diri Yesus yang hadir dalam perayaan ekaristi dan dalam Sakramen Mahakudus yang ditahktakan di dalam tabernakel. Orang merasakan kehadiran Yesus yang menyambut mereka dengan penuh cinta. Setiap orang akan merasa bahagia dan damai bersama Yesus karena mereka juga mengasihi Yesus.
Mungkin pada saat ini cinta kita pada Kristus masih sebesar biji sesawi yang sedang bertumbuh dan berkembang, tampak dalam setiap aktifitas dan dalam relasi pribadi dengan sesama.
Apakah kita selalu siap akan merespons dengan penuh cinta rahmat Allah yang dicurahkan pada diri kita masing-masing?


Marilah berdoa,
Ya Tuhan, semoga kautanamkan nilai luhur Kerajaan Allah dalam hati kami yang seringkali berputus asa karena kesulitan yang kami hadapi. Semoga kami tetap bertumbuh dan menjadi semakin kuat, hingga akhirnya berbuah melimpah. Amin.


Rabu, 31 Oktober 2007
Rm 8:26-30
Luk 13:22-30
===========================================================================

HIDUP UNTUK SURGA

Pada umumnya orang-orang yang beragama bercita-cita untuk masuk surga kelak sesudah mereka meninggal dunia. Ketika Yesus ditanya tentang siapa saja yang boleh masuk surga, Ia menjawab bahwa untuk menjadi warga kerajaan surga itu bukan soal yang mudah. Orang harus mempunyai komitmen total untuk hidup hanya demi Allah dan kehendakNya. Komitmen ini diwujudkan dalam ketekunan dan kesetiaan melaksanakan tugas-tugas sehari-hari. Jalan ke surga dan menjadi warga kerajaan surga itu sangat tergantung kepada diri kita sendiri. Tak seorang pun dapat melakukan tugas-tugas kita untuk melapangkan jalan ke surga bagi kita.
Maka, hidup sebagai orang kristen adalah berjuang tanpa henti melawan godaan dan dosa. Tak ada waktu untuk santai dan kata-kata keluhan untuk berbuat baik sebab setan akan menemukan cara-cara baru untuk memangsa kita.
“Hendaklah waspada dan berjaga-jaga, sebab setan musuhmu berkeliaran seperti seekor singa yang mengaum mencari mangsa untuk ditelannya. Berdirilah teguh dalam iman sambil menyadari bahwa saudara-saudaramu yang tersebar di seluruh dunia, juga menghadapi penganiayaan yang sama” (1 Petrus 5:8-9).
Kita tak perlu takut karena Yesus bersama kita. Yesus Kristus senantiasa mendukung kita dalam perjuangan melawan setan dengan kuasa kasihNya. Santu Paulus berkata “Tak seorang pun dapat memisahkan kita dari cinta kasih Kristus” (Rm 8:9).

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, berilah kami selalu semangat untuk mengupayakan yang terbaik dalam hidup kami. Jangan biarkan kami tergoda dan lengah oleh bujukan si jahat. Amin.

Tidak ada komentar: