Kamis, 11 Oktober 2007

RENUNGAN BULAN NOVEMBER 2007




MENUJU ISTIRAHAT ABADI

Seorang bapak memberikan kesaksian pada suatu upacara misa dan kremasi. Ia berkata, “Romo, saya sudah melihat banyak tempat dan bertemu dengan banyak orang di perbagai negeri. Saat ini, ketika kami melepaspergikan ayah yang sangat kami kasihi, tidak bisa tidak saya mengakui bahwa Katolik itu luar biasa. Tidak ada agama manapun seluar biasa Katolik yang sangat menghargai orang yang sudah meninggal. Upacara pemakaman Katolik sangat agung dan sungguh menghibur dan memberi pengharapan bahwa kehidupan abadi nan membahagiakan terbentang bagi kita semua.”
Demikianlah kesaksian seseorang yang menegaskan arti sesungguhnya kematian bagi kita orang Katolik. Bapak itu telah memahami arti kematian karena pengalaman hidupnya berjumpa dengan banyak kebiasaan dalam menghadapi kematian. Itu pulalah yang menjadi ajaran Gereja, bahwa kematian yang pasti dialami oleh setiap orang sesungguhnya bukan akhir dari kehidupan. Kita yang telah percaya pada Kristus tidak akan mati, sekalipun badan dan jiwa kita dipisahkan oleh maut. Dengan kematian, hidup kita hanya diubah. Dari kehidupan yang terikat dengan raga duniawi menjadi hidup dalam roh. Sekalipun mati, kita tetap hidup dalam keabadian.
Gereja Katolik tidak pernah menganggap orang yang sudah mati sebagai sesuatu yang tidak ada. Mereka tetap ada dan memiliki relasi dengan orang-orang terkasih yang masih hidup di dunia. Oleh karena itu, ada dalam kebiasaan Gereja Katolik praktek mendoakan arwah mereka yang sudah meninggal.
Ada banyak ungkapan yang lazim kita pakai dalam doa-doa untuk yang sudah meninggal, di antaranya adalah: mohon agar Tuhan memberi istirahat abadi di surga; mohon ketenteraman jiwa; mohon dosa-dosanya semasa hidupnya di dunia diampuni Tuhan; mohon diberi jalan yang lancar ke surga; mohon dibebaskan dari api pencucian; mohon tempat yang layak di sisi Bapa di surga; dan sebagainya. Semuanya itu benar dan baik, sebab itulah yang menjadi harapan kita semua, yakni hidup dalam keabadian bersama Yesus.
Renungan Harian JPIC Distrik Jakarta kali ini hadir kembali di hadapan Anda untuk mengajak berziarah bersama Gereja yang pada bulan November ini mengkhususkan diri mendoakan para arwah. Indulgensi, yaitu penghapusan denda hukuman dosa, dapat diperoleh secara penuh dengan mengunjungi makam dan/atau mendoakan arwah orang yang meninggal itu dari tgl. 1 sampai 8 November. Jika kegiatan itu dilaksanakan pada hari-hari lain sepanjang bulan November, indulgensi yang diperoleh hanya sebagian.
Betapa murah hati Gereja Katolik. Mari kita manfaatkan anugerah istimewa itu dengan sebaik-baiknya. Jalin dan binalah relasi baik kita dengan mereka yang sudah meninggal. Doakanlah mereka, kasihilah mereka sebab mereka juga hidup dalam hati dan kenangan kita.

Salam dan Berkah Tuhan untuk Anda Semua
Pengelola


Kamis, 1 November 2007
Hari Raya Semua Orang Kudus
Why 7: 2-4.9-14;1 Yoh 3:1-3; Mat 5:1-12a
===========================================================================

BERBAHAGIA YANG SUCI HATINYA

Hari ini kita merayakan pesta semua orang kudus. Mereka disebut kudus karena mereka telah masuk ke dalam Kerajaan Surga dan menikmati kebahagiaan bersama Tuhan. Surga dilukiskan oleh Yohanes sebagai suasana penuh kebahagiaan dan bebas dari penderitaan. Ia menulis: “Mereka tidak menderita lapar dan dahaga lagi. Matahari atau panas terik tidak akan menimpa mereka lagi. Sebab Anak Domba akan menuntun mereka ke mata air kehidupan. Dan Allah akan menghapus segala air mata dari mata mereka” (Why 7:16-17).
Hidup di hadirat Allah atau memandang wajah Allah merupakan tujuan hidup kita. Kita akan diubah menjadi serupa dengan Yesus, gambar Allah yang paling sempurna. Yohanes mengatakan: “Apabila Kristus menyatakan diriNya, kita akan menjadi sama seperti Dia” (1Yoh 3:2).
Supaya bisa menjadi serupa dengan Kristus dan bisa memandang wajah Allah hati kita harus suci, bersih dari dosa-dosa. Kata Yesus: ”Berbahagialah orang yang suci hatinya karena mereka akan melihat Allah (Mat 5:1). Dosa-dosa menghalangi pertemuan kita dengan Allah. Yesus menyebut mereka yang suci hatinya berbahagia. AlasanNya, karena dengan hati yang murni mereka dapat memandang Allah dalam keadaan yang sebenarnya
Memandang wajah Allah adalah privilese dari anak-anak Allah. Kita mengambil bagian dalam hak keputraan Yesus yaitu ada bersama BapaNya. Itulah tujuan tertinggi dari seluruh hidup kita. Kita tidak diciptakan untuk berada di bumi selama-lamanya. Tidak! Kita tercipta untuk hidup dalam keabadian bersama Allah Tritunggal Mahakudus.
Pada hari ini, kita tidak hanya merayakan pesta semua orang Kudus yang sudah berada di surga. Kita juga merayakan eksistensi kita sebagai orang yang sedang dalam proses menjadi kudus. Mengapa? Kita semua dipanggil oleh Allah untuk menjadi kudus seperti Allah sendiri adalah kudus.

Marilah berdoa,
Ya Bapa yang mahakasih, kami bersyukur karena Engkau telah memilih para santo dan santa untuk menjadi teladan dan pedoa kami. Berikanklah kami karunia kesucian hati agar boleh memandang Engkau. Amin.


Jumat, 2 November 2007
Peringatan Arwah Semua Orang Beriman
2Kor 4:14-5:1; Luk 23:33.39-43
===========================================================================

TENDA ATAU RUMAH?

Kemah atau tenda adalah tempat bernaung sementara. Para pencinta alam biasa memakai tenda atau kemah untuk melindungi diri dari terik matahari, hujan dan angin. Mereka tidak pernah menetap sampai selamanya. Paling-paling mereka berkemah beberapa hari, lalu kembali ke rumah. Tenda tidak selalu abadi. Tenda itu mudah dipasang, tetapi juga mudah dibongkar. Bahan-bahannya pun sederhana, tidak permanent. Tenda itu mudah roboh karena angin yang kencang atau hujan lebat. Tinggal di tenda tidak senyaman tinggal di rumah sendiri. Semuanya bersifat sementara.
Beda sekali antara tenda dengan sebuah rumah. Rumah selalu dibangun di atas dasar yang kuat. Targetnya rumah dapat dipakai bertahun-tahun lamanya. Ya, bila perlu selamanya. Bila sudah mempunyai rumah, kita lebih senang menetap daripada berpindah-pindah. Ada kamar-kamar yang baik, tempat tidur, dll. Rumah adalah tempat dimana hati berada, kata peribahasa.
Santo Paulus mengatakan bahwa hidup kita di dunia ini adalah ibarat seorang pencinta alam atau gembala yang berkemah. Hidup kita di sini singkat. Setelah “menginap” atau berkemah sebentar di dunia ini, kita akan pindah ke tempat lain. Tenda kehidupan di dunia sini akan dibongkar. Tetapi Tuhan menyediakan sebuah rumah untuk kita. Yesus menyebut rumah itu Surga. Ia kadang menyebutnya “Rumah BapaKu”.
Surga, kata Paulus, tidak dibuat oleh tangan manusia. Artinya, bukan manusia yang membangunnya, tetapi Allah. Allah sendirilah yang menyediakan rumah itu. Surga bertahan sampai selama-lamanya. Hanya ada satu Surga, dan tidak ada yang lain. Surga yang akan kita huni tidak bisa dibongkar atau dipindahkan oleh siapa pun. Allah itu kekal adanya, maka rumah kediamanNya pun abadi. Di Surga tidak ada duka dan derita. Tangis pun tidak ada lagi. Yang ada hanyalah sukacita dan kebahagiaan kekal.
Mengapa Anda begitu sibuk membangun kemah-kemah hidup yang bersifat sementara?

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, berilah kami rakhmatMu agar kami merindukan rumah abadiMu. Amin.

Sabtu, 3 November 2007
Rm 11:1-2a. 11-12. 25-29
Luk 14: 1. 7-11
===========================================================================

MERENDAHKAN DIRI

Setiap individu merindukan penghargaan dan apresiasi dari orang lain yang ada disekitarnya. Dewasa ini ada kecenderungan orang berburu penghargaan dengan hal-hal yang kurang pantas, sehingga tampak seperti ada “gila hormat”. Orang berlomba untuk mencari penghormatan dan penghargaan dengan segala cara. Ketika hal itu tidak diraih maka yanga ada adalah stress dan frustrasi dan gila yang sesungguhnya.
Yesus mengajarkan sesuatu yang berbeda kepada para murid. Merendahkan diri dalam segala hal baik yang dilakukan. Tidak mengejar kehormatan dan penghargaan tetapi tekun dan setia melakukan kebajikan dan kebaikan. Jika hal itu sudah dilaksanakan secara tekun dan konsekwen secara langsung buahnya adalah penghargaan dan apresiasi baik dari orang lain. Penghormatan akan diberikan atas kebajikan yang kita lakukan, dan itu adalah buah dari perbuatan. Penghormatan dan penghargaan bukan tujuan tetapi buah dari karya dan perbuatan.
Merendahkan diri menuntut orang untuk sabar, tekun dan setia pada apa yang baik yang sedang dan akan dilaksanakan. Merendahkan diri bukan berarti minder atau rendah diri. Merendahkan diri adalah sebuah kearifan fan kebajikan dalam berelasi yang bersumber dari kematangan pribadi secara rohani dan sosial. Orang yang rendah hati tidak menuntut melainkan memberi dalam ketulusan, tidak kecewa bila diperlakukan tidak adil tetapi terbuka untuk memaafkan. Orang yang rendah hati akan memancarkan damai dan kasih dalah seluruh kehidupannya.
Bagaimana dengan kita? Yesus telah mengajarkan hal itu. Ia merendahkan dirinya sampai serendah-rendahnya dengan menjadi manusia sama seperti kita kecuali dalam hal dosa dan menderita sengsara dan wadat di salib. Apakah kita sudah sungguh meneladan kerendahan hati Yesus, atau kita hidup dalam keangkuhan, kesombongan dan gilla hormat? Orang dihargai bukan karena kehormatannya tetapi karena perbuatan kasihnya.

Marilah berdoa,
Ya Allah, kuatkan kami dalam mengamalkan kasih dan kebajikanMu,
Dan jadikan kami orang yang mampu merendahkan diri seperti Yesus.
Amin.

Minggu, 4 November 2007
Hari Minggu Biasa XXXI
Keb 11:22-12:2 ; 2Tes 1:11-2:2; Luk 19:1-10
===========================================================================

ZAKHEUS

Tokoh yang satu ini sungguh tidak asing lagi di telinga kita. Kisahnya dalam injil begitu sering kita dengar dan kita renungkan. Tetapi apa yang kemudian membuat tokoh ini menarik untuk direnungkan. Apakah karena kekayaan dan jabatannya atau karena badannya yang gemuk dan pendek? Yang manarik adalah kerinduannya yang luar biasa untuk bertemu dengan Yesus dan pertobatannya setelah berjumpa dengan Yesus.
Zakheus adalah gambaran orang berdosa yang menerima belaskasih dan kerahiman Allah yang menghatarnya pada pertobatan. Perjumpaannya dengan Yesus mengubah seluruh hidupNya dan juga pandangan orang Yahudi. Yesus menunjukkan misi perutusannya dalam diri Zakhesus. Yesus datang bukan untuk mencari dan menyelamatkan orang benar melainkan untuk mencari dan menyelamatkan orang berdosa seperti Zakheus.
Zakheus menerima perlakuan tidak adil dari orang-orang sebangsanya karena pekerjaan dan jabatannya, sehingga ia di cap sebagai penghianat bangsa dan orang berdosa sehingga Yesus pun dianggap oleh orang Yahudi tidak layak untuk berkunjung ke rumahnya. Orang Yahudi berpangangan bahwa Zakheus tidak layak menerima anugerah keselamatan dalam pertobatan dan layak untuk menerima hukuman. Tapi kasih Allah mengatasi sungut-sungut orang Yahudi dalam diri Yesus yang mempertobatkan dan menyelamatkan Zakheus.
Ditengah kehidupan harian kita ada banyak orang seperti Zakheus, diperlakukan seperti Zakheus. Perlakuan itu justru datang dari kita yang merasa diri suci, kudus dan dekat dengan Allah dalam segala aktivitas kerohanian kita. Sehingga kita merasa bahwa hanya kita yang layak menerima kunjungan Yesus dan diselamatkan. Kita menghakimi dan mengucilkan orang-orang seperti Zakheus. Padalah Yesus sudah memeberi contoh dan teladan bahwa kita harus datang kepada mereka dan menuntun mereka kepada pertobatan dan keselamatan.
Bagaimana dengan kita saat ini, apakah kita sama seperti orang Yahudi yang suka menghakimi dan mengadili orang berdosa dengan segala sungut-sungut dan keangkuhan rohani kita? Atau sudahkan kita seperti Yesus menuntun orang berdosa kepada pertobatan dan keselamatan?

Marilah berdoa,
Ya Allah, buatlah kami mampu menghantar dan menuntun kembali saudara-saudari kami
yang hidup dalam dosa dan bahaya maut.
Amin.


Senin, 5 November 2007
Rm 11:29-36
Luk 14:12-14
===========================================================================

UNDANGAN PESTA


Musim adalah suatu waktu tertentu di mana sesuatu ada atau terjadi lebih banyak dan lebih sering dari hari-hari biasa. Ketika banyak buah mangga di pasaran, kita katakan sekarang musim mangga. Atau saat hujan sering terjadi, kita namakan musim hujan.
Dalam kehidupan bertetangga dan bermasyarakat ada pula yang disebut musim pesta. Dalam bulan tertentu banyak orang mengundang pesta, entah itu pesta nikah, sunatan atau pesta dengan intensi yang lain. Tentu saja bagi banyak keluarga, musim pesta tersebut berarti pula tambahan pengeluaran, sebab menghadiri pesta berarti juga harus memberikan kado atau amplop sumbangan.
Banyak di antara kita direpotkan ketika diundang pesta. Selain harus memikirkan bingkisan dan sejumlah uang, kadang kita juga harus memikirkan busana pesta yang akan kita kenakan. Kita tak mau mengecewakan orang yang telah mengundang kita. Dan keinginan untuk tampil prima, glamour dan pantas itulah yang seringkali merepotkan kita.
Pesta adalah suatu bentuk perjumpaan sosial setua usia manusia. Aneka tradisi dan kebudayaan memiliki nilai dan karakteristik pesta yang berbeda satu sama lain. Pesta di Afrika misalnya, selalu diwarnai dengan tari-tarian dan tetabuhan gendang. Sementara pada kebudayaan lain pesta diwarnai dengan musik dan dansa lembut. Yang relatif sama dari pelbagai macam jenis pesta adalah adanya makanan berlimpah. Kenyataan ini hampir tak terbantahkan. Pesta pasti identik dengan makan berlimpah.
Orang mengundang pesta sama artinya mengundang orang lain untuk makan. Tindakan mengundang pesta adalah sesuatu yang sangat baik. Bagi Yesus, tindakan yang baik itu dinilai tidak baik kalau di balik undangan itu ada keinginan untuk mendapat balasan. Saya mengundang pesta supaya saya pun diundang pesta.
Motivasi semacam itu bagi Yesus tidak tepat, sebab tindakan dan perbuatan baik bukanlah komoditas yang bisa dipertukarkan. Perbuatan baik semestinya terbebas dari keinginan agar orang lain juga melakukan yang baik bagi kita. Dalam tataran nilai manusiawi balas-membalas perbuatan baik adalah hal yang lumrah sekali.
Tetapi tataran nilai Kerajaan Allah yang ditawarkan Yesus melebihi nilai manusiawi. Menjadi murid Yesus harus rela melakukan perbuatan baik tanpa berharap balasan dari orang lain. Kongkretnya, kalau hendak mengadakan pesta, undanglah orang-orang miskin, cacat, lumpuh dan buta. Kita akan merasakan kebahagiaan, bukan karena mereka miskin. Kita berbahagia karena dengan demikian kita dibebaskan dari hasrat menerima pembalasan perbuatan baik dari mereka yang kita undang. Dalam hal ini, ada suatu nilai yang lebih tinggi yakni pembalasan Tuhan pada hari kebangkitan orang-orang benar. Pembalasan Tuhan adalah lebih bernilai daripada pembalasan manusia. Jadi, prioritaskan nilai-nilai surgawi dari Tuhan dalam setiap perbuatan baik yang kita lakukan.

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, semoga kami dibersihkan dari motivasi mendapatkan penghargaan dari dunia ini. Amin.

Selasa, 6 November 2007
Rm 12:5-16a
Luk 14:15-24
===========================================================================

UNDANGAN ISTIMEWA

Masih dalam konteks pesta perjamuan, perumpamaan yang disampaikan Yesus kali ini berkaitan dengan dalih atau alasan untuk tidak menghadiri pesta. Undangan merupakan satu hal sangat penting diperhatikan kalau kita mengadakan pesta.
Saya pernah mendengar sebuah Event Ornganizer (EO) berpromo di sebuah radio. Salah satu tip yang diberikan untuk pendengar adalah hal menyiapkan undangan. Dinasihatkan oleh EO tersebut agar daftar orang-orang yang akan diundang pesta disiapkan jauh-jauh hari. Lagipula nama dan alamat orang yang akan diundang harus ditulis dengan benar, kalau perlu dengan gelar dan jabatan. Sedapat mungkin tidak boleh salah dalam menuliskan nama dan alamat yang akan diundang, karena kalau salah ada kemungkinan orang tersebut tidak mau datang. Ada banyak orang yang cukup sensitif berkaitan dengan penulisan nama diri. Bahkan ada orang yang tak mau menerima undangan pesta hanya karena ada kesalahan eja dalam penulisan nama dan alamat, meski sebenarnya orang yang dimaksud tidak salah.
Tentu, orang yang diundang pesta adalah orang istimewa bagi pembuat pesta. Dalam prakteknya, daftar orang yang diundang pesta memiliki kategori tertentu. List yang paling atas biasanya bersifat Very Very Importan Person (VVIP), kemudian VIP dan seterusnya yang biasa-biasa saja atau kelas ekonomi. Dan tak dapat disangkal, undangan yang selalu rewel biasanya justru adalah yang termasuk kategori VVIP dan VIP.
Orang-orang yang merasa diri masuk dalam kategori VVIP atau VIP selalu menuntut macam-macam, termasuk merasa leluasa terlambat ikut acara atau pesta. Bahkan ia juga bisa merasa tak bersalah atau biasa saja kalau tidak datang pada moment pesta itu.
Perumpamaan tentang undangan yang berdalih dengan rupa-rupa alasan untuk tidak hadir dalam pesta yang diajarkan oleh Yesus berkaitan dengan sikap arogan dan ketidakpedulian orang-orang merasa dalam kategori VVIP dan VIP. Bagi mereka pesta perjamuan yang diadakan oleh tuan pesta tidak lah lebih penting daripada urusan dan bisnis mereka sehari-hari: melihat ladang yang baru dibeli, mencoba lima pasang lembu kebiri yang baru saja dibeli dan juga urusan kesenangan diri karena baru saja kawin. Karena pesta itu mengganggu acara bisnis dan kesenangan diri, mereka tidak mau datang.
Orang-orang yang berdalih itu sebenarnya diistimewakan oleh tuan pesta. Sama halnya bangsa Israel adalah orang-orang VIP dan istimewa. Mereka ditempatkan sebagai prioritas pertama dalam sejarah keselamatan yang ditawarkan Allah. Tapi karena mereka terang-terangan tak mau menerima undangan itu, maka Allah sebagai tuan pesta membuka pintu perjamuanNya bagi bangsa-bangsa lain yang tidak diprioritaskan. Ruang perjamuan Allah harus penuh, itulah program dan rencana Allah. Maukah kita datang dan menjawab undangan Allah dalam pestaNya? Tanggalkanlah egoisme dan mentalitas VVIP kita, maka kita akan suka cita menjawabi undangan pestaNya.

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, semoga kami boleh menghadiri pesta perjamuanMu. Bantulah kami menanggalkan egoisme dan kecenderungan memperhatikan urusan kami sendiri. Amin.

Rabu, 7 November 2007
Rm 13:8-10
Luk 14:25-33
===========================================================================

PERTIMBANGAN SEBELUM MENGAMBIL KEPUTUSAN

Pertimbangan matang sangat dibutuhkan untuk mengambil keputusan penting dalam hidup. Bagaimana cara mewujudkan keputusan itu dan juga efek dan akibat-akibat yang akan ditimbulkan oleh terjadinya keputusan itu harus dipikirkan matang-matang. Antisipasi merupakan tindakan yang perlu dibuat untuk menghadapi suatu keputusan. Salah-salah mengambil keputusan, hidup akan berubah total; mungkin lebih baik, atau justru makin terpuruk.
Keputusan mengikuti Yesus adalah tindakan serius. Orang yang mengambil keputusan mengikuti Yesus dan sanggup memikul salibNya harus siap berhadapan dengan totalitas. Ungkapan yang dipakai Yesus untuk menggambarkan situasi mengikuti diriNya sangat keras: “Barangsiapa tidak membenci ibu-bapanya, istri, anak-anak serta saudara-saudaranya, bahkan nyawanya sendiri tidak dapat menjadi muridKu.”
Kata “benci” adalah simbol sebuah jarak. Yang dimaksud oleh Yesus adalah prasyarat tidak terikat dengan orang-orang terdekat, sebab mengikuti Dia harus dengan totalitas. Oleh karena itu adalah suatu hal yang wajar kalau sebelum mengambil keputusan menjadi murid Kristus itu harus dipertimbangkan sungguh-sungguh. Kita harus juga melihat kemampuan diri kita sendiri, sama seperti seorang raja yang hendak memutuskan berperang atau tidak. Atau sama halnya dengan orang yang berencana membangun rumah.
Apakah kita memiliki kemampuan yang sepadan dengan resiko-resiko yang akan kita hadapi? Banyak kali terjadi kita menjadi kecewa karena sesuatu yang kita harapkan tidak terwujud. Mungkin kita mempersalahkan faktor-faktor lain di luar diri kita sebagai penentu kegagalan kita. Tetapi benarkah demikian? Bisa jadi kekurangan dan ketaksanggupan di dalam diri kita memberikan kontribusi terhadap kegagalan yang kita alami itu. Semestinyalah kita bertanya ke dalam diri sendiri, mungkin ada sesuatu dalam diri kita yang memang tak memenuhi syarat untuk mewujudkan rencana kita tersebut.
Jangan sampai kita dianggap orang sebagai orang yang hanya memiliki napsu kuat, tenaga loyo. Lakukan analisis kemampuan diri, pemetaan diri dan ambillah keputusan penting dalam hidup ini dengan semakin banyak informasi diri sebagai back up cita-cita kita. Kebahagiaan kita ditentukan oleh kemampuan kita mewujudkan suatu harapan yang kita inginkan. Janganlah kita menyiksa diri melakukan sesuatu yang tak sanggup kita laksanakan.

Marilah berdoa,
Ya Tuhan berilah kami kerendahan hati untuk melihat kekurangan dan kemampuan diri kami untuk mencapai sesuatu yang berharga bagiku dan bagiMu. Amin.








Kamis, 8 November 2007
Rm 14:7-12
Luk 15:1-10
===========================================================================

BERSUKACITALAH BERSAMA-SAMA AKU

Menjelang hari raya lebaran, kita mendengar banyak kasus kejahatan pencurian. Pada saat-saat seperti itu kita tak bisa membiarkan barang berharga tergeletak menganggur, sebab mata banyak orang sangat peka untuk mengambil sesuatu yang secara cepat dapat dijadikan uang. Ketika terjadi pencurian barang berharga karena ketakwaspadaan, kita menjadi terpukul. Apalagi kalau barang yang dicuri itu adalah sesuatu yang sangat penting, misalnya handphone atau laptop.
Pernah terjadi di suatu sudut rumah, penghuni rumah mendapati laptopnya tergeletak. Padahal seharusnya laptop itu ada di dalam kamar. Rupanya laptop itu hendak dicuri, tapi entah kenapa si pencuri menyimpannya di situ untuk menunggu waktu yang tepat supaya dapat dibawa lari. Mungkin juga si pencuri kepergok orang lain dan kesiangan.
Pemilik rumah itu bersyukur bahwa laptop yang hendak dicuri itu tak jadi hilang. Semua data informasi penting yang dia miliki tak jadi lenyap. Hanya satu yang menggelisahkan hatinya, siapakah pencuri itu? Pastilah si pencuri itu bukan orang yang asing dengan rumahnya. Ia menjadi penasaran sekali tapi juga tak dapat serta-merta menuduh orang-orang di rumahnya itu tanpa bukti. Hanya untuk mengetahui siapa yang mencoba mencuri itu, si pemilik rumah berusaha keras mencari “orang pintar”; meminta petunjuk siapakah pencuri laptop itu.
Barang berharga yang telah ditemukan, ternyata tidak membuat pemilik rumah itu bahagia. Justru sebaliknya ia menjadi begitu penasaran dan penuh tanda tanya yang menyiksa batin untuk mengetahui dengan pasti pencuri yang gagal mengambil barang berharga. Perumpamaan yang disampaikan oleh Yesus tentang domba yang hilang; dirham yang terselip; yang akhirnya ditemukan hendak menyampaikan suatu pesan singkat. Jangan kita terlalu repot mencari-cari kesalahan orang lain. Bahwa kita mendapati kembalinya barang berharga yang sangat kita butuhkan, seharusnya itu yang harus sangat disyukuri.
Apakah kita sudah memiliki rasa syukur seperti yang ditunjukkan gembala yang kehilangan domba dan wanita yang kehilangan dirham itu? Jika kita kehilangan barang, entah karena kelalaian kita ataupun karena diambil orang lain; hal kembalinya barang berharga itulah yang harus menjadi fokus syukur kita. Hendaknya kita dapat meniru perumpamaan Injil: “Bersukacitalah bersama-sama aku, sebab barang berhargaku yang hilang itu telah kutemukan.”

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, semoga kami tidak tergoda untuk mencari-cari kesalahan orang lain, tapi senantiasa bersyukur atas ditemukannya harta mutiara kami yang hilang. Amin.

Jumat, 9 November 2007
Pesta Pemberkatan Gereja Basilik Lateran
Yeh.47: 1-2.8-9.12; 1 Kor.3:9b-11.16-17; Yoh 2: 13-22
===========================================================================

YESUS BISA MARAH, MENGAPA TIDAK?

Seorang pastor pernah membikin umatnya terperangah. Pastor itu sudah di altar untuk memulai perayaan ekaristi. Dari altar dia meminta umatnya mengikuti perayaan ekaristi dengan tenang dan khidmat. Menyaksikan banyak umat datang terlambat, tidak tertib masuk gereja, lalu lalang dalam gereja sambil ngobrol, Pastor itu mendadak menghentikan misa langsung sesudah Doa Pembukaan dan kembali ke sakristi. Umat yang ditinggalkan dalam gereja terperangah. Kusuk-kasak dalam gereja tak terhindarkan. Ada umat yang bertanya keheranan ‘ada apa? Apa Pastor kita sakit? Ada pula umat yang karena sebal berucap: ‘Mungkin Pastor kita sudah gila,ya! Sudah keterlaluan,coba bersabarlah dengan kami yang bodoh-bodoh ini!’
Bukan rahasia lagi suasana tenang dan khidmat pada saat merayakan ekaristi agak merosot. Umat yang sudah lebih dahulu ke gereja tidak bisa mengikuti perayaan dengan khuzuk karena ada saja umat yang datangnya terlambat. Lebih parah lagi ada anak-anak muda suka ngobrol selama perayaan berlangsung. Cara umat berpakaian yang kurang senonoh juga mengusik kekhidmatan suasana perayaan.
Tindakan Pastor yang secara mendadak menghentikan misa tentu mengecewakan umat yang sudah datang pada waktunya. Hanya segelintir umat yang datang terlambat dan kurang menunjukkan sikap hormat di saat berlangsungnya perayaan. Tetapi ternyata tindakan Pastor itu telah membawa dampak yang menggembirakan. Dalam kesempatan perayaan ekaristi pada hari-hari minggu sesudahnya nampak sekali umat semakin sadar: datang pada waktunya dan mengikuti perayaan dengan khidmat.
Tindakan Yesus mengobrak-abrik tempat jualan para pedagang di pelataran bait Allah dan menghalau mereka dengan cemeti sungguh menggemparkan. Para pedagang lari tunggang langgang ketakutan. Biar mereka kapok. Yesus sungguh marah, mengapa tidak!? Yesus dengan gigih membela kekudusan Bait Allah. Bait Allah rumah BapaNya, tidak boleh menjadi tempat berjualan atau sarang penyamun. Bait Allah adalah tempat suci, tempat manusia berjumpa dengan Allah Sang Penciptanya.
Bagaimana tanggapan anda terhadap tindakan Yesus? Yesus minta anda segera menghentikan kebiasaan datang terlambat ke gereja. Anda ke gereja untuk berjumpa dengan Tuhan. Jangan suka ngobrol dengan teman di saat perayaan berlangsung. Ikutlah perayaan ekaristi dengan khidmat. Dari rumah kenakanlah pakaian yang senonoh. Ingatlah: tubuh anda dari ujung kaki sampai ujung rambut adalah tempat kediaman Roh Kudus. Pakaian yang kurang senonoh dapat merendahkan martabat anda dan membangkit-bangkitkan selera tak senonoh dalam diri sesama umat yang memandangnya.

Marilah berdoa,
Tuhan Yesus, ampunilah saya. Saya sering suka terlambat ke gerej, suka ngobrol di gereja. Sering pula mengenakan pakaian yang kurang senonoh. Saya bertobat dan tidak mengulanginya lagi. Amin.


Sabtu, 10 November 2007
PW. St. Leo Agung, Paus Pujangga Gereja
Rom. 16: 3-9.16.22-27; Luk 16: 9-15
===========================================================================

WEJANGAN YANG MENOHOK DAYA JUANG DAN HARGA DIRI

Saudara-saudariku terkasih, sebagai putera-puteri kesayangan Allah Bapa dan sahabat-sahabat pilihan Tuhan Yesus, kita wajib berdoa untuk semua orang termasuk para koruptor. Doa untuk para koruptor, misalnya sebagai berikut: “Ya, Allah Sang Pencipta yang mahakuasa, para koruptor juga telah Kauciptakan menurut citraMu. Engkau begitu baik. Engkau tidak punya niat sedikitpun untuk mencabut atau menghapus citraMu itu dari diri mereka. CitraMu itu nampak antara lain dalam bentuk daya juang mereka yang gigih untuk memperoleh apa yang mereka inginkan. Kepandaian dan kecerdikan yang mereka miliki, mereka tidak sia-siakan; kami mohon agar kepandaian dan kecerdikan mereka, juga dapat mendatangkan berkat dan kesejahteraan bagi orang-orang miskin.
Wejangan Yesus dalam Injil hari ini bermuatan beberapa pesan penting yang harus diperhatikan baik oleh murid-muridNya maupun oleh orang-orang Farisi yang telanjur memiliki atau menghayati pandangan keliru tentang kekayaan atau Mamon. Kekayaan atau Mamon yang dimiliki oleh orang-orang kaya termasuk oleh orang-orang Farisi merupakan kenyataan yang memang harus diakui keberadaannya. Kekayaan atau Mamon itu baik yang diperoleh secara halal/jujur maupun dengan cara yang tidak jujur (korupsi) sesungguhnya bermanfaat untuk kesejahteraan manusia. Yesus sendiri bahkan menyuruh orang-orang yang mendapatnya dengan mengatakan : “Ikatlah persahabatan dengan mempergunakan Mamon yang tidak jujur, supaya jika Mamon itu tidak dapat menolong lagi, kamu diterima di dalam kemah abadi”. Suruhan ini kiranya menunjukkan bahwa Yesus sama sekali tidak membenci kekayaan atau Mamon betapapun diperoleh dengan cara tidak jujur.
Apakah dengan itu Yesus membenarkan kita untuk ikut-ikutan mencari kekayaan atau Mamon dengan cara yang tidak jujur? Sama sekali tidak! Tetapi Yesus tetap menuntut agar kekayaan atau Mamon yang telanjur diperoleh dengan cara yang tidak jujur wajib dibagi-bagikan kepada orang-orang yang sangat membutuhkannya, misalnya untuk menolong anak-anak yatim piatu, para janda, lansia, yayasan sosial atau lembaga-lembaga pendidikan untuk memajukan warga masyarakat yang tertinggal.
Sebagai murid-muridNya Yesus menuntut kita untuk setiap saat bertindak jujur dan setia mulai dengan hal-hal kecil. Untuk memperoleh sesuatu betapapun nilainya kecil, dituntut kerja keras dan daya juang. Selalu siap memberikan tanggung jawab secara benar dan jujur atas segala sesuatu yang kita peroleh. Kekayaan yang kita peroleh secara jujur, hasil kerja keras/daya juang tidak boleh ditumpuk-tumpukkan untuk kesenangan dan kebanggaan pribadi atau demi harga diri sampai melupakan Tuhan pemberi segala anugerah. Semuanya itu hendaknya dilihat dengan mata iman sebagai anugerah dari Tuhan yang harus selalu disyukuri dan dengan ikhlas dimanfaatkan untuk kesejahteraan banyak orang.



Marilah berdoa,
Tuhan Yesus, doaku singkat saja. Jauhkan saya dari ancaman cengkeraman Mamon yang mencelakakan kesetiaanku kepadaMu. Amin.

Minggu, 11 November 2007
Pekan Biasa XXXII
2Mak 7:1-2. 9-14; 2Tes 2:16 – 3:5; Luk 20:27-38
===========================================================================

KEHIDUPAN SETELAH KEMATIAN

Setiap orang menjalani kehidupannya menurut keyakinannya sendiri. Seorang pengikut Kristus juga menjalani kehidupannya dengan mencampurkan pemahaman Kristiani dengan pemahaman dan daya tangkapnya masing-masing. Belum ada orang yang bisa mengikuti Kristus dengan sama persis dan itu tidak akan pernah ada. Demikianpun halnya dengan kehidupan setelah kematian. Setiap orang memiliki pemahaman tersendiri walaupun ada ajaran yang disampaikan untuk banyak orang. Ajaran yang sama, diterima secara berbeda.
Ada berbagai cerita orang tentang kehidupan setelah kematian. Ada beragam gambaran tentang adanya imbalan, ganjaran dan hukuman. Tetapi ada juga orang yang mengakui bahwa kehidupan hanya terjadi saat ini, di sini. Itulah sebabnya banyak orang dengan tanpa sadar berusaha menikmati hidup yang sekarang ini dengan slogan “hidup cuma sekali. Kalau tidak dinikmati sekarang, kapan lagi?”
Orang-orang Saduki juga memiliki paham seperti itu. Hidup hanya ada di tempat ini. Tidak ada kebangkitan. Namun Yesus membantah pengertian itu. Yesus, manusia yang berasal dari kehidupan kekal, mengajarkan bahwa ada hukum ganjaran dan pembalasan. Jiwa yang berasal dari Allah, tidak dapat mati. Jiwa hanya dapat mengalami kehidupan sesuai dengan hukum kehidupan Allah sendiri. Maka gambaran surga yang dipenuhi dengan malaikat, diwarnai sukacita, atau gambaran tentang neraka yang diwarnai dengan hukuman dan api yang menyiksa, mungkin baru salah satu gambaran tentang kehidupan setelah kematian. Bagaimanapun juga, setiap agama menyadari bahwa jiwa akan tetap hidup, entah hidup untuk menderita karena dihukum atau hidup kekal dalam bahagia. “Kalian benar-benar sesat,” itulah teguran Yesus terhadap mereka yang berusaha menafsirkan kehidupan setelah kematian. Yang perlu dipahami adalah adanya kehidupan setelah kematian badani, dan bahwa kehidupan setelah kematian amat berbeda dengan kehidupan dalam dunia badan. Kebahagiaan dalam alam setelah kematian amat berbeda dengan kebahagiaan dalam dunia badan. Kehidupan bahagia itu hanya bisa dikatakan dengan istilah “visio beatifica”.. bahagia karena memandang wajah Allah secara kekal, bersatu dengan kehidupan Ilahi secara kekal. Itulah kebahagiaan yang tak terlukiskan dalam alam hidup insani.

Marilah berdoa,
Ya Yesus, semoga aku berusaha meraih kehidupan bahagia kekal bersamaMu. Memandang wajah Bapa, Putra, dan Roh Kudus, tempat jiwaku hidup kekal.
Amin.

Senin, 12 November 2007
Pw. S. Yosafat, Uskup dan Martir
Keb 1:1-7; Luk 17:1-6
===========================================================================

MEMANFAATKAN KETIDAKTAHUAN

Menipu orang bodoh amat mudah. Orang yang tidak banyak tahu bisa dikelabui dengan berbagai macam hal. Demi sebuah kepentingan, selembar kertas kosong dapat ditandatangani orang yang tidak berpikir lebih jauh. Hal seperti itu kerap terjadi di tengah bangsa ini. Karena tidak tahu, atau tidak mau repot, banyak orang mengalami kerugian yang seharusnya tidak mereka alami. Sialnya, banyak orang pintar yang memanfaatkan ketidaktahuan orang-orang tertentu demi mendapat keuntungan bagi dirinya sendiri.
Kemampuan bersilat kata, kemampuan mengelabui orang, kemampuan meyakinkan orang, dapat membuat orang lain jatuh dalam kerugian sementara orang yang melakukannya, dapat memperoleh keuntungan. Cerdik, licik demi sebuah kepentingan. “Tidak mungkin tidak akan ada penyesatan”, demikian kata Yesus, “tetapi celakalah orang yang menyesatkan orang lain.” Bagi para penyesat, lebih baik mereka dibuang dari tengah kehidupan bersama.
Pengalaman di dunia bisnis, dunia perdagangan mungkin juga bisa menjadi contoh dalam hal ini. Ada pedagang yang dengan sengaja menjual barang yang asli dengan harga sedikit lebih murah daripada barang yang palsu. Barang palsu dijual sedikit lebih mahal. Seorang pembeli yang tidak mengerti yang mana asli, yang mana palsu, mungkin akan terkecoh dan cenderung memilih yang asli karena harganya tidak jauh berbeda dengan yang palsu. Dengan cara seperti itu, banyak pedangang justru mendapat keuntungan berlipat. Ketidaktahuan orang akan harga-harga juga bisa dimanfaatkan oleh mereka yang memiliki kepentingan. Tentu ini baru merupakan satu contoh.
Contoh lain bisa kita renungkan dan kita tarik dari dunia hidup bersama. Orang tua yang tidak banyak tahu perkembangan, dengan mudah dapat dikelabui oleh anaknya sendiri. Anak yang tidak banyak pengalaman, juga dapat dikelabui dengan berbagai macam alasan dan fakta fiktif. Ketidaktahuan atau menyangka orang lain tidak tahu, membuka peluang untuk memanfaatkan orang itu. Itu salah satu godaan memanfaatkan orang lain dengan membodohi mereka. Bukankah bertahun-tahun kita terlambat sadar bahwa kita seperti kerbau cocok hidung, yang dengan mudah diarahkan ke manapun? Maka alangkah baiknya bila kita menjadi orang yang banyak tahu, bukan sok tahu. Dan bila kita menjadi orang yang lebih tahu, semoga kita tidak tergoda untuk membodohi orang lain.

Marilah berdoa,
Ya Yesus, semoga kami siap untuk belajar dan tidak tertarik untuk membodohi dan menyesatkan orang lain. Amin.



Selasa, 13 November 2007
Keb 223-3:9
Luk 17:7-10
===========================================================================

BERSIKAP SEPERTI HAMBA, SUATU TUNTUTAN DALAM PELAYANAN

Orang bijak mengatakan: “Hidup yang bermakna adalah hidup yang diabdikan untuk kepentingan banyak orang dan demi kemuliaan Tuhan.” Pengabdian diungkapkan dengan melayani. Dan kesungguhan dalam melayani terlihat ketika seseorang melakukannya dengan penuh kesungguhan dan kesetiaan seperti seorang hamba melayani tuannya. Hal ini menuntut sikap tanggung jawab dan kerendahan hati.
Perlu pula diingat bahwa pelayanan yang dilakukan seseorang merupakan bentuk pertanggungan jawab terhadap panggilan Tuhan. Tentang panggilan Tuhan ini, St. Paulus mengatakan: “Ada banyak karunia tetapi hanya ada satu Roh dan ada banyak karya, tetapi hanya satu Tuhan.”
Pernyataan St. Paulus ini bukan sekadar mengatakan bahwa ada aneka karunia/talenta yang Tuhan berikan kepada manusia. Bukan juga sekadar mengatakan bahwa ada banyak karya/pekerjaan yang Tuhan berikan kepada manusia. Yang penting untuk disadari bahwa apapun karunia/talenta yang kita miliki dan pekerjaan apapun yang kita jalankan, sumbernya ada pada Tuhan sendiri. Maka dalam perspektif iman, hendaknya kita memandang pekerjaan yang kita jalankan sebagai perwujudan dari kehendak Tuhan dalam melayani sesama.
Ketika seseorang semakin mampu mengembangkan talenta yang ada pada dirinya, dan ketika pekerjaan yang ditanganinya mampu memenuhi kebutuhan banyak orang, di sana arti pelayanan ditemukannya. Apabila seseorang mempunyai pengalaman seperti ini, maka layaklah untuk bersyukur; karena dalam banyak keterbatasan sebagai manusia, masih mampu mewujudkan kehendak Allah dalam hidup.
Godaan yang paling besar, yang seringkali menimpa orang-orang sukses, adalah merasa diri hebat dan pandai. Hal semacam ini cenderung menjerumuskan manusia ke dalam sikap sombong dan tinggi hati. Biasanya orang semacam ini sangat lemah penghargaannya terhadap sesama. Di samping itu semakin lemah pemahamannya tentang peran Allah (Sang Sumber Hidup) dalam segenap perjalanan hidup.
Tuhan Yesus melalui Injil Lukas 17 : 7 – 10 mengingatkan, hendaknya bersikap rendah hati seperti hamba yang senantiasa setia dan tekun melayani. Bahkan ketika suatu pekerjaan telah dijalankan dengan baik, katakanlah: ”Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna, kami hanya melakukan apa yang harus kami lakukan.” Maka ingatlah: “Apapun pekerjaan yang kita lakukan bukan semata-mata karena kita mau, tetapi karena Allah menghendakiNya.”

Marilah berdoa,
Allah Bapa di Surga, utuslah RohMu dan tuntunlah hidupku agar aku bersikap rendah hati seperti hamba, setia dan tekun dalam pekerjaan sebagai wujud pelayananku, kini dan sepanjang masa. Amin.


Rabu, 14 November 2007
Keb 6:2-11
Luk 17:11-19
===========================================================================

BERSYUKUR, UNGKAPAN PENGHARGAAN ATAS MARTABAT HIDUP

Dalam pengalaman sehari-hari, apabila seseorang mengalami kesulitan atau berada dalam kondisi tidak berdaya, hasrat untuk mencari Tuhan amat kuat. Ketidakberdayaannya seolah menyadarkan dia tentang pentingnya campur tangan Allah dalam hidup. Sebaliknya juga, apabila kondisi seseorang baik dan lebih beruntung, seringkali hasrat untuk mencari Tuhan lemah. Bahkan ada yang melupakan Tuhan sama sekali.
Tuhan Yesus mengalami hal semacam ini, ketika Dia berhadapan dengan sepuluh orang kusta. Pada waktu itu sepuluh orang yang diceritakan dalam Injil mengidap penyakit kusta, demikian besar kerinduan mereka untuk bertemu Tuhan Yesus. Dan pada saat mereka benar-benar berjumpa dengan Tuhan Yesus, dengan penuh kerendahan hati mereka minta dikasihani. Mereka mengharapkan rahmat kesembuhan dari Tuhan Yesus. Tuhan Yesus mendengarkan keluhan itu dan mereka pun disembuhkan. Tentu saja rahmat kesembuhan yang mereka peroleh dari Tuhan Yesus, bukan semata-mata karena mereka memintanya, tetapi lebih-lebih karena Tuhan mencintai dan berbelas kasih.
Akhirnya mereka pergi sebagai orang yang mengalami hidup baru. Sebelum jumpa Tuhan Yesus, mereka berpenyakit kusta, dijauhkan banyak orang karena dianggap najis, hidup dalam komunitas terasing, hidup tanpa harapan, menerima perlakuan yang tidak layak dari sesamanya. Setelah berjumpa dengan Tuhan Yesus, mereka tidak lagi berpenyakit kusta karena Tuhan telah menyembuhkannya, bebas dari hidup keterasingan, tidak lagi dianggap najis, mempunyai peluang untuk menata hidup yang lebih baik (hidup dalam pengharapan), menemukan lagi martabat hidup.
Perubahan hidup seperti yang dialami sepuluh orang kusta adalah nilai dan karya yang tidak bisa diukur dengan uang dan harta apapun. Perubahan itu hanya bisa dimengerti dalam kasih Allah, yang telah mengangkat keterpurukan manusia dan menempatkannya sejajar dengan setiap orang yang bermartabat.
Bagaimana keluhuran martabat bisa dikembangkan oleh sepuluh orang kusta itu? Injil bercerita, hanya satu yang kembali kepada Yesus untuk bersyukur. Orang itu adalah orang Samaria (orang Yahudi menyebut orang Samaria sebagai orang kafir). Sembilan yang lain (dari turunan bangsa pilihan) justru tidak pernah kembali lagi kepada Yesus untuk bersyukur. Sikap tidak tahu bersyukur tidak hanya mencerminkan kepribadian yang sombong dan tidak peduli; lebih dalam dari itu, tidak tahu bersyukur adalah gambaran dari ketumpulan hati nurani serta rendahnya pemahanan atas martabat hidup. Karena itu, kesembilan orang kusta yang telah sembuh, tetapi tidak tahu berterima kasih, hanya mengalami kesembuhan secara fisik, tetapi tidak pernah menemukan makna hidup dalam kebesaran kasih Tuhan.
Belajar dari kesepuluh orang kusta itu, seharusnya kita menjadi paham bahwa perjumpaan dengan Tuhan dan pengalaman mendapat berkat dari Dia, akan selalu membawa perubahan dalam hidup. Karena itu, jangan pernah berhenti datang kepadaNya. Jangan juga mencariNya hanya di kala susah, di waktu senang pun kita harus berjuang untuk tetap dekat dengan Dia. Sebab martabat hidup akan semakin dipahami dalam pengalaman kasih Allah.



Marilah berdoa,
Bapa di Surga, curahkan RohMu kepada kami agar kami memahami kehendakMu. Tumbuhkan dalam diri kami sikap syukur kepadaMu, karena apapun yang baik
dan indah dalam hidup ini, Engkau sendirilah yang memberikanNya.
Kami puji namaMu kini dan sepanjang masa. Amin.


Kamis, 15 November 2007
Keb 7:22 – 8:1
Luk 17:20-25
===========================================================================

DATANG TANPA TANDA-TANDA

Seringkali kita diajak merenung tentang datangnya kerajaan Allah. Kerajaan Allah itu sering pula dimengerti sebagai hari kiamat. Melihat, merenungkan dan menilai zaman ini, ada orang yang berkata, kehancuran bumi sudah makin dekat. Gempa, bencana, kecelakaan dan sebagainya, seringkali dikaitkan dengan tanda-tanda datangnya kerajaan Allah itu. Bila datangnya Kerajaan Allah disempitkan hanya sebatas datangnya kiamat, mungkin kita akan dengan mudah mencoba menarik kesimpulan bahwa petaka dan bencana adalah tanda zaman datangnya kiamat itu.
Kerajaan Allah tidak sesempit pengertian kiamat atau kehancuran bumi seluruhnya. Kerajaan Allah jauh lebih luas maknanya daripada hanya sekedar kiamat. Kiamat atau hari akhir, tidak bisa diputuskan datangnya dengan melihat petaka dan bencana. “Kerajaan Allah datang tanpa tanda-tanda lahiriah” demikian ucapan Yesus. (Luk 17:20). Walaupun petaka dan bencana menjadi sarana yang baik bagi kita untuk berefleksi, tetapi bencana itu belum menjadi tanda lahiriah hadirnya Kerajaan Allah. Dengan memperhatikan kejadian yang ada, peristiwa kehidupan dan sebagainya, kita belajar untuk semakin memahami apa kehendak dan penyelenggaraan Ilahi di dalamnya. Namun toh kita belum bisa mengambil kesimpulan bahwa petaka itupun belum tentu menjadi alat penghukum bagi manusia yang jahat. Perhatian yang ditekankan oleh Yesus dalam Injil hari ini bukan pada tanda-tanda lahiriah. Sebab ketika kita memperhatikan dan mencari tanda, kerap terlupakan apa yang sebenarnya hadir. “Sesungguhnya Kerajaan Allah ada di antara kamu” (Luk 17:21). Maka hendaknya kita bertanya lebih lanjut, sebenarnya Kerajaan Allah itu apa? Benarkah sudah hadir di antara kita?
Kerajaan Allah dalam gambaran atau bahasa manusiawi, mungkin terlukiskan dengan kata “bahagia”. Kebahagiaan sejati. Bukan kebahagiaan parsial atau sementara. Bagaimana kita menjadi bahagia di dalam setiap situasi kehidupan. Bukan hanya pada saat senang. Memang jauh lebih gampang menjadi bahagia di saat senang. Namun, bagaimana caranya melihat kehadiran kebahagiaan Kerajaan Allah dalam peristiwa salib hidup harian, itulah tanda-tanda yang tak tampak. Kerajaan Allah hadir tanpa tanda lahir “senang”, “tertawa” dan sebagainya. Kerajaan Allah hadir dalam situasi batin manusiawi walaupun hadirnya belum seluruhnya. Maka alangkah indahnya Kerajaan Allah yang hadir di tengah kita walaupun tanpa tanda yang dapat diketahui orang lain.

Marilah berdoa,
Ya Yesus, semoga kami semakin mengerti bahwa KerajaanMu hadir di tengah kami, saat ini. Amin.



Jumat, 16 November 2007
Keb 13:1-9
Luk 17:26-37
===========================================================================

DATANG TAK TERDUGA

Kematian, datang tanpa diminta. Demikian juga kelahiran. Tanpa minta dilahirkan, kita telah terlahir. Tanpa minta kematianpun, mau tidak mau, kita pasti akan mengalami kematian. Dua titik penting dalam kehidupan manusiawi ini tak bisa kita ceritakan secara pribadi, bagaimana kita dilahirkan, bagaimana pula ketika kita mati.
Kematian menjemput setiap orang yang pernah lahir. Sering orang berkata bahwa hanya kematianlah yang sebenarnya paling pasti dalam kehidupan kita. Bahwa kita pasti akan mati. Semua kita tahu itu. Caranya bermacam-macam. Ada yang dijemput ketika sedang tidur berdua, ada yang dijemput di ladang, ada yang dijemput di lantai atas dan seterusnya. Peristiwa itu terjadi begitu saja. Mereka yang masih hidup, akan menjadi saksi kematian seseorang.
Menghadapi kematian itu, Yesus mengingatkan kita untuk tidak mengikuti cara istri Lot. Istri Lot menyayangi kota dan isi dari perjuangannya di tengah kota itu. Yesus mengajarkan kita untuk lebih mengutamakan pemeliharaan jiwa daripada pemeliharaan atau menyelamatkan harta benda. Ketika terjadi hujan belerang yang menghancurkan Sodom dan Gomora, istri Lot memilih mencintai kota dan harta benda yang ditinggalkannya. Tanpa disangkanya, ternyata dia menjadi tiang garam yang tidak bisa bergerak lagi alias mati.
Kematian, adalah satu-satunya hal yang pasti di depan kita. Kita pasti akan mati. Kapan dan di mana, bagaimana caranya, mungkin kita tidak bisa memilih. Namun marilah kita sadari hal ini. Bahwa Tuhan akan mengambil teman-teman dan sahabat kita satu persatu. Tidak ada yang akan tersisa. Lalu apa yang perlu kita lakukan? Menolak kematian? Tentu itu mustahil. Maka, mari kita bersikap seperti ajakan Yesus yakni, memelihara nyawa, memelihara jiwa, karena nyata bahwa jiwa akan tetap hidup walaupun badan ini telah mati. Segala harta benda tidak akan berfaedah lagi untuk jiwa yang terlepas dari badan. Padahal hidup jiwa setelah terpisah dari badan, jauh lebih panjang daripada hidup jiwa di dalam badan yang terbatas ini.

Marilah berdoa,
Ya Yesus, beranikan kami untuk memelihara jiwa kami melebihi pemeliharaan badan kami. Amin.

Sabtu, 17 November 2007
PW. St. Elisabeth dari Hungaria
Keb 18:14-16,19:6-9; Luk 18:1-8
===========================================================================

BERBAGILAH REJEKI DENGAN PARA FAKIR MISKIN

Kisah hidup St. Elisabeth dari Hungaria memperlihatkan secara gamblang kesetiaan yang kokoh dalam menghayati cinta kasih. Kemewahan hidup yang dirasakan dan dialami St. Elisabeth dari Hungaria di istana Wartburg – Jerman Tengah sebagai istri Pangeran Ludwig IV tak pernah menyilaukan mata hatinya dan mengenyahkan perasaan batinnya untuk bersolider dengan orang-orang miskin dan sakit. Bagi orang-orang miskin dan anak-anak yatim piatu yang dalam kehidupan hariannya sangat sulit mendapatkan makanan dan minuman, St. Elisabeth dari Hungaria selalu menyediakan dan membagikan makanan dan minuman. Bagi orang-orang sakit, ia mendirikan rumah-rumah sakit guna mengobati dan menyembuhkan penyakit mereka.
Karya solidaritas ini sudah dilaksanakan St. Elisabeth dan ia tak pernah merasa takut untuk membagikan rejeki kepada para fakir miskin dari kekayaan istana, sekalipun dia mendapat tantangan yang hebat dari kaum keluarga istana. Aksi yang tulus dan mulya ini sungguh direstui Allah, sehingga dia pun akhirnya mendapatkan dukungan penuh dari sang suami. “Perbuatan amal Elisabeth akan membawa berkat Tuhan bagi kita. Kita tentu tidak akan dibiarkan Allah menderita suatu kekurangan pun, selama kita mengizinkan Elisabeth untuk meringan penderitaan orang lain,” urai Ludwig. Setelah diterima menjadi anggota Ordo Ketiga Fransiskan, St. Elisabeth dari Hungaria lebih setia pada misi sosialnya, malahan semakin intensif. Ia membaktikan seluruh diri demi kehidupan sesamanya yang miskin dan sakit.
Keteladanan hidup serta penghayatan iman St. Elisabeth dari Hungaria sungguh menggugah kita untuk bersolider dengan sesama kita yang miskin dan sakit. Di sekitar tempat kediaman kita, di sekitar tempat kerja kita, di sekitar lingkungan – wilayah – paroki kita, ada begitu banyak orang yang kelaparan dan kehausan, ada begitu banyak orang yang menderita aneka macam penyakit. Berbagilah rejeki dengan mereka. Berilah tumpangan kepada mereka dari penghasilanmu. Jangan ragu, jangan cemas. Penghasilanmu takkan pernah habis karena memberi. Sebaliknya, berkat Tuhan akan melimpah atasmu. Untuk itu, contohilah kehidupan dan keimanan St. Elisabeth dari Hungaria. Pandanglah selalu kepada Allah sang Sumber Kasih Sejati yang tak pernah terlambat memberi pertolongan kepada setiap anak manusia.

Marilah berdoa,
Ya Yesus Kristus, sumber hidup kaum miskin dan harapan kesembuhan orang-orang sakit
Datanglah dan tinggallah beserta kami umat kesayanganMu, domba gembalaanMu. Semoga hati kami seperti hatiMu sendiri, mahapenyayang dan mahapengasih, terbuka untuk menolong sesama kami yang miskin dan sakit supaya mereka selamat dan berbahagia. Amin








Minggu, 18 November 2007
Pekan Biasa XXXIII
Mal 4:1-2a; 2Tes 3:7-12; Luk 21:5-19
===========================================================================

KETEKUNAN MENYELAMATKAN HIDUP

Bacaan-bacaan suci hari ini berkisah tentang akhir zaman. Di sini akhir zaman dilukiskan sebagai momentum penuh makna bagi setiap orang beriman. Bahwa setiap orang beriman yang memiliki ketekunan terhadap Sabda dan Kehendak Allah, akan memperoleh keselamatan dalam hidupnya. Sebaliknya, barangsiapa mengabaikan Sabda dan Kehendak Allah, hidupnya akan binasa. Dengan demikian, kebinasaan itu sungguh merupakan ciptaan manusia sendiri, sebab yang ada pada Allah adalah keselamatan. Allah selalu menghendaki serentak menyediakan kebahagiaan, keadilan, damai sejahtera, sorak-sorai dan sukacita bagi umat beriman. Akan tetapi, tanggapan setiap orang beriman selalu memastikan kenyataan hidupnya. Inilah akhir zaman, ketekunan menyelamatkan hidup.
Ketekunan dalam bahasa Nubuat Maleakhi adalah menyegani nama Allah. Dalam konteks Perjanjian Lama, menyegani nama Allah berarti menghormati Allah dengan selalu menyebut namaNya secara sopan, berbakti kepadaNya dengan setia, mengagungkan serta meluhurkan Allah sebagai penyelenggara dan penjamin segala sesuatu di atas bumi ini, selalu berbicara jujur dan bertindak benar, memelihara seluruh diri agar tidak tercemar dan tidak bercela di hadapan Allah dan sesama. Setiap orang beriman yang setia melaksanakan semuanya ini akan hidup dalam cahaya kemuliaan Allah sebagai anak-anak Allah. “... bagi kamu yang menyegani nama-Ku akan terbit matahari keselamatan yang menyembuhkan dengan sinarnya.” Ya, ketekunan menyelamatkan hidup.
Dalam bahasa Injil Yesus Kristus, ketekunan merupakan kepercayaan yang teguh, mantap dan tak tergoyangkan kepadaNya sebagai Penyelamat dan Penebus satu-satunya. “Waspadalah, supaya kamu jangan disesatkan... Janganlah kamu mengikuti mereka... janganlah kamu terkejut...” Kepercayaan seturut pewartaan Yesus Kristus adalah kerelaan untuk mempersembahkan totalitas diri demi perwujudan kehendak Allah secara tuntas dan paripurna. Dengan kata lain, kepercayaan berarti hidup hanya untuk Allah. “Aku datang bukan melaksanakan kehendakKu sendiri melainkan kehendak Dia yang telah mengutus Aku.” Maka, ketekunan merupakan keyakinan yang sungguh akan Allah sebagai penjamin kehidupan setiap umat beriman, sebagaimana diteladankan oleh Yesus Kristus, Penyelamat dan Penebus. Bahwa Allah yang memberi hidup, Dialah juga yang akan menyelenggarakan hidup, dan dia pulalah yang akan menyelesaikan dan menuntaskan hidup yang telah Dia beri dan selenggarakan. “Tetapi tidak sehelai pun dari rambut kepalamu akan hilang. Kalau kamu bertekun, kamu akan menyelamatkan hidupmu.”
Wahai sudara-saudari, marilah kita menyatakan komitmen untuk berpegang teguh pada ketekunan. Sesungguhnya, ketekunan dapat menyelamatkan hidup kita. Semoga hidup Yesus menjadi hidup kita dan misi Yesus menjadi misi kita. Tuhan selalu memberkati kita.

Marilah Berdoa,
Ya, Yesus ingatlah akan umatMu yang tekun dalam penghayatan iman akan Dikau
sebagai penyelamat dan penebus, apabila Engkau datang kembali
sebagai Raja segala raja dan Tuhan semesta alam. Amin


Senin, 19 November 2007
1 Mal 1:10-15.41- 43.54-57.62-64
Luk 18:35-43
===========================================================================

MELIHAT KARENA IMAN

Ada seorang aktivis gereja yang sering merasa terganggu melihat seorang bapak tua berpakaian lusuh masuk ke gereja setiap hari dan keluar dari gereja setelah 2 menit berada di dalam gereja. Aktivis ini pun penasaran, apa sih yang dia kerjakan? Ia pun menyuruh koster untuk menanyai bapak tua itu. Aku berdoa, jawab bapak tua itu. Benarkah bapak berdoa, tanya si koster, sebab bapak berada di gereja hanya sebentar saja. Memang benar jawabnya, aku tidak dapat berdoa lama, tetapi setiap siang jam 12 aku datang dan hanya berkata, “Yesus, ini Petrus” dan setelah 1 menit menunggu, aku keluar. Ini hanya sebuah doa yang singkat , tetapi aku kira Dia mendengar aku.
Cerita ini mau menyampaikan sebuah pesan bagi kita bahwa doa yang baik itu tidak selalu berupa doa yang banyak kata dan panjang lebar. Dalam Injil, Bartimeus mengucapkan sebuah seruan yang singkat “Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku”. Lebih keras ia berteriak “Anak Daud, kasihanilah aku”. Kata Yesus kepadanya “apa yang kaukehendaki supaya Aku perbuat bagimu”. Ia menjawab, “Tuhan, supaya aku dapat melihat”. Yesus berkata lagi “melihatlah engkau, imanmu telah menyelamatkan engkau”. Seruan si buta mendapat tanggapan positif dari Yesus, berupa anugerah kesembuhan penglihatan.
Penglihatan sering melambangkan iman, yang memberi terang dan arah baru kepada hidup. Nasib orang buta pada masa Yesus sangat tergantung dari kedermawanan orang lain, karena sendiri tidak dapat bekerja. Sebagaimana kisah orang buta yang disembuhkan oleh Yesus, datang dibawa orang lain atau duduk sebagai peminta-minta di pinggir jalan. Tetapi dengan jadi melihat ia tidak hanya melihat dunia terang dengan mata baru tetapi ia juga dapat mengerjakan sesuatu. Penyembuhan dari kebutaan itu diperoleh karena iman. Dunia dan seluruh ciptaan dilihat dengan mata baru, mata iman dan dengan ini ia bisa melakukan perbuatan-perbuatan iman, yang memberi pahala kehidupan kekal.
Satu-satunya permohonan si buta pada Yesus yaitu supaya bisa melihat. Dan ketika sudah diberi ia mengikuti Yesus dan memuliakan Allah. Si buta mengajarkan kita satu hal bahwa setiap Doa yang ditopang oleh iman pasti akan mendapatkan jawaban dari Tuhan. Jawaban atas doa itu tidak tergantung pada indahnya kata-kata yang diucapkan atau panjangnya rumusan doa yang disampaikan melainkan pada sikap batin dalam iman. Artinya dalam iman kita percaya bahwa setiap doa yang disampaikan pasti didengar oleh Tuhan. Dan Tuhan pasti telah menyiapkan jawabannya untuk si pemohon menurut rencana dan kehendakNya sendiri. Karena itu, bagaimana sikap kita saat berdoa di hadapan Tuhan? Apakah kita berpasrah diri dalam iman atau lebih banyak menuntut Tuhan melaksanakan kehendak kita? Semoga mata batin kita selalu terbuka untuk melihat karya agung Tuhan dalam diri dan hidup kita sehari-hari.

Marilah berdoa,
Tuhan, bukalah mata hati dan iman kami agar dapat melihat Engkau dalam setiap peristiwa hidup yang kami jumpai, semoga lewat peristiwa itu kami semakin erat bersatu dengan Dikau. Amin.

Selasa, 20 November 2007
2 Mak 6:18-31
Luk 19:1-10
=========================================================================

ZAKEUS MENERIMA YESUS DENGAN SUKACITA

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menemukan orang yang selalu menganggap dirinya paling baik dan orang lain paling buruk. Biasanya orang seperti itu jarang mau bergaul dengan orang lain, apalagi dengan orang yang mempunyai kebiasaan buruk. Mereka membentengi diri dengan bermacam-macam alasan. Zakheus, kepala cukai yang dikisahkan dalam Injil tadi mendapat perlakuan tidak manusiawi dari sesamanya. Zakheus divonis sebagai pendosa karena telah “memakan” uang rakyat. Karena tuduhan itu Zakheus dikucilkan dalam pergaulan. Ia disingkirkan dari kehidupan bersama. Penolakan itu tentu sangat menyakitkan.
Namun demikian, Yesus menemukaan sisi-sisi kebaikan dalam diri Zakheus. Kerinduan Zakheus untuk bertemu dengan Yesus merupakan langkah awal pembaharuan bagi hidupnya. Kerinduan itu nyata dalam usahanya, ia memanjat pohon hanya untuk melihat Yesus. Suatu tindakan yang tidak masuk akal dilakukan oleh seorang pejabat terhormat. Tapi itulah cara Zakheus mengungkapkan isi hatinya yang paling dalam untuk bertemu dengan Yesus. Tindakan itu menadapat simpati dari Yesus yang lewat di depannya. Yesus menyapa dia, “Zakheus segeralah turun, sebab hari ini Aku harus menumpang di rumahmu”. Bayangkan, Zakheus yang dianggap berdosa oleh sesamanya, mendapat tempat di hati Yesus. Yesus makan bersama mereka.
Keterbukaan Zakheus untuk menjamu Yesus di rumahnya menghantar dia pada pertobatan. Pertobatan itu nyata dalam sikap dan perbuatannya. Katanya, “Tuhan, setengah dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin dan sekiranya ada sesuatu yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat”. Kepolosan dan kejujuran untuk mengungkapkan diri apa adanya di hadapan Yesus mendatangkan rahmat yang tak berhingga. Yesus memuji kejujurannya. “Hari ini telah terjadi keselamatan kepada rumah ini, karena orang inipun anak Abraham”. Keselamatan dinyatakan pertama-tama karena pertobatan Zakheus. Hal itu mengingkatkan kita akan sabda Yesus bahwa “akan ada sukacita di surga karena satu orang berdosa yang bertobat lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan” (bdk. Luk 15:7).
Pertobatan mutlak perlu bagi suatu pembaharuan hidup. Namun, orang bisa bertobat kalau dengan jujur ia melihat dirinya. Bahaya, kalau orang menganggap dirinya selalu benar dan tidak bercacat. Orang seperti ini masuk dalam kategori 99 orang benar yang tidak memerlukan pertobatan. Apa iya? Ingat bahwa kita bukanlah malaikat. Bisa saja kita pernah jatuh dalam dosa. Dari kita pun dituntut untuk bertobat, dan seperti Zakheus dengan jujur mengungkapkan diri apa adanya di hadapan Tuhan. Semoga kita dapat memperlakukan setiap orang dengan hormat dan baik, sebab dalam diri merekalah kita menemukan Tuhan. Karena itu, kita harus berani untuk membongkar tembok-tembok pemisah dalam membangun relasi dengan Tuhan dan sesama. Menyambut sesama dengan baik berarti menyambut Kristus sendiri. Cara Zakheus menyambut Yesus bisa menjadi contoh bagi kita di dalam menerima sesama dalam pergaulan sehari-hari. Mari kita membuka pintu rumah hati kita lebar-lebar untuk menyambut Tuhan dan sesama dengan penuh sukacita.

Marilah berdoa,
Tuhan Yesus, sudilah Engkau menjadi tamu dalam keluarga dan komunitasku setiap hari, sebagai mana dahulu Engkau sudi mendatangi rumah Zakheus. Amin.

Rabu, 21 November 2007
PW. St. Perawan Maria dipersembahkan kepada Allah
2Mak 7:1,20-31; Luk 19:11-28
===========================================================================

MELIPATGANDAKAN MINA

Pemimpin, entah pemimpin daerah, negara ataupun pemimpin lembaga dan perkumpulan selalu berganti. Proses penggantian pemimpin dapat bermacam-macam cara. Ada yang melalui pemungutan suara atau pemilihan umum, atau ditunjuk begitu saja. Apapun caranya pergantian pemimpin itu, yang dipimpin mau tidak mau harus menerimanya.
Yesus sudah mendekati Yerusalem, demikian Lukas berkisah tentang perjalanan Yesus. Sejumlah orang mengikuti Dia. Tak dapat dihindari idealisme dan harapan bergelayut di dada orang-orang yang mengikuti Yesus itu. Yang sempat dirasakan oleh Yesus adalah: orang banyak tersebut telah mabuk akan pemimpin duniawi yang akan membawa pembebasan bagi mereka. Kerajaan Allah sudah kelihatan. Artinya, Yesus siap dinobatkan menjadi raja.
Dan memang demikian adanya. Yerusalem adalah puncak perjalanan Yesus. Di sanalah Ia akan dinobatkan, tapi bukan sebagai raja duniawi, pemimpin revolusioner dan pembebas kaum tertindas. Yesus akan secara definitif melengkapi Mesianitasnya di Yerusalem sebagai kurban dan Anak Domba yang tak berdaya di hadapan pembantaiNya. Tidak semua orang dapat menerima pengangkatan Yesus sebagai Raja Tersalib.
Sama halnya dalam pergantian pemimpin atau raja, tidak semua orang dapat menerima kepemimpinan orang yang baru diangkat tersebut. Sekalipun itu di kalangan terdekat, dapat terjadi sikap pembangkangan dan pemberontakan terhadap pemimpin atau raja yang baru.
Dalam perumpamaan yang diajarkan Yesus, sikap kontra itu ditunjukkan oleh hamba-hamba yang menerima mina dari raja yang baru saja dilantik. Hamba-hamba yang baik dan setia melipatgandakan satu mina yang diterimanya hingga menjadi sepuluh atau lima mina. Perbuatan itu dipandang baik oleh sang raja. Hamba-hamba tersebut menerima imbalan kekuasaan atas sepuluh atau lima kota. Lalu datanglah menghadap seorang hamba yang hanya menyimpan mina itu dalam sapu tangannya. Ia tak melipatgandakan mina tersebut. Ia bahkan berkata mengkritik tuannya: aku takut akan tuan karena tuan adalah manusia yang keras; yang mengambil apa yang tak pernah tuan taruh dan menuai apa yang tak pernah tuan tabur. Dengan kata lain, hamba itu mengatai tuan dan rajanya sebagai pemeras!
Akibatnya jelas. Raja tersebut marah hebat pada hamba yang malas itu. Jelas sekali hamba itu tidak suka tuannya itu menjadi raja. Lebih dari itu, hamba itu dihukum berat karena tidak melipatgandakan anugerah yang telah ia terima. Jadi, tidak melipatgandakan apa yang telah kita terima dari Tuhan adalah sebuah kesalahan fatal. Tidak menerima Dia sebagai raja kita, adalah juga kesalahan besar.

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, semoga kami berusaha senantiasa melipatgandakan apapun yang telah kami terima sebagai anugerah dariMu. Amin.



Kamis, 22 November 2007
PW. St. Sesilia, Perawan dan Martir
1Mak 2:15-29; Luk 19:41-44
===========================================================================

RATAPAN CINTA

Sebelum memasuki Yerusalem, dikisahkan oleh Lukas bahwa Yesus menangisi kota Yerusalem. Dalam tangisan dan ratapan itu, Yesus meramalkan kehancuran kota Yerusalem. Dan ramalanNya itu terbukti. Tahun 70 ekspedisi militer Romawi yang dipimpin panglima perang Titus memporakporandakan Yerusalem dan menceraiberaikan penduduk Yerusalem. Kota itu rata dengan tanah. Itu terjadi karena penduduk Yerusalem tidak mau mengerti apa yang perlu untuk damai sejahtera yang diberikan Allah untuk mereka. Dan damai sejahtera itu ada dalam diri Yesus. Yang menolak Yesus sebagai damai sejahtera, niscaya akan porak poranda, demikian inti pesan ratapan Yesus atas kota Yerusalem.
Namun, menerima Yesus juga tidak mudah. Itu terjadi pada jemaat kristen pada abad-abad awal di Roma. Orang-orang kristen harus melakukan ibadat secara sembunyi-sembunyi karena dimusuhi negara. Masa-masa awal kekristenan diawali dengan darah para martir yang rela menumpahkan darah untuk mempertahankan iman kepada Yesus.
Para martir berasal dari pelbagai kalangan. Ada yang dari kalangan pemimpin, uskup, dan bahkan anak-anak dan para gadis. Salah satu gadis yang terkenal sebagai martir adalah Sesilia. Ia telah menyerahkan hidupnya untuk menjadi mempelai Kristus. Ia adalah gadis cantik yang diincar oleh seorang bangsawan kaya raya. Namun karena bangsawan tersebut tidak percaya pada Kristus dan lagipula Sesilia telah berikrar untuk hidup perawan demi Kristus, ia menolak pinangan tersebut. Ia tidak silau oleh gemerlapnya harta dan kekayaan duniawi. Tentu saja penolakan tersebut menimbulkan amarah besar si bangsawan kaya raya. Kemudian ia memerintahkan prajuritnya agar Sesilia ditangkap dan disiksa untuk menyangkal imannya dan mau diperistrinya.
Pelbagai cara penyiksaan dialami Secilia. Tapi ia tetap bertahan pada imannya. Akhirnya ia menerima hukuman dengan api. Tubuhnya dibakar sampai mati. Menurut tradisi, ketika jiwanya diangkat ke surga saat mengalami kematian, terdengar paduan merdu surgawi yang menyambutnya dengan penuh kemuliaan. Selanjutnya Santa Secilia dijadikan orang kudus pelindung paduan suara gerejawi.
Tubuh Sesilia telah hancur dan porak poranda dan itu tak perlu diratapi. Sebaliknya justru Sesilia menerima alunan merdu paduan suara surgawi karena ia telah setia pada Kristus yang telah diimaninya. Bagi orang yang mau menerima Yesus sebagai pokok damai sejahtera, memang harus rela pula menghancurkan godaan dan tawaran kekayaan duniawi. Hilangnya kekayaan duniwai tak perlu diratapi, tapi ketidakmauan menerima Yesus sebagai damai sejahtera lah yang harus diratapi.

Marilah berdoa,
Ya Tuhan ajarilah kami untuk tetap setia pada Yesus PuteraMu. Amin.





Jumat, 23 November 2007
1Mak 4:36-37,52-59
Luk 19:45-48
===========================================================================

RUMAH TUHAN RUMAH DOA

Salah satu dari sedikit perikop dalam Injil yang memperlihatkan “kemarahan” Yesus adalah perikop tentang “penyucian Bait Allah”. “Kemarahan” Yesus bermula ketika Ia masuk ke Bait Allah. Yang didapati-Nya di sana bukan orang yang sedang berdoa, melainkan para pedagang yang sedang menjajakan barang jualan mereka. Melihat itu, wajar bila Yesus menjadi ‚geram‘ dan mengusir mereka semua ke luar dari sana. Siapa di antara kita yang tidak marah, bila rumah kediamannya dijadikan tempat berdagang? Apalagi yang dijadikan tempat berdagang tersebut adalah rumah yang dikuduskan bagi Allah?
Rumah Tuhan (Gereja) adalah rumah yang dikhususkan bagi Tuhan. Rumah Tuhan adalah tempat dimana kita bisa “bertemu” secara pribadi dengan Tuhan dan “bercakap-cakap” dengan Dia dari hati ke hati. Di sana kita bukan saja bertemu dengan Tuhan, tetapi juga dengan sahabat dan kenalan kita, dengan sesama kita, dengan orang-orang yang seiman dengan kita. Di dalam Rumah Tuhan, kita berjumpa dengan begitu banyak orang, yang seperti kita, sama-sama ingin bertemu dan mencari pertolongan Tuhan. Rumah Tuhan adalah rumah doa. Di sana, di dalam keheningan bathin, orang dapat menemukan kedamaian yang tidak bisa dia temukan di dalam dunia. Karena itu wajar, bila kita diminta untuk menghormati Rumah Tuhan. Sebab itu masuk akal, bila Yesus ‚berang‘ dengan segelintir orang Yahudi yang tidak menghormati Rumah Bapa-Nya. Barang siapa yang menghormati Rumah Tuhan, secara tidak langsung dia telah menghormati “Dia” yang mendiami rumah tersebut.
Semoga tindakan Yesus hari ini, menjadi peringatan juga bagi kita, supaya kita, bukan saja semakin hari semakin menghormati Rumah Tuhan, tetapi lebih dari itu, agar kita sungguh-sungguh menjadikan Rumah Tuhan sebagai rumah Doa dan rumah, dimana semua orang bisa mengalami dan merasakan kasih dan kebaikan hati Allah.

Sabtu, 24 November 2007
PW. St. Andreas Dung-Lac, Imam dkk Martir Vietnam
1Mak 6:1-13; Luk 20:27-40
===========================================================================

BANGKIT UNTUK HIDUP BARU

Salah satu pertanyaan yang selalu dipersoalkan dan sering didiskusikan oleh banyak orang, bukan saja oleh para ahli tetapi juga oleh kaum awam adalah pertanyaan mengenai kebangkitan orang mati. Apakah benar ada kebangkitan orang mati? Bukan saja orang-orang pada jaman ini yang memperdebatkan masalah tersebut, bahkan orang-orang pada jaman Yesus pun sudah ramai memperbincangkannya. Bahkan dua kelompok yang paling berpengaruh dalam kehidupan orang Yahudi pun terpecah pendapatnya ketika berbicara tentang kebangkitan orang mati. Di satu pihak, orang-orang Saduki sama sekali tidak mengakui adanya kebangkitan orang mati, bahkan mereka menganggap hal itu sebagai sesuatu yang tidak masuk akal. Di lain pihak, orang-orang Farisi percaya bahwa ada hidup sesudah kematian, mereka yakin bahwa setiap orang akan dibangkitkan pada akhir jaman.
Ketika Yesus datang ke dunia dan mulai mengajar tentang akhir jaman, orang-orang Saduki yang didorong oleh rasa ingin tahu dan penasaran, bertanya kepada-Nya, bagaimanakah bentuk kehidupan sesudah kematian? Bila ada, bagaimanakah bentuk kehidupan itu, apakah sama seperti kehidupan kita di dunia ini?
Bagi Yesus, pemahaman orang-orang Saduki akan kebangkitan itu keliru, karena mereka selalu membayangkan atau membandingkan kehidupan setelah mati dengan kehidupan di dunia ini. Mereka berpikir bahwa apa yang terjadi di dalam dunia ini, akan berlanjut terus dalam kehidupan setelah kebangkitan. Padahal, menurut Yesus, apa yang terjadi dalam kehidupan kita di dunia ini sekarang, sangat berbeda jauh dengan kehidupan setelah mati. Setelah bangkit dari alam maut, orang tidak akan lagi makan dan minum, orang tidak akan lagi kawin dan dikawinkan.
Satu-satunya hal yang dilakukan oleh manusia setelah ia dibangkitkan dari alam maut adalah bersama-sama dengan para malaikat memuji dan memuliakan Allah, untuk selama-lamanya. Kebangkitan adala awal untuk hidup baru, hidup baru bersama-sama dengan Allah dalam Kerajaan-Nya.


Minggu, 25 November 2007
HR. Tuhan Yesus Raja Semesta Alam
1 Sam 5:1-3; Kol 1:12-20; Luk 23:35-43
===========================================================================

KRISTUS ADALAH RAJA CINTA KASIH SEJATI

Rasanya tidak ada yang lebih tepat untuk menggambarkan siapa Tuhan kita Yesus Kristus, yang kita rayakan hari ini sebagai Kristus Raja Semesta Alam, sebagai Raja Cinta Kasih. Walau sebutan atau istilah raja langsung membawa kita ke sosok penguasa, penuh wibawa, kuat dan perkasa, berdiam di istana gemerlapan, duduk di takhta berbalutkan emas dan perak, serta bermahkotakan ratna-mutu manikam dan serba kemewahan, namun Kristus yang kita sembah dan kasihi sebagai Raja, jauh dari bayangan akan penampilan yang demikian itu. Lukas, penginjil menunjukkan sisi yang sebaliknya siapa itu Kristus yang adalah Raja Semesta Alam. Istananya adalah bukit tengkorak, tahktanya adalah salib palang penghinaan, dan mahkotanya adalah lingkaran duri-duri tajam yang menancap-merobek kulit kepala sehingga menetes darah yang mengalir membasahi wajah dan seluruh tubuhNya. Dan yang mengelilingiNya bukanlah para punggawa dan prajurit siap sedia menjaga dan menyembah hormat kepadaNya serta mengelu-elukan Dia, melainkan para prajurit yang memukul, meludahi, memakuNya pada palang penghinaan dan terus-menerus mengolok-mengejekNya. Betapa ironisnya tampilan Kristus Sang Raja Semesta Alam ini.
Namun justru di sinilah letak keistimewaan-misteri Kristus. Dia memang Raja semesta alam, namun Dia adalah Sang Raja Kasih, Sang Raja Cinta yang sempurna. Di istana Golgota, ia menunjukkan cinta yang sehabis-habisnya...”menyerahkan nyawa bagi manusia dan dunia yang dicintaiNya”. Dari atas tahkta salib, Dia menunjukkan bahwa dasar terdalam cinta kasih antar manusia dan perdamaian antara bangsa hanya mungkin dimulai dari kerelaan untuk mengampuni tanpa batas. Dan dari atas mahkota yang melingkari kepalaNya, bukanlah pancaran kilau-kemilau emas, perak dan segala keindahan dunia, melainkan mengalir tetes-tetes darah kasih suci untuk membersihkan dan menghapus noda-noda dosa manusia. Lalu, dari atas takhta itulah dunia boleh berharap untuk mendengarkan seruan jaminan keselamatan kekal...”Hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus!” untuk setiap kita yang sadar diri bahwa kita adalah orang-orang berdosa.
Pesona Kristus Sang Raja Cinta Kasih sejati ini teramat dalam dan menggetarkan, kalau direfleksikan dalam keheningan batin kita. Betapa nada-nada kasih suci itu tidak terdengar di kala remang-remang pesona sentimentil dan kata-kata cinta berbusa karena dilanda asmara bergelora; dia tidak hadir di pojok-pojok kafe dan restoran-restoran metropolitan yang berselimutkan warna-warni lampu yang mempesona; pun dia bukan terjadi dalam alunan-alunan syair-syair cinta yang sering mengikat pribadi-pribadi dalam rindu dendam oleh egoisme dan kepuasaan diri dari mereguk kenikmatan fana yang bertabur dosa... Namun pesona kasih suci dan sejati dari Kristus Sang Raja, terbentang tragis dalam kepasrahan total kepada kehendak Bapa, yang mencitakan keselamatan dan kebahagian abadi semua insan ciptaanNya. Itulah misteri cinta ilahi, yang hanya mungkin dipahami dalam pasrah-iman yang total dan mendalam, di dalam keheningan adaku, adamu, ada kita sebagai ciptaanNya. Di hadapan Sang Raja Cintakasih sejati, mungkin cuma seru ini bisa keluar dari dasar hati:



Marilah berdoa,
“Trimakasih Tuhan, karena kasih-cintaMu semulia dan seagung itu. Rajailah hatiku, agar kasihmu mekar dan bertumbuh subur dalam hati dan hidupku. Dan terpujilah Engkau Kristus Raja, dari selama-lamanya sampai selama-lamanya. Amin.”

Senin, 26 Nopember 2007
Dan 1:1-6,8-20
Luk 21:1-4
===========================================================================

MAKNA SEBUAH PEMBERIAN TERLETAK PADA PEMBERI

Sukar memang di jaman kita untuk membuat penilaian yang tepat terhadap pemberian yang kita terima. Banyak sisi pandang yang bisa dipakai untuk memaknai sebuah hadiah atau pemberian. Ada orang yang melihat sebuah hadiah dari sisi harga, artinya mahal-murahnya apa yang diberikan; orang lain melihat dari sisi artistik atau keindahan, sebuah pemberian bermakna pada indah tidaknya apa yang diberikan; ada juga orang lain yang menilai dari segi jangka waktu, maksudnya kalau bisa dimanfaatkan untuk jangka waktu yang lama berarti lebih bermakna, dan sebaliknya. Tiga sisi pandang di atas adalah memberi penilaian atau makna sesuai hadiah pada apa yang dihadiahkan itu sendiri. Pola penilaian yang demikian adalah yang lumrah dalam pandangan manusia. Artinya orang akan merasa sesuatu itu bernilai terletak pada besar-kecilnya, indah-tidaknya dan murah mahalnya apa yang diberikan. Hal ini juga dipakai atau diterapkan dalam kehidupan keagamaan dengan praktek pemberian kolekte atau sumbangan (wajib) dalam Gereja.
Kisah injil Lukas hari ini menceriterakan kepada kita bagaimana Tuhan memberi penilain kepada kolekte atau persembahan yang diserahkan oleh orang-orang Yahudi. Bertolak belakang dengan pandangan umum orang Yahudi yang begitu menjunjung tinggi nilai suatu derma pada segi kuantitas, Yesus mengajak mereka untuk menilai derma itu dengan kacamata Tuhan, yang justru tidak melihat dan menghargai pemberian atau derma itu pada apa yang didermakan, tetapi pada orang yang menyampaikan pemberian/derma tersebut. Yang dimaknai Tuhan Yesus adalah nilai kerelaan, ketulusan orang yang menyampaikan derma itu dan bukan pada jumlah atau aspek lain dari derma yang diserahkan. Persembahan, derma atau kolekte ‘dua peser’ dari janda miskin, tidak ada artinya di mata manusia, apalagi dibandingkan dengan orang-orang kaya yang bisa menyerahkan berdinar-dinar. Namun di mata Tuhan, ‘dua peser’ derma janda miskin itu adalah ungkapan kerelaan dan ketulusannya untuk mensyukuri anugerah dan berkat kehidupan yang telah diterimaNya dari Tuhan. ‘Dua peser’ itu bukan lagi sekedar uang, tetapi itu adalah nafkah dan hidupnya, dia serahkan dengan rela dan tulus, kepada Tuhan. Yesus tidak menilai barang, uang yang kita berikan, tetapi Dia menilai siapa kita, apa disposisi batin, niat dan suasana hati kita, ketika kita menyampaikan persembahan kepada Tuhan. Sebenarnya hal ini tidak sulit untuk dipahami. Kita sering terjebak, dan salah paham dalam hal pemberian/persembahan kita kepada Tuhan. Kita berpikir, mungkin tanpa sadar, seolah-olah persembahan itu adalah seperti hadiah yang biasa kita berikan kepada sesama kita. Kita lupa bahwa persembahan, derma atau kolekte itu adalah pemberian kita untuk Tuhan. Jadi Tuhan melihat isi hati kita, Dia menilai ketulusan dan kerelaan kita dalam memberikan persembahan tersebut, Dia tidak berkepentingan dengan jumlah atau kualitas persembahan kita. Pemahaman yang demikianlah yang mendasari kebijakan dalam Gereja Katolik kita, untuk tidak menentukan jumlah kolekte yang harus kita serahkan setiap minggu. Kita bebas dan boleh menyerahkan berapa saja, sesuai dengan kesanggupan kita masing-masing. Karena Tuhan sendirilah yang akan menilai perbuatan dan maksud hati kita. Ingat! Makna pemberian atau persembahan di mata Tuhan tidak terletak pada apa yang kita berikan, tetapi pada siapa kita yang memberikan persembahan itu.


Marilah berdoa,
Tuhan ajarilah kami untuk mengharagai rahmat dan setiap anugerah yang kami terima dalam hidup ini. Bantulah kami untuk tahu berterimakasih kepadaMu lewat persembahan yang kami bawa. Amin.

Selasa, 27 November 2007
Dan 2:31-45
Luk 21:5-11
===========================================================================

KEINDAHAN MATERI TAK KEKAL

Emas adalah logam mulia yang tidak bereaksi dengan zat asam. Orang menganggap bahwa emas adalah standar ukuran karena tidak berubah-ubah kadarnya. Tetapi keindahan emas tidak selamanya menarik semua orang. ada orang yang tidak bisa menikmati indahnya emas. Bahkan ada orang yang menganggap bahwa gigi buaya, jauh lebih mahal daripada emas. Indah atau tidak adalah hal yang relatif. Ukuran keindahan setiap orang tidak sama.
Seorang yang dihadiahi sebuah handphone oleh seseorang, tidak mau mengganti handphone itu, walaupun sudah tampak hancur karena sering terjatuh. Nilai sebuah handphone atau sebuah benda tidak diukur dari penampilan yang kelihatan itu. Benda yang nyaris hancur itu, lebih bernilai daripada handphone tipe terbaru karena ada nilai lain yang mengikutinya.
Keindahan bait Allah Yerusalem yang sempat dikagumi pada zaman Yesus, menjadi bahan pewartaan Yesus. Keindahan hasil karya tangan manusia memang bisa saja mengundang perhatian orang. Tetapi Yesus mengingatkan, keindahan itu tak akan bertahan lama. Ada saat kehancuran. Layak bila kita bertanya, untuk apa sebuah keindahan dibangun? Untuk apa kota-kota besar dibangun dengan konsep macam-macam? Malahan zaman sekarang, banyak gedung gereja besar dan indah di Eropa yang tidak lagi dipakai dan akhirnya dijual karena biaya pemeliharaan gedungnya amat mahal?
Keindahan dapat membantu kita untuk hidup lebih baik. Namun bila hanya keindahan semata yang diutamakan, rupanya kata-kata Yesus perlu diperdengarkan lagi, bahwa keindahan, pada saatnya akan hancur. Jika demikian, untuk apa sebuah keindahan? Untuk apa sebuah kecantikan dan perawatannya? Apakah untuk hari ini saja? Untuk minggu depan? Atau untuk kehidupan indah setelah melewati pintu gerbang kematian?

Marilah berdoa,
Ya Yesus, ajarkan kami untuk hanya mengagumi Engkau Sendiri, Allah yang Maha Indah, Agung dan Dahsyat. Amin.


Rabu, 28 November 2007
Dan 5 : 1 – 6. 13 – 14. 16 – 17. 23 – 28
Luk 21 : 12 – 19
===========================================================================

SETIA DALAM IMAN KITA

Dalam kehidupan kita setiap hari seringkali kita mengalami atau mendengar masalah yang berkaitan dengan agama, bahkan masalah ini akhir-akhir ini menjadi marak diberitakan di televisi swasta kita. Ada gejala bahwa orang lebih cenderung mencari kekurangan-kekurangan dari orang lain ketimbang hal-hal yang baik. Hal ini juga masuk dalam cara berpikir kita tentang agama. Orang cenderung mencari kekurangan-kekurangan dalam suatu praktik beragama kemudian menilainya sebagai sesat atau kafir.
Dalam injil Lukas hari ini, Yesus mengingatkan para pengikutNya akan persoalan ini. “Kamu akan ditangkap dan dianiaya; kamu akan diserahkan ke rumah-rumah ibadat dan penjara-penjara, dan kamu akan dihadapkan kepada raja-raja dan penguasa-penguasa oleh karena namaKu” (Luk 21 : 12). Tetapi, ironisnya Yesus tidak menyuruh para murid untuk menghindar dari kenyataan ini, melainkan mengatakan bahwa justru itulah kesempatan untuk bersaksi tentangNya. Tentu kita bertanya “Mengapa?”
Yesus bukannya memberikan solusi bila para murid menghadapi kenyataan ini malah yang ditawarkan justru akan memberatkan hukuman bagi murid yang tertangkap. Secara logis, kita pasti berpikir bahwa kenyataan ini akan membuat hukuman menjadi semakin berat. Dan, yang pasti kita akan ketakutan. Sebagai manusia biasa, kita pasti berusaha menghindar bila akan tertangkap atau paling kurang berusaha untuk memberikan pembelaan agar selamat dari hukuman penjara.
Suatu hal yang ironis, namun nyata. Yesus berkata “Tetapi tidak sehelaipun dari rambut kepalamu akan hilang. Kalau kamu tetap bertahan, kamu akan memperoleh hidupmu.” Hal ini memang sulit. Yesus sendiri membuktikan kebenaran kata-kataNya melalui peristiwa salib dan kebangkitanNya. Yesus mengajak kita menyangkal kekuatan manusiawi kita dan mengandalkan kekuatanNya. Secara tidak langsung, Yesus mau mengatakan bahwa bila dalam suatu persoalan kita tidak tetap berpegang teguh pada keyakinan kita akan Yesus sebagai Juru Selamat kita, maka kita pasti akan binasa. Kalau kita berusaha untuk mempertahankan iman tetapi tidak percaya kepada Tuhan dan mengandalkan kekuatan sendiri, maka kita tidak bisa diselamatkan. Yesus meminta kita untuk tetap teguh beriman dan bersaksi tentang Dia, meskipun dalam situasi sulit dan tertekan karena Yesus sendiri yang akan memberikan jaminan keselamatan. Amin.

Marilah berdoa,
Ya Tuhan dalam setiap situasi apapun yang menekan kami, semoga kami tetap setia padaMu. Amin.

Kamis, 29 November 2007
Dan 6 : 12 – 28
Luk 21 : 20 – 28
===========================================================================

YERUSALEM

Ada dua berita yang bisa kita simak dalam bacaan injil hari ini, yakni berita buruk dan berita gembira. Pertama, berita buruknya bahwa akan ada keruntuhan Yerusalem oleh bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Pada masa sekarang, kita bisa mengerti “Yerusalem” sebagai orang-orang yang mengikuti Tuhan. Yerusalem adalah orang-orang yang percaya kepada Tuhan, karena itu yang menjadi berita buruk bagi kita, yakni orang yang tidak percaya kepada Tuhan akan bangkit dan menyerang kita. Dalam hal ini kita bisa mengerti sebagai suatu tantangan bagi kita yang percaya kepada Kristus bahwa ada orang lain yang tidak bisa menerima Kristus dalam hidupnya. Dengan kata lain, tidak mengakui Kristus sebagai Allah. Dan, itulah tantangan bagi kita untuk menghadapinya. Berita kedua, yaitu berita gembira. “Apabila semuanya itu mulai terjadi, bangkitlah dan angkatlah mukamu, sebab penyelamatmu sudah dekat.”
Sebagai orang katolik kita percaya pada kedatangan Anak Manusia untuk kedua kalinya. Kita percaya bahwa kedatanganNya akan membawa keselamatan bagi semua orang yang percaya kepadaNya. Ia datang sebagai penyelamat. Yesus akan datang menyelamatkan kita dari kebinasaan.
Kalau kita menyimak bacaan injil hari ini, akan timbul pertanyaan bagi kita, “mengapa harus ada keruntuhan seperti yang dialami Yerusalem sebelum Anak Manusia datang?” Pertanyaan ini akan terus mengganggu bila kita tidak yakin kepada Kristus sebagai penyelamat kita. Kalau kita percaya bahwa Kristus akan menyelamatkan kita, maka kita tidak akan merasa gentar karena pada saatnya Kristus akan menyelamatkan kita dari kebinasaan. Sebagai orang yang percaya kepada Kristus, kita yakin bahwa jiwa kita akan diselamatkan meskipun kita akan kehilangan hidup di dunia ini.

Marilah berdoa,
Ya Tuhan, arahkanlah perjuangan hidup kami menujuk Yerusalem surgawi, saat PuteraMu datang dan memulihkan kami semua dalam kebahagiaan kekal. Amin.

Jumat, 30 November 2007
Pesta St. Andreas, Rasul
Rm 10 : 9 – 18, Mat 4 : 18 – 22
===========================================================================
KEPASTIAN
Ramalan Badan Metereologi dan Geofisika tentang cuaca dan gejala alam lainnya sering tidak menjadi kenyataan, tetapi menggugah hati dan pikiran kita untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi peristiwa-peristiwa alam yang akan terjadi tersebut. Orang menyiapkan payung kalau hari akan hujan, atau menyiapkan segala sesuatu untuk mengungsi bila akan terjadi tsunami dan gempa bumi.
Kita mudah memperhatikan gejala-gejala alam, tetapi kurang memberi perhatian pada gejala atau tanda-tanda yang ada dalam pikiran dan hati kita, seperti pikiran yang kalut, perasaan hati yang tak enak, gelisah, kuatir, rasa tak puas dan lain-lain.
Gejala-gejala batiniah ini sebenarnya dapat menunjukkan situasi rohani yang ada dalam diri kita dan sejauh mana kesiapan hati kita untuk bertemu dengan Yesus.
Maka, kita boleh bertanya dalam hati kita masing-masing, sudah berapa lama saya enggan menerima sakramen tobat? Apakah karena saya merasa malas atau menganggap dosa sebagai suatu hal yang biasa-biasa saja?
Andaikata kita mau berusaha mengenal suasana batin kita, kita pasti menyiapkan seluruh diri kita untuk menerima kehadiran Yesus dengan kuasa kasihNya. Kita tahun bahwa ramalan tentang cuaca atau peristiwa alam lainnya sering tidak menjadi kenyataan, tetapi sabda Tuhan itu pasti akan terjadi entah ada tanda-tanda alam atau tidak. Dalam kitab Kejadian, Tuhan bersabda dan semuanya itu terjadi (Kej 1 : 1 – 3).
“Langit dan bumi akan berlalu tetapi SabdaKu tak akan berlalu” (Luk 21 : 33). Sabda Tuhan itu selalu pasti, mengapa harus berpaling ke hal-hal lain di luar Allah?

Marilah berdoa,
Ya Tuhan semoga kami menjadi lebih peka pada tanda-tanda rohani di sekitar kami. Amin.

Tidak ada komentar: